Sepuluh

33 13 0
                                    

Ilyana mencoba menggerakan tubuhnya. Ia memilih untuk duduk di ruang tengah. Ia melihat putri kecilnya membawa potongan buah.

"Bunda.... Ini Sisi siapin dengan banyak cinta."

Melihat itu, Ilyana tertawa. Entah dari mana karakter Sisi tercipta. Pasalnya dirinya bukanlah seseorang yang humoris atau puitis. Seperti gadis kecilnya sudah mulai beranjak dewasa. Di saat inilah Ilyana harus lebih proktektif kepada Sisi.

Tiba-tiba Ilyana melihat Sisi berlari cepat menuju suatu tempat. Baru saja Ilyana ingin mengejarnya namun gadis kecilnya kembali lagi duduk di sampingnya. Dengan gawai di tangannya. Ilyana juga memperhatikan Sisi membuka aplikasi watshaap dan mencari sebuah kontak. Ilyana mendengar Sisi seperti berbicara dengan seseorang.

"Sisi sayang. Ada apa?"

Pertanyaan itu terlontar saat melihat Sisi berjalan setengah berlari menuju pintu utamanya. Hal itu membuat Ilyana mengikuti gerakan putri kecilnya.

Sisi!

Teriak Bunda tegas. Saat mengetahui Sisi membuka pintu kecil pagar. Dan saat bersamaan sebuah motor masuk dan berhenti di halamannya.

*****

Ilyana bermaksud menyusul Sisi ke pantry. Namun langkahnya dihalangi. Sisi meminta dirinya untuk tetap duduk. Ilyana tidak senang pada situasi ini. Terlebih seorang laki-laki datang ke rumahnya. Dan Sisi menyambutnya dengan sangat baik.

"Kenal Sisi di mana?" Tanya Ilyana kepada laki-laki di hadapannya.

"Pertama bertemu di Kota Tua. Kedua, dua hari lalu."

Jawaban itu membuat Ilyana terkejut. Pasalnya Sisi tidak pernah bercerita dengan dirinya. Ilyana berusaha mengingat betul, sepertinya ia pernah melihat laki-laki di hadapannya.

"Saya... "

Kalimat laki-laki itu terhenti saat terdengar suara Sisi memutus percakapan. ILyana melihat Sisi menghidangkan Lemon Tea dan mempersilakan tamu itu untuk minum. Ilyana memang mengenal karakter putrinya yang mudah beradaptasi. Padahal menurut penuturan laki-laki di hadapannya hanya dua kali pertemuan itu.

"Bunda... Om Ali itu yang mengantar Bunda saat hujan lebat."

Mendengar kalimat putrinya, pikiran Ilyana memutar kembali peristiwa kemarin. Dimana dirinya tidak dapat mengendalikan ketakutannya saat berada di hujan lebat. Terlebih suara petir menambah situasi menjadi mencekam. Terpaksa ia menghentikan kendaraannya di tengah jalan. Entah berapa lama ia berada di situasi itu hingga terdengar suara seseorang mengetuk kaca mobilnya. Di saat itulah angina apa yang membuatnya menurunkan kaca mobil itu. Untung saja yang ditemuinya bukan orang jahat. Sungguh Ilyana benar-benar ceroboh.

"Oya, ini buat Sisi dan Bunda." Ucapan itu membuat Ilyana kembali pada realita.

Ilyana melihat laki-laki itu menyerahkan bungkusan kepada putrinya. Binar mata Sisi menyala saat mengetahui apa yang ada di dalam bungkusan. Ilyana melihat sang putri kembali lagi menuju pantry dengan kotak cake di tangannya. Tak berapa lama, Sisi kembali dan bergabung dengan Ilyana.

Kue di tangan Sisi pun tandas. Ilyana tau benar jika itu makanan kesukaan putrinya. Putrinya selalu merequest cake keju saat dirinya pulang kerja. Namun Ilyana memang membatasi Sisi dengan makanan tersebut. Sedangkan dirinya tidak terlalu menyukai cake seperti itu.

*****

Ilyana benar-benar tidak nyaman dalam situasi ini. Untung saja, laki-laki itu sedang sibuk membalas pesan. Ilyana dapat sedikit menarik napas lega.

"Maaf ... " laki-laki itu memasukan gawainya ke dalam jaket denim yang dipakainya seraya menatap dirinya.

"Ehmmm.... Its oke." Kata itu muncul dari bibir tipis Ilyana.

Tak lama Ilyana melihat laki-laki itu bangun dari sofa.

"Saya pamit dulu. Maaf sudah mengganggu istirahat Bunda juga Sisi. Sampaikan salam saya ke Sisi."

Ilyana melihat laki-laki itu menuju area depan rumahnya. Ia pun mengikuti tanpa berkata apa-apa. Ilyana masih mencerna apa yang terjadi saat ini. Bagaimana bisa laki-laki itu datang ke rumahnya.

"Terima kasih atas sudah mengizinkan saya bertamu."

Awwww

Ilyana berteriak seraya memegang kepalanya. Memang sedari tadi konsentrasinya kemana-mana. Ia tidak menyadari laki-laki yang berjalan di hadapannya berbalik arah dan berhenti di hadapannya. Kepala Ilyana membentur dada laki-laki itu.

"Kamu ga apa-apa. Maafkan saya."

Kalimat itu membuat Ilyana menoleh ke sumber suara. Namun yang terlihat hanya dada bidang laki-laki itu. Ilyana tiba-tiba terdiam. Tangan laki-laki itu mengusap keningnya. Degup jantung Ilyana lain dari yang biasanya. Mata Ilyana membeku. Melihat laki-laki di hadapannya. Sementara tangan laki-laki itu masih tetap di tempat semula.

"Bunda.... "

*****

Bersambung

Love (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang