○28○Moon Or Star?

868 79 8
                                    

× jangan usai, ceritanya masih panjang ×

******
"Bisa jangan buat gue ngerasa bakal kehilangan orang untuk ketiga kalinya?"

Nafas Adiba seketika tercekat, Akbar benar-benar terlihat marah padanya padahal Adiba bisa pulang sendiri ke hotel setelah hujan ini reda tetapi kenapa?

"Ah maaf, jangan ambil hati kata-kata gue tadi" Lanjut Akbar sambil menepuk jidatnya membuat Adiba benar-benar terjatuh sekarang.

"Kak gue-"

"Diem, suara lo sedikit lagi ilang" Potong Akbar membuat Adiba menelan salivanya, tatapan datar yang Akbar berikan padanya itu malah membuat Adiba semakin tak bisa mengontrol rasa yang diberikan tubuhnya.

Pria itu sekarang tengah memberi pesan pada temannya agar tidak mengkhawatirkan mereka berdua, Adiba melihat dia sudah mulai mengigil sekarang dan itu membuat Adiba benar-benar merasa khawatir tetapi sebagian hatinya juga merasa senang karena Akbar masih perduli dan mau bicara padanya, Banyaknya orang yang ikut meneduh membuat tempat itu semakin sempit dan Adiba mulai terhimpit oleh orang-orang yang bertubuh lebih besar darinya, orang-orang itu benar-benar tidak menghiraukan pekikan Adiba karena kakinya terinjak-injak, yaampun seenaknya sekali!

Jika saja suara wanita ini tidak habis dan tenggorokannya tidak sakit sudah pasti ia berteriak tepat di telinga pria besar di depannya itu, sungguh Adiba tak berhenti merutuk karena hal itu, Hujan pun semakin turun dengan