○33○Hilang

962 75 9
                                    

× aku tidak bisa membebaskan diriku sendiri dari kebohongan ini ×

******
"Maaf ya Adiba kakak enggak bisa ngasih tau kamu jawabannya. Ini juga soal perasaan Akbar dan mungkin memang kamu harus nanya sendiri sama dia"

Kalimat itu terus terngiang-ngiang dan seolah terus berbisik pada telinga. Kalimat yang menandakan kalau perempuan ini harus bertanya sendiri untuk mendapatkan jawabannya tetapi itu tidaklah mungkin. Ia tidak seberani itu.

Seorang perempuan yang kini tengah duduk di bangku dekat lapangan seperti biasanya tetapi ada satu hal yang hilang dari pandangannya yaitu tidak adanya seorang lelaki yang duduk di seberang bangku sana. Selama berhari-hari Adiba hanya memperhatikan Akbar dari kejauhan padahal rasanya baru kemarin ia melihat pria itu tertawa dan mengucapkan obrolan-obrolan yang menyebalkan.

Adiba menghela nafasnya pelan. Satu minggu itu bukanlah hal yang sebentar untuk menerima keadaan yang sepertinya Adiba tidak akan mendapatkan jawabannya.

Dan hal paling mengejutkan adalah setelah lima hari kepergian Akbar dari karyawisata lebih tepatnya saat sudah mulai masuk sekolah kembali. Berita tentang seorang perempuan yang di drop out dari sekolah  benar-benar membuat Adiba tercengang dan merasa ada yang aneh disini.

Nada. Wanita itu diumumkan di mading sekolah bahwa ia telah di keluarkan padahal sepertinya ia adalah murid yang baik jika berhadapan dengan guru-guru di sekolah. Apa masalahnya?

"Enggak bosen disini terus lo," ucap Tari yang baru saja datang dengan kripik kentang dan duduk di sebelah kanan Adiba.

"Gue bener-bener penasaran dan gue kayaknya memang harus nanya sama dia," balas Adiba tidak singkron dengan pertanyaan Tari.

Tari mengerenyit lalu menganggukkan kepalanya, "Iya lo memang harus nanya sama dia. Kalau gue dapet informasi juga udah gue kasih tau lo Dib tapi kak Bim enggak pernah mau bahas ini," ucap Tari.

"Iya,"

"Kayaknya ini masalah besar karena selama beberapa tahun yang gue tahu kak Akbar enggak pernah kayak gini. Karena orang yang sadar itu kak Akbar malah sedikit berubah lo tahu?" tambahnya membuat Adiba menggeleng.

"Berubah apanya?"

"Gue kalo ketemu sama dia. Dia enggak pernah mau ngomong dan bahkan ekspresinya lebih datar dari sebelum-sebelumnya. Gue takut itu anak kesurupan karena sering ngelamun," ucap Tari sambil terus mengunyah.

"Lo gaada nanya sama dia kenapa?" tanya Adiba yang di balas gelengan oleh Tari.

Adiba menghela nafasnya. Memang rasanya aneh Adiba menjauhi Akbar seperti ini dan merasa sedih padahal mereka tidak memiliki hubungan apapun bahkan dikatakan dekat pun tidak terlalu bukan? Tapi masalahnya Adiba benar-benar telah jatuh pada pria itu dan ia menginginkan jawaban yang bisa membuatnya yakin kalau ia harus mundur.

Beberapa hari ini Adiba tidak pernah mau menemui Akbar dan Akbar pun tidak mencarinya. Cerita dan canda tawa bagaikan lenyap begitu saja saat pulangnya Akbar malam itu dan itu benar-benar membuat Adiba merasa ada yang mengganjal pada dirinya.

"Apa gue tanya sekarang aja sama kak Akbar? Sibuk enggak ya dia gue takut ganggu," kata Adiba sambil menggigit bawah bibirnya.

"Coba aja sekarang sekalian gue mau ketemu kak Bim," ucap Tari membuat Adiba mendatarkan wajahnya.

Kedua wanita itu berjalan melewati beberapa kelas kakak tingkat mereka. Adiba tak henti-hentinya mencoba menetralkan perasaannya yang akan mengajak Akbar berbicara sedangkan Tari malah sibuk dengan kaca dan lipbalm nya tanpa memperhatikan jalanan yang ia pijak lagi.

Zero O'clock (Completed✔)Where stories live. Discover now