○40○Terima Kasih

1.3K 94 7
                                    

× nikmatilah, kau sudah berjuang cukup keras untuk itu ×

******
Kata orang jika hidup dengan damai dan tak memiliki musuh itu membuat hidup jadi tenang. Dan itu memang benar bukan? Semua orang tidak bisa merasa tenang kalau ada saja orang yang selalu mengusik. Jadi jangan biarkan siapapun mengusik kalian cobalah untuk meminta maaf terlebih dahulu jika masalahnya masih bisa di selesaikan bakk-baik.

Seperti sekarang. Adiba sangat senang mengenal Bintang. Mungkin beberapa hari yang lalu ia merutuk dan mencak-mencak tak jelas karena gadis itu tetapi sekarang Adiba lebih mengenal sosok Bintang. Memang ia salah.

Mengenal Bintang cukup jauh selama sebulan penuh membuat Adiba jadi tahu dan mengerti bagaimana jika Adiba berada di posisi Bintang. Bintang sangat mencintai Akbar dan Adiba tahu rasanya bagaimana jika orang yang kamu sukai dekat dengan orang lain. Tetapi yang salahnya adalah Bintang tidak menanyakan hal itu baik-baik.

Baiklah skip.

Adiba tengah terkekeh sambil menatap pesan yang masuk ke dalam ponselnya. Pesan itu berasal dari Bintang yang menggunakan nomor Akbar. Bintang bilang dia rindu dengan Adiba jadi menyuruh Adiba untuk datang ke rumah sakit sehabis sekolah hari ini. Adiba tidak menolak. Dia akui dia juga rindu bercanda bersama Bintang.

"Tar nanti lo pulang sama kak Bim ya?" tanya Adiba pada Tari yang tengah menggeleng-gelengkan kepalanya mengikuti alunan musik dj yang ia putar.

"Hu'um"

"Yah..." ucap Adiba.

Harus naik angkot lagi dong? Batin Adiba.

"Kenapa? Lo mau ke rumah sakit?" tanya Tari yang di balas anggukan oleh Adiba.

"Sama Bromo aja. Dia kan ngelewatin rumah sakit kalo pulang," ucap Tari.

"Bromo?"

"Ck. Brama," koreksi Tari.

"Sejak kapan dia motong kambing buat ganti nama?" tanya Adiba membuat Tari mendengus.

"Sejak dia jadi musuh gue," jawab Tari.

Adiba terkekeh, "Tapi apa mau kak Brama nebengin gue," tanya Adiba.

"Tenang! Kalo gamau gue yang maksa biar mau," ucap Tari, "Ayo balik."

Adiba mengangguk lalu membereskan buku yang ada di mejanya. Seperti biasa Bima dan Brama sudah sampai terlebih dahulu di parkiran sambil duduk di atas motor mereka masing-masing.

"Yah kak Brama bawa motor yang itu. Gamau ah gajadi nebeng," ucap Adiba saat melihat Brama duduk di atas motor besar berwarna hitam putih.

"Lah? Apa?" ucap Tari.

"Gue kira tuh kak Brama bawa motor beat nya tapi malah bawa Rlimabelas gila apa," oceh Adiba.

"Ya serah dia lah bego," ucap Tari lalu mendekat ke arah Bima dan Brama.

"Tumben Adiba lewat sini," ucap Bima.

"Oh. Kak Bromo mau kan nebengin dia sampe rumah sakit?" ucap Tari pada Brama membuat Brama menatap Tari sinis.

"Cobalah! Nama gue bagus-bagus gausah di jelek-jelekin," ucap Brama tak terima.

"Kan bagus," ucap Tari.

"Bagus palalo!"

"Ya maap dong. Mau ya?" ucap Tari membuat Brama mendecih lalu mengiyakan saat melihat Adiba tengah menatapnya.

"Makasih ganteng," ucap Tari lalu naik ke atas motor Bima.

"Nyenye," balas Brama sambil melihat ke arah Tari malas.

Zero O'clock (Completed✔)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon