Lima

46 10 0
                                    

Rivali berjalan cepat menuju ruang rektorat. Setibanya di depan pintu ia mengetuk perlahan.

Klik

Pintu terbuka.

"Masuk Li. Ayo duduk." Seseorang menyapanya dari kursi kerjanya.

Dia berjalan mendekat menuju sofa besar di tengah ruang. Laki-laki yang menyapanya berjalan mendekat dan duduk berhadapan dengannya.

"Bagaimana kabar Mama? Rifana? Juga ponakan kembaran?"

"Baik Om. Semuanya Baik-baik." Ujar Rivali.

"Syukurlah. Maafkan Om belum sempat mengunjungi kalian. Kamu taukan Li, kemarin Om baru pulang dari Jepang... Sebelum dari Singapura.... "

"Tidak apa-apa Om. Ali paham kok. Pekerjaan yang menyangkut orang banyak harus didahulukan."

"Oya... Bisnis kamu lancar? Aman?"

"Alhamdulillah Om. Ini berkat bantuan Om juga kok." Ucapnya.

"Saya hanya menyumbang ide, sayang kalau tanah milik Kakak saya itu, tidak kamu manfaatkan. Tetapi selebihnya KAMU yang punya peran penting."

Rivali tersenyum mendengar ucapan pria yang begitu mirip dengan Papanya. Om Riko memang bak pinang dibelah dua. Hanya beda satu menit kelahiran. Papa lebih dahulu setelah itu Om Riko. Melalui Om Rikolah, Ali terjun mengeluti Bisnis. Bahkan ia akhirnya mengambil jurusan bisnis pada universitas yang berbeda. Sedangkan jurusan Arsitektur sudah memasuki tahun ke empat.

"Oya Li. Ini ada oleh-oleh buat Kalian, juga si kembar. Tadinya saya akan langsung memberikan ke kalian. Tapi, Om harus siap-siap lagi menghadiri kegiatan di Yogyakarta lusa. Jadi Om titip ke kamu ya."

"Iya Om. Pasti Ali sampaikan. Terima kasih banyak." Rivali menerima beberapa paperbag yang tertata di meja besar.

"Sampaikan salam maaf juga ya buat Mba Rani dan Rifana. Insya Allah ada waktu luang Om. Pasti ke sana."

"Baik Om. Sekali lagi Ali atas nama Mama dan Kaana mengucapkan terima kasih."

Sebelum meninggalkan ruangan, Om Riko memeluknya dengan kencang. Rivali membalasnya. Seakan akan Papa yang sedang dipeluknya.

*****

"Assalamualikum.... "

"Waalaikumsalammmmm... " terdengar sahutan dari ruang tengah.

"Wah Om Ali bawa apa ya? Ujar perempuan berusia 45 tahun kepada dua anak kembar yang sedang bermain di karpet berwarna merah.

"Lo Bawa apa Li? Kayak emak-emak aja." Celoteh perempuan yang sedang membawa dua botol susu.

"Iya nih... ada titipan dari Om Riko. Tadinya Om mau datang sendiri tapi mendadak ada kunjungan keluar kota lagi. Ni Lo, periksa aja apa isinya Ka. Gue mau ciumin pipi gembil ini dulu." Paperbag di tangan di letakan di meja bundar.

"Li... jangan cium-cium. Kamu baru pulang. Mandi dulu baru boleh main sama Rein dan Rain." Cegah perempuan yang sedang duduk di karpet.

"Baik lah Mama.... Ali mandi dulu. Tunggu sebentar ya kalian."

Segera Rivali berjalan menuju tangga dan menaiki hingga menuju kamarnya di lantai 2.

Tidak sampai 30 menit, Rivali kembali menuju ruang keluarga. Terlihat Kakaknya yang sedang membuka satu persatu isi kotak yang Rivali bawa. Sedangkan Mama terlihat menciumi si kembar yang berusia satu tahun.

"Sini sama Om Ali."

Rivali mengangkat Rain dan menciumi perutnya. Sontak saja bayi menggemaskan itu tertawa. Kumis dan jambang yang mulai menghiasi wajah dirinya membuat Rain kegeliaan.

Momen inilah yang dicarinya saat berkumpul dengan keluarga. Memang Rivali tidak selalu mengunjungi rumah, terlebih jika jadwal kuliah mendekati malam. Ia akan menghemat tenaganya dengan memilih istirahat di apartemennya yang memang dekat dengan kampus dan cafenya.

"Li... udah, bayi gue ntar malam susah tidur, karena Lo ciumin." Ucap Rifana.

"Lah... emang ada hubungannya?" ujar Rivali seraya mengangkat turun naik Rain.

