30. Sebuah Rencana

77.1K 7.1K 286
                                    

Bismillahirrahmanirrahim

Tarik napas... Buang...
Udah? Kalo udah langsung baca, kwkwkwk.

----


"Zahra!" seru Raja.

Zahra masih diam tak berkutik.

"Zahra!" panggil Raja mulai geram.

Zahra pun masih diam.

Raja menghela nafas. "Sayang..." panggil Raja dengan nada lembut.

"Ha?" kaget Zahra linglung.

Raja berdecak. "Giliran dipanggil sayang aja langsung nyaut," gerutu Raja.

Zahra gelagapan mau menjawab apa. "Eng--enggak, siapa bilang," kilahnya. "Kenapa emang?" tanya Zahra masih tak menyadari.

Raja menghembuskan nafas lelahnya. "Lo mau gini terus sampek gerbang sekolah ditutup? Mikirin apaan sih!"

Zahra pun terlonjak kaget, saat motor Raja sudah berada di halte tempat di mana Raja biasa menurunkannya. Zahra pun bergegas turun dari motor, dengan rasa malunya.

"Maaf kak, aku nggak liat..." ucap Zahra pelan.

"Hm, iya-iya." balasnya. "Emang lo tadi mikirin apaan si? Sampek nggak liat sekitar gitu,"

Zahra tertunduk lelah. "Aku bingung kak, sama Icha. Perasaan aku nggak ada salah sama dia, tapi kenapa Icha jauhin aku. Aku deketin malah pergi sama Sindi." curhat Zahra dengan bibir sedikit dimajukan.

Bibir Raja berkedut menahan senyum, kenapa ia baru menyadari jika Zahra sangat menggemaskan saat cemberut.

"Yah, lo ajak Icha kemana gitu, lo mintak penjelasan baik-baik sama dia," saran Raja.

"Aku udah pernah mintak penjelasan, tapi dia bilang nanti dulu, nunggu dia nenangin diri."

Raja tersenyum melihat tingkah istrinya. "Cobak lagi dong!"

Zahra mengangguk, menyetujui saran Raja.

"Yaudah kalo gitu, aku jalan dulu ya," pamit Zahra. "Assalamualaikum,"

"Wa'alaikumussalam."

----






Saat Zahra melewati pintu perpustakaan, di sana ada Icha yang tengah duduk sambil membaca buku. Zahra bergegas masuk ke dalam lalu menghampiri sahabatnya ini.

"Cha, ikut aku yuk!" ajak Zahra tanpa ragu. Karena ia sudah bertekad menyelesaikan semua ini.

"Ak--aku nggak bisa," tolak Icha terkejut.

"Please... Kali ini aja, Cha," pinta Zahra memelas.

Icha menelan saliva-nya susah payah. "Ya--yaudah." jawabnya gugup.

Zahra tersenyum senang, dirinya segera menarik tangan Icha untuk keluar dari perpustakaan.

Untung saja, tadi di perpustakaan tidak ramai, hanya ada Icha dan seorang perempuan. Jadi, keduanya tidak akan malu jadi pusat perhatian.









Kini mereka telah berada di taman belakang sekolah. Zahra duduk di sebuah bangku putih, Icha juga mengikutinya.

"Mau ngomong apa? Aku sibuk," alibi Icha.

Zahra menoleh pada sahabat satu-satunya ini, menatapnya dengan ekspresi sendu. "Kamu kenapa jauhin aku? Aku ada salah kah? Kalo aku ada salah, kamu bilang, jangan diem aja. Gini kan aku nggak bisa instropeksi diri." jelas Zahra, ingin menumpahkan air matanya.

Karena Hangatmu (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang