Empat Puluh

40 8 0
                                    

Ilyana membuka matanya perlahan. Ia terkejut saat mendapati lengannya memeluk seseorang. Tanpa melihat wajah orang itu, Ilyana tau siapa yang di sampingnya. Aroma yang begitu diingatnya.

Dengan cepat Ilyana bangun untuk menghindar. Namun tubuhnya lemas sekali. Ilyana mencoba bergerak kembali. Akibatnya laki-laki itu membuka matanya.

"Sudah bangun?"

Suara itu membuat Ilyana menoleh. Ingin rasanya ia mengangguk namun mengingat apa yang terjadi kemarin membuatnya acuh.

"Saya perlu Nana."

Kalimat Ilyana membuat Laki-laki itu mengangguk dan menuruni ranjang. Melihat Rivali menjauh, mata Ilyana berkaca-kaca. Bahkan laki-laki itu tidak ingin menahan diri untuk tetap di sampingnya.

Tak lama Nana masuk dengan mangkok di tangannya. Mengetahui bubur sebagai sarapan, Ilyana menolaknya. Pasalnya ia tidak menyukai bubur. Ia memilih untuk mengkonsumsi buah-buahan jika selera makannya sedang tidak baik.

"Perut Ibu belum terisi sejak kemarin siang." Ujar Nana.

"Ambilkan air minum aja Na."

"Tapi Bu.... "

Di saat itu pintu kamar terbuka, Ilyana melihat laki-laki itu membawa buah-buah kesukaannya di dalam piring. Mata Ilyana berbinar. Namun dengan cepat ia menutupi dengan pandangan ke sembarang tempat.

Sepertinya laki-laki itu tau jika dirinya masih kesal. Dia memilih menyerahkan piring itu kepada Nana.

*****

Tubuh Ilyana masih belum bebas bergerak. Namun tenaga sudah sedikit bertambah. Bahkan buah-buahan di piring sudah habis semua.

"Bu... "

Terlihat Nana yang sedang merapihkan pakaian dan barang-barang pribadi Ilyana menatap ke arahnya. Ilyana tau maksud tatapan sekretarisnya itu. Belum lagi bayangan Rivali dengan Aline terus bermain di kepalanya. Meskipun memang kondisi tubuhnya belum fit. Namun tidak ada alasan Ilyana untuk menunda kepulangannya.

"Tenang aja Na. Saya baik-baik saja. Kamu sudah beres-beres?" tanyanya.

"Sudah Bu."

Tok.. tok...

Pintu kamar terbuka. Ia terkejut melihat laki-laki itu masih berada di kamarnya. Ia mengira Rivali meninggalkannya karena Ilyana mengacuhkannya.

"Mba Nana. Bisa tinggalkan Kami sebentar?"

Kalimat itu membuat Ilyana menoleh. Terlihat Nana berjalan keluar kamar. Ilyana membuka mulutnya atas ucapan itu. Namun ia mengurungkannya saat melihat wajah Rivali seraya berjalan mendekat. Laki-laki itu menarik kursi hingga mendekat ke ranjang. Ilyana yang duduk menyender memilih untuk mengambil gawainya.

Betapa terkejutnya saat laki-laki itu memindahkan gawai miliknya. Terlihat tatapan tajam itu.

"Silakan Kamu mau marah... kesal... diamin.... Kecewa... Tapi please untuk saat ini, TUNDA KEPULANGAN. Kondisi Kamu sedang tidak sehat."

Ilyana segera bangkit dari ranjangnya. Ia akan membuktikan bahwa dirinya akan sanggup walaupun sekedar berjalan pelan. Namun perkiraannya salah. Saat kakinya mencoba berdiri. Tubuhnya oleng.

"Ga usah dipegang. Aku sanggup." Ujar Ilyana seraya menepis tangan laki-laki itu.

Dirinya bangkit kembali. Tubuhnya basah oleh keringatnya. Dengan sekuat tenaga, Ilyana mencoba berjalan ke sofa di seberang ranjangnya. Akan tetapi ia terjatuh. Di saat itu, tangan Rivali membantunya berdiri. Dengan sisa tenaga, ia menepisnya.

"STOP! Jangan menyiksa diri sendiri. Aku ga tega melihat ini semua."

Ilyana tak berdaya. Ia tak merespon ucapan laki-laki itu. Bahkan ia tidak menolak saat laki-laki itu menangkat tubuhnya dan membawanya ke ranjang. Di tengah kesadarannya yang menurun, Ilyana merasakan tubuhnya dipeluk seseorang.

****

Ilyana menangkap suara pintu yang terbuka. Dengan pelan membuka matanya. Terlihat Rivali berjalan dengan membawa sesuatu. Lalu duduk di tepi ranjang. Laki-laki itu memberikan bantal bantal pada punggungnya. Ini membuat Ilyana duduk menyender pada ranjang.

"Makan ya. Ini sudah malam. Kasihan perut belum terisi."

Mendengar itu Ilyana sontak melihat jam di dinding kamarnya. Ia terkejut. Pasalnya ia dan Nana seharusnya sudah meninggalkan Bali.

"Nana tadi izin. Karena Kamu nyenyak, aku ga bangunin. Lusa aku akan antar Kamu pulang. Sementara beristirahat dulu di sini. Sampai kondisi membaik. Sekarang makanlah."

Ilyana menerima suapan dari laki-laki itu. Tubuhnya membutuhkan makanan. Ia harus menuruni egonya. Dengan harapan dapat segera pulang ke Jakarta dan memutuskan untuk menjauh dari laki-laki itu.

****

Bersambung

Love (Selesai)Where stories live. Discover now