41. Permintaan

2.9K 727 929
                                    

Tanpa menghiraukan seruan guru BK yang tengah berjaga dimeja piket, Jeka terus melangkahkan tungkainya menuju parkiran sekolah. Pikirannya tentu hanya mengarah pada satu tujuan yaitu; bulan-nya.

"JEKA BERHENTI ATAU BAPAK TAMBAH POINT PELANGGARANNYA!". Teriak Pak Samsul guru BK yang selama ini telah setia memberikan wejangan-wejangan pada pemuda berandal tersebut.

"TAMBAHIN GIH! LUMAYAN NANTI DAPET DOORPRIZE KALAU UDAH SERATUS!!!". Sahut Jeka dengan kurang ajarnya kemudian melengos begitu saja. Pak Samsul membulatkan matanya, Astaghfirullah Pak Samsul hanya berdoa semoga Jeka cepat-cepat lulus.

Seruan Pak Samsul semakin lama semakin tak terdengar, hanya suara deru hujan dan hembusan nafas miliknya yang bersahut-sahutan. Jeka mengumpati dirinya yang hari ini memilih mengendarai mobil kesekolah. Bakal lama karena kejebak macet, orang hujan gini. Mata pemuda itu berpendar menatap kendaraan-kendaraan disekitarnya.

"Kali ini kecerobohan Jimi menguntungkan gue". Gumam pemuda itu yang langsung saja naik keatas motor Jimi siap mengendarai-nya. Jimi memang kerap ceroboh seperti itu, meninggalkan kunci motor yang masih tertancap di motornya. Tanpa menunggu lama, Jeka langsung menancap gas menuju rumah sakit tanpa mengenakan jas hujan. Beruntung tadi pagi Unaya sempat memberitahu letak rumah sakit yang hendak gadis itu datangi.

Biar saja ia basah, ia bahkan tak peduli jika setelah ini sakit. Toh kesakitan Unaya kesakitannya juga.

Jangan ragukan kemampuan Jeka dalam mengendarai motor, pemuda itu menyalip sana-sini tak peduli diumpati pengendara lain. Bahkan sampai nekat menerobos lampu merah, katakanlah Jeka terlalu kalut hanya karena satu orang; sudah dibilang bulan-nya.

Sekitar duapuluh menit perjalan yang ia tempuh, pemuda itu langsung memarkirkan motornya asal dan berlari kencang masuk kedalam gedung rumah sakit. Tak peduli ditatap aneh oleh orang-orang yang berada disana lantaran bajunya basah kuyup, Jeka langsung menuju meja receptionis.

"Misi, Unaya dirawat di ruang mana ya?". Tanya Jeka tanpa basa-basi. Receptionis yang berjaga sedikit salah fokus dengan wajah Jeka yang begitu tampan, sampai-sampai tangannya gemetaran saat mengutak-atik komputer mencari nama Unaya Salsabila.

"Mbak bisa cepetan dikit gak?!". Tanya Jeka tidak sabar.

"I-iya, nama Unaya Salsabila banyak Mas. Yang Mas maksud itu Unaya Salsabila yang mana?". Tanya receptionis tersebut yang membuat Jeka berdecak sebal. Pemuda itu ikut memperhatikan layar komputer dan matanya mencari nama Unaya yang ia maksud.

"Ruang Melati nomor satu. Oke Thanks". Setelah mendapatkan informasi yang ia mau, Jeka bergegas mencari ruang Melati tanpa bertanya lebih lanjut pada Mbak receptionis lantaran menyadari jika sedari tadi ia dijadikan bahan pikiran kotor. Susah memang jadi cowok ganteng, selalu menjadi sumber dosa. Padahal bukan dia yang mau wkwk.

"Ya Allah, gantengnya. Lihat gak tadi otot lengannya? Astaga pikiranku". Kata Mbak receptionis mulai ribut.

"Huss! Fokus! Fokus!". Kata temannya memperingati.

Setelah sejenak mengamati denah rumah sakit, Jeka langsung menuju ruang rawat Unaya. Pemuda itu bukanlah orang bodoh yang akan tersesat didalam rumah sakit, ia bahkan langsung menemukan ruang Melati. Tanpa pikir panjang Jeka langsung membuka pintu ruangan dan menatap Unaya yang terkejut sekali melihat kedatangannya.

"Jeka?". Gumam Unaya dengan mata membulat, gadis itu baru saja bangun tidur. Kata dokter sementara ini ia harus dirawat dulu karena sedang dalam masa pengamatan. Jika sudah dirasa keadaannya baik-baik saja, maka ia diijinkan pulang.

Jeka tidak menjawab, pemuda itu bergerak mendekati ranjang Unaya. Menarik sebelah tangan gadis itu dan langsung memeluk dengan tubuh basahnya.

"Mana yang sakit? Bilang sini! Biar aku rasain juga". Bisik Jeka. Unaya mengulum senyum tipis, meski ia sedih sekali tapi tidak mau menunjukannya pada Jeka. Gadis itu membalas pelukan Jeka dan mengusap punggung tegap pemuda itu.

Bangsat Boys (Book 1&2)✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang