23. Terciduk

492 115 98
                                    

Irene mengaduk minuman yang ia pesan sambil menatap hampa kearah jendela cafe. Keputusannya sudah tepat kan? Ia tidak berlebihan kan? Jujur ia sebenarnya tidak mau meninggalkan Suryo, tapi batas kesabarannya sudah habis. Anak-anaknya juga sudah besar, mereka pasti memahami posisinya saat ini. Tidak ada yang akan terluka karena perpisahan ini. Tidak ada alasan untuk terus bertahan, biarlah Suryo intropeksi diri.

"Mama udah pikirin ini mateng-mateng? Keputusan Mama bukan karena emosi sesaat kan?". Tanya Helena yang dengan setia menemani Mamanya sejak tigapuluh menit yang lalu. Wanita itu jadi orang pertama yang mengetahui rencana perpisahan Mama dan Papanya.

"Keputusan Mama udah final, Len. Mama kasihan sama Anak-anak. Papa kamu tuh egois banget, gak pernah dengerin pendapat kita. Buat apa Mama terus dampingin Papa kamu kalau gak dianggap? Dan puncaknya soal Unaya yang dijadiin jaminan hutang. Udah gila orang itu". Ujar Irene emosional. Helena menggenggam tangan Mamanya lembut. Wanita itu tidak melarang kok kalau Mamanya mau cerai, toh kebahagiaan Irene yang utama baginya.

"Helen dukung semua keputusan Mama. Yang paling penting Mama jangan banyak pikiran, Helen gak mau Mama sakit. Terus rencana Mama kedepannya gimana? Mama udah cerita sama Una soal ini?". Irene tersenyum kecil kearah Helena. Putrinya memang yang paling bisa membuatnya tenang. Beginilah sifat asli Helena, wanita itu lembut dan pengertian. Tidak seperti Helena yang dulu, seperti monster.

"Mama mau balik ke Jakarta, mau urus perceraian. Soal Una nanti Mama coba hubungi dia. Gak apa-apa kan ya Len Mama cerita semuanya ke dia? Kalau dia benci sama Papanya gimana?". Jujur Irene ragu hendak menceritakan kebusukan Suryo pada Unaya. Ia tidak mau membuat hubungan ayah dan anak itu renggang. Tapi kalau tidak diceritakan, Suryo akan semakin nekat dan tanpa ragu memanfaatkan Unaya terus menerus.

"Ma, Una perlu tahu bahkan Jeni. Gak mungkin juga Una benci sama Papa. Ini masalah serius Ma, kasihan Una". Sahut Helena. Jujur Helena pun tidak menyangka kalau Suryo bisa setega itu demi uang. Ia mengelus perutnya yang membuncit, apa dunia bisnis sekejam itu? Semoga anaknya tidak menjadi korban kekejaman dunia bisnis.

"Mama juga mikir gitu, Len. Ya nanti Mama coba pikirkan kata-kata yang pas buat ceritain masalah ini ke Unaya". Kata Irene kemudian. Ya, ia harus jujur pada Unaya. Entah bagaimana reaksinya nanti, yang jelas Unaya perlu tahu karena gadis itu terlibat.

***

Para gadis kelompok satu berdiam diri di kamar karena kegiatan hari ini sudah selesai. Sekarang jam menunjukan pukul delapan malam. Udara di puncak begitu dingin, tapi rasanya lebih damai tidak seperti di kota yang sumpek. Sedari tadi Zara ngoceh panjang lebar dan curcol soal Jeka. Unaya baru tahu kalau Zara dulu pernah ditolak mentah-mentah oleh Jeka. Gadis itu kadang terbahak karena ekspresi yang ditunjukan Zara. Sementara itu Jihan si anak rajin sedang membaca buku dengan telinga disumpal earphone. Bebi si gadis tomboy sedang asyik dengan samsak tinjunya.

"Lo kan udah punya Angga, mau dikemanain tuh anak?". Tanya Unaya sambil geleng-geleng kepala.

"Gue tuh udah putus sama Angga selama tiga hari kedepan Kak. Buat lo juga boleh, gratis deh". Sahut Zara enteng.

"Hah?". Unaya kaget dong, ada gitu putus tiga hari. Dasar bocah!

"Ya begitulah. Ah.. udah lupain soal Angga. Menurut Kakak kalau gue PDKT ke Kak Jeka lagi, apa dia bakal luluh? Secara gue udah banyak berubah kan Kak?". Tanya Zara sambil berpose imut didepan Unaya.

 Tanya Zara sambil berpose imut didepan Unaya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Bangsat Boys (Book 1&2)✔️Where stories live. Discover now