"Biasanya begitu, Dodol. Alamat gue begadang."

"Loh. Bukannya Bang Rey yang biasanya jagain mereka. Lo, malah asik tidur." Ucap Rivali tak mau kalah.

Bug

"Awwww... Gila Lo Kak, untung ga kenal si gembil."

Bantal kecil mengenai wajah Rivali. Beginilah kalau Rivali dan Rifana bertemu selalu ada kegaduhan kecil. Mama Rani hanya menggeleng kepala saja. Karena ia tau bahwa kedua anaknya hanya meramaikan suasana tidak benar-benar bermusuhan.

"Lagi Lo ya. Gue kan udah urus si kembar seharian, jadi wajar kalo malam Papinya yang ajak main."

"Sudah... kalian ga malu, si kembar ngeliatin Momi dan Om kayak Tom jerry." Ucapan Mama membuat keduanya segera melihat Rain dan Rein bersamaan. Entah kebetulan atau tidak. Wajah dua bayi kembar itu seakan-akan mengerti apa yang sedang terjadi.

"Bang Rey lagi dinas kemana?" Tanya Rivali seraya menciumin Rein.

"Papua. Maka nya Lo jangan buat gue ga tidur 24 jam. Kecuali Lo mau jagain kalo mereka bangun."

"Tenang aja Kak, gue dua malam ini akan jaga si kembar."

"Memang Kamu ga ada kerjaan Li?" Tanya Mama Rani.

"Dua hari ke depan Ali mau hunting tempat buat café baru. Maklum Mah... pengunjung sudah banyak. Ali ga mau kalau situasi jadi ga nyaman. Malah merugikan café dan karyawan."

"Terus Lo, mau cari dimana?" Tanya Rifana seraya mengunyah darkcoklat.

Rivali mengangkat bahunya.

"Emmm... Lo ada ide lokasi yang oke?" Tanya Rivali.

Ia tau jika Rifana memiliki perhitungan yang matang dalam nilai kegunaan bangunan. Bahkan café sebelumnya berdasarkan 'hitungan kacamata' sang kakak.

"Li... kenapa ga Lo olah tanah gue." Usul Rifana.

"Ga ah... itu hak Lo. Papa sudah menyerahkan ke Lo. Kalo Lo ga perlu bisa buat si kembar." Sela Rivali.

"Li, menurut gue akan berguna jika Lo manfaatkan aja. Toh beberapa tahun ini tanah itu kosong dan kita tetap bayar PBB kan? Tinggal nanti perhitungannya aja. Anggap Lo sewa tanah gue."

Rivali terdiam. Memang apa yang diucapkan kakaknya benar adanya. Bahwa pajak yang mereka bayarkan tiap tahun walaupun hanya tanah kosong saja.

"Tapi Kak... Bagaimana dengan Bang Rey. Gue ga enaklah. Siapa tau Doi punya plan dengan tanah itu."

"Li... Bang Rey itu pegawai kantoran. Dia ga minat buat olah tanah itu, Lo kan pernah denger waktu Dia bilang, kepunyaan gue ga akan diotak-atik. Dia akan menafkahi gue dan si kembar dari kerjaannya." Ujar Rifana.

Rivali melihat Mama Rani yang sedang mempukpuk dua bocah gembil yang mulai terlelap.

"Mama rasa kalian sudah cukup dewasa untuk menyelesaikan masalah ini. Itu adalah hak Ana juga ingat sudah ada Rey. Baiknya kamu bicarakan ya. Mama mau bawa si kembar dulu ke kamar Mama ya. Segera kamu hubungi Rey."

Tak lama dua orang babysitter mendekati seraya membawa dua kereta dorong. Mama Rani meletakkan Rein dan Rain. Serta berjalan menuju kamarnya diikuti para baby sitter.

"Oke... Lo harus omongin ke laki Lo, kalo oke baru kita buat hitam di atas putih."

"Nih gue omong ma Rey."  Rifana lalu menekan kontak seseorang.

Rivali mencermati setiap perkataan yang keluar dari kakak yang berbeda usia 5 tahun. Samar ia mampu menebak balasan setiap kalimat dari kakak iparnya.

"Nih... Laki gue mau ngomong. Biar Lo percaya." Rifana memberikan gawainya.

"Iya Bang... Ni Ali, maaf ganggu ya Bang. Ali.... Oh gitu Bang. Ya udah Ali siapkan perjanjiannya. Baik Bang. Sebentar ya.... "

"Bang Rey mau ngobrol. Gue tengok kembar dulu ke kamar mama ya." ucap Rivali dan bergegas menuju kamar.

*****

Bersambung

Love (Selesai)Where stories live. Discover now