Lima Satu

35 9 0
                                    

Ilyana mulai mengalami insomnia. Kalo diingat hampir dua bulan setengah ia mengalami kesulitan menutup mata. Dulu, ia mudah tidur dimana pun dan kapan pun. Kini ia harus benar-benar lelah baru dapat mengantuk. Itu pun setelah menyemprotkan parfum milik suaminya pada bantal, guling, dan selimutnya.

Tidur melambat namun jam bangunnya tetaplah pagi. Setiap jam lima, Ilyana sudah bangun. Ia pun keluar kamar untuk untuk mengurus keperluan putrinya. Namun ia selalu melihat Mba Narti, ponakan Bi Nah sudah sibuk di pantry. Mba Narti sendiri baru sekitar satu bulan tinggal di rumahnya. Ilyana tidak ingin Bi Nah terlalu capek menginggat usianya tak muda lagi. Usia Mba Narti baru sekitar 35 tahunan. Dia sudah menikah dan suaminya menjadi TKI.

"Mba Narti ... masak apa?"

Ilyana mencium aroma menggiurkan dari arah pantry. Seketika air liurnya mengembang.

"Eh Ibu.... " ujar perempuan berhijab itu.

Di tangan Mba Narti ada ikan peda goreng. Mata Ilyana pun berbinar. Ia segera duduk di kursi makan.

"Oya.... Bi Nah dan Sisi mana?" tanya Ilyana.

"Tadi bilang mau jalan di depan Bu. Mungkin sebentar lagi sampai."

Benar saja, tak lama Ilyana mendengar suara Sisi tertawa bersama Bi Nah.

"Pagi Bunda." Ujar Sisi seraya mencium pipinya.

Sontak saja Ilyana bangun dari duduknya dan menuju wastafel mengeluarkan sesuatu dari dalam perutnya.

"Bunda kenapa?" suara Sisi terdengar.

"Terima kasih Mba... " ujarnya saat menerima air hangat untuk menetralkan perutnya.

"Kamu mandi dulu ya. Bau keringet. Bunda jadi mual." Ujarnya kepada putrinya yang sedari tadi menatapnya iba.

*****

Ilyana yang tengah berganti pakaian tersenyum saat melihat wajah suaminya melalui VC. Terlebih hampir satu bulan mereka tidak bertemu. Ia teringat saat suaminya ke Jakarta bulan lalu. Ilyana mengantarkan Rivali memangkas rambutnya hingga di atas bahu. Namun kini rambut hitam lebat itu menjuntai bahkan jambang, kumis, dan jenggot laki-laki itu semakin menghiasi wajah suaminya.

"Belum jalan, Ay." tanya suaminya saat melihat Ilyana duduk di meja rias.

"Hari ini agak siang ke kantornya." Ujar Ilyana seraya memoles bibirnya dengan pewarna merah tua. Namun...

"Sayang ini jelek ya?"

Ilyana melihat Rivali menggeleng. Bahkan memberikan pujian kepadanya. Bukan hanya itu sang suami pun memajukan bibir merah hingga nyaris mencium layar. Melihat itu ia tertawa.

Gawai miliknya dibiarkan menyender pada kaca besar di meja rias.

"Yang.... Kayak Aku gemukan ya." Ujarnya seraya menatap Rivali yang sedang mengeringkan rambut panjangnya.

"Celana udah pada ga muat. Aku harus diet ya." Ujarnya seraya menggantikan setelan kemeja dan celana panjang dengan blouse terusan.

Ilyana memperhatikan tubuhnya kepada suaminya.

"Oya ... Aku mulai suka makan malam. Masakan Bi Nah seperti nasi goreng, sate, bahkan mie goreng sangat enak. Kamu ga apa-apa Kalo aku jadi gendut karena makan terus?" ujar Ilyana seraya mengambil gawainya.

"Ay.... Kamu seperti apa pun aku akan senang. Kamu menikmati dan bahagia atas yang kamu lakukan. AKu pasti akan ikut bahagia."

Ungkapan dan tatapan suami membuat Ilyana tak dapat menahan rona merah di pipinya.

Tok.... Tokkk

Tak lama pintu kamar terbuka. Nampak Bi Nah memasuki kamar.

"Neng.... Bonan sudah sampai."

"Iya Bi. Sebentar lagi ya." Ujar Ilyana.

"Sayang.... Aku jalan dulu ya. Kamu jangan lupa makan. Love u."

Ilyana melihat suaminya memberikan sun jauh melalui layar gawainya. Dengan cepat ia mematikan percakapan itu. Ia tidak ingin rona merah wajahnya terlihat kembali.

*****

Bersambung

Love (Selesai)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon