26. Ada apa dengan Raja?

82K 8.1K 627
                                    

Bismillahirrahmaniirahim

Eh, kita ketemu lagi braderr °~°

----

Zahra yang baru turun dari taksi itu pun langsung berlari menuju rumah Bunda dan Ayahnya, tentu saja dengan deraian air mata.

Zahra mengetok pintu rumahnya agak keras, berharap langsung mendapat sambutan pelukan hangat dari bundanya.

Karena Zahra benar-benar sudah capek mengatasi semua ini sendiri.

Beberapa menit menunggu, akhirnya wanita paruh baya dengan hijabnya itu membukakan pintu rumah. Tentu saja raut terkejut nampak di wajahnya.

"Loh nak, kamu kenapa?" tanya Karin khawatir.

Zahra masih menangis di pelukan bundanya, ia masih harus menyelesaikan air mata ini sebelum siap bercerita yang sebenarnya.

"Yaudah yaudah, kita ke dalam dulu ya, malu diliatin orang." saran Karin, lalu menuntun anaknya itu masuk ke dalam rumah.

Zahra dan Karin pun sudah duduk di sofa, tapi Zahra dari tadi masih belum mau melepas pelukannya dengan Karin.

"Adek kenapa? Ada masalah?" tanya bunda hati-hati.

Mendengar pertanyaan bundanya itu, Zahra jadi semakin terisak, semakin mengeratkan pelukannya. Seolah takut kehilangan Karin.

"Loh loh, kok makin keras nangis nya?"

Karin menghela napas. "Bunda ambilin minum dulu ya..." pamit Karin, yang langsung mendapat cekalan dari tangan Zahra.

"Jangan tinggalin aku bun..." suara pilu itu muncul di tengah-tengah mereka.

"Zahra capek bun," ucap gadis SMA itu dengan suara serak.

Lalu Karin menatap putri semata wayangnya itu dengan wajah sendu, dari ekspresi putrinya, seolah menegaskan bahwa ia tersiksa selama ini. Padahal selama ini, Zahra mengaku senang setiap Karin atau Ridwan menelfon.

Tangan Karin beranjak membelai wajah putrinya dengan sayang, berusaha menyalurkan kehangatan dan berharap putrinya berhenti menangis.

Ibu mana yang tega ngeliat anaknya nangis?

"Adek kalo ada masalah di mana pun dan kapan pun itu, cerita sama bunda sama ayah ya, itu udah jadi tugas kami dari Allah." ucap Karin lembut dan diakhiri senyuman simpul.

Zahra mendongak menatap mata Karin perlahan, hatinya perlahan membaik mendengar penuturan bundanya.

"Jadi... adek mau minum apa cerita dulu?" tawar Karin pada putrinya ini.

"Minum aja bun," putus Zahra.

Karin mengangguk lalu mengambilkan segelas air di meja makan, dan kembali menghampiri putrinya yang kini tengah menyender di sofa.

"Nih minumnya," ujar Karin sembari menyodorkan air.

Zahra menerimanya, lalu meneguk air itu hingga tandas. "Makasih bun," kata Zahra segan.

Karena Hangatmu (Terbit)Onde as histórias ganham vida. Descobre agora