Lima Tiga

41 10 0
                                    

Ilyana membuka matanya. Betapa terkejut ia melihat sang suami tengah memeluknya. Ia pun memejamkan matanya kembali untuk mengetahui dirinya tidaklah mimpi. Perlahan dibuka matanya dan mendapati Rivali menatap ke arahnya.

"Kok Kamu di sini?" ucapnya seraya menghirup aroma dari tubuh suaminya.

"Kangen Kamu."

Sontak saja wajah Ilyana memerah. Terlebih mata Rivali memandangnya tanpa berkedip. Ilyana pun menyembunyikannya ke dalam pelukan laki-laki itu. Ia pun merasakan hangat dekapan suami tercintanya. Hingga....

Ilyana merasakan kesulitan menggerakan tangan kanannya. Ia baru menyadari sebuah infusan tergantung di ujung ranjangnya.

"Kenapa tanganku dipasang infusan?"

Pertanyaan dirinya tidak dijawab oleh Rivali. Namun Ilyana melihat tangan itu membelai lembut perutnya yang membesar. Sontak Ilyana berusaha menjauhkan tangan Rivali. Ia tidak ingin sang suami merasakan ukuran tubuhnya yang mulai naik.

"Aku gendut. Ga usah dipegangin.... "

Namun kalimat Ilyana malah membuat sang suami intens menatapnya. Ia merasakan bibir Rivali mengecup lembut kedua matanya... menyentuh kedua pipinya yang seperti bakpao, mengecup ujung hidung miliknya... hingga mencium dengan lembut bibir tipisnya.

Lalu...

Kecupan mendarat kembali pada perut Ilyana. Laki-laki itu mencium berkali-kali. Hingga Ilyana merasakan basah pada kulitnya. Tak lama isakan terdengar dari bibir suaminya.

****

Suasana rumah Ilyana mendadak ramai. Seluruh keluarga Mama Rania datang memberikan ucapan selamat atas kehamilan dirinya. Bukannya hanya itu, Nana dan calon suaminya pun datang. Sontak saja rumah mungilnya yang bertingkat terlihat padat.

Sisi yang terus mengekor pada dirinya tak henti-henti mengelus perutnya. Putrinya bahkan seringkali mengajak calon adiknya berbicara.

"Bun... Nanti Sisi yang rawat ade bayi ya. Nanti Si, kasih semua boneka-boneka."

Ilyana pun mengangguk mendengar antusias putrinya. Ia melihat wajah yang berada di rumahnya tertawa bahagia saat mengetahui dirinya hamil.

"Ay.... Ini susunya. Diminum dulu."

Suara itu membuat Ilyana menoleh. Terlihat senyum suaminya seraya memberikan segelas susu di tangannya.

"Terima kasih Daddy." Ucapnya setelah menghabiskan susu rasa strawberry itu. Parisa ini sengaja dipilih Ilyana. Bahkan ia juga sesekali mencampur irisan segar buah merah itu ke dalam minumannya.

*****

Ilyana memilih berada di kamarnya. Baginya kamarnya adalah tempat yang paling nyaman. Tak lupa ia menempatkan aroma maskulin suaminya ke setiap sudut kamarnya. Bahkan Ilyana sengaja memesan aromatherapy dengan wangi khas parfum Rivali.

Klik

Ia melihat suaminya baru selesai mandi. Dirinya tersenyum saat piyama yang dibelinya kemarin terlihat sesuai dengan tubuh kekar itu.

"Ay.... Air hangat sudah siap. Mandi sekarang ya?"

Ilyana pun mengiyakan ucapan suami dan segera memasuki kamar mandi. Ia menyikat terlebih dahulu giginya. Terlihat dari kaca besar itu. Sang suami terlihat mengikat rambutnya agar tidak basah. Setelah selesai dengan giginya, ia melepaskan kimono handuknya. Dengan hati-hati dan dibantu suami, ia memasuki bathub. Aroma strawberry membuatnya ingin berendam lama.

"Jangan lama-lama ya Bunda. Kalo sudah selesai bilang ya. Jangan turun dulu. Nanti licin."

"Iya Daddy. Terima kasih." Ujar Ilyana saat melihat sang suami berjalan meninggalkan seorang diri.

Mata Ilyana terpejam. Mencoba meresapi ketenangan air beraroma ini. Setelah menjamu keluarga besar suaminya, ia berusaha menyegarkan kembali tubuhnya.

Setelah hampir satu jam, kegiatan mandi pun selesai. Ia melihat sang suami membuka pintu dan berjalan ke arahnya. Handuk yang berada di tangan itu kini melilit tubuhnya.

"Hati-hati Ay... "

Ilyana mengangguk atas sikap suaminya. Mereka pun segera menuju kamar. Terlihat baju tidur terusan sudah ada di ranjangnya. Ilyana sekali lagi menghangat. Perlakuan suami sungguh membuat selalu menjadi perempuan yang paling bahagia.

Ia pun mengambil pakaian itu dan melepaskan handuk yang melilit di tubuhnya. Entahlah hormon kehamilan atau tidak. Dirinya tak canggung lagi berganti pakaian di depan Rivali. Bahkan ia sering meminta suaminya untuk membantu berpakaian.

*****

Ilyana terbangun dari tidurnya. Dikarenakan Tenggorokannya kering. Ia mendapati suaminya itu sedang memeriksa laporan melalui macbook miliknya.

"Kok belum tidur?"

"Sebentar lagi Bun. Ada sedikit revisi." Ucap sang suami seraya tersenyum kepadanya.

Ia pun menggeser tubuhnya dan bermaksud turun dari ranjang. Namun lengan kanannya tertahan.

"Mau ambil apa Ay?"

Ilyana melihat Rivali menatapnya. Macbook di tangannya sudah tidak ada.

"Hausss." Ujarnya.

"Bunda tunggu sini aja."

Kalimat sang suami terucap seraya berjalan menuju luar kamar. Tak lama di tangan itu sudah ada botol minum miliknya. Ilyana pun segera menandaskan hampir pertiga bagian.

"Ga usah di bawah lagi, Yang. Taro sini aja. Kasihan Kamu bolak balik." Ucapnya saat melihat sang suami hendak meletakkan botol itu keluar kamar.

Ilyana pun melihat Rivali berjalan menuju ranjang. Meletakkan botol itu dan memposisikan tubuh di sampingnya. Dengan cepat Ilyana memeluk laki-laki itu. Memasangkan posisi kepalanya persis di bawah ketiak suaminya.

"Sayang.... Hati-hati"

Mendengar itu Ilyana pun tertawa. Pasalnya ia sering lupa jika di dalam perutnya ada janin. Sehingga dengan kencang mendekap dada bidang suaminya.

"Ay, tidur seperti ini aja ya."

Ilyana melihat sang suami meluruskan tubuhnya. Sebenarnya ia tidak senang poisisi tidur terlentang karena tidak dapat puas mencium aroma khas suaminya. Namun ia menyadari jika tetap memaksakan akan berbahaya untuk sang janin.

"Biar Aku yang meluk Kalian."

Terlihat sang suami mengatur jarak hingga ketiak itu persis di atas kepala Ilyana.

"Ehhhmmmm.... " ucapnya seraya menghirup tubuh itu.

Entah sejak kapan Ilyana merasakan 'aroma' itu adalah obat mujarabnya. Bahkan ia dapat dengan mudah terlelap hingga tak sadarkan diri.

Perlahan Ilyana merasa kelopak matanya mulai berat. Terlebih usapan lembut pada perutnya membuat ia benar-benar nyaman.

Bersambung

Love (Selesai)Where stories live. Discover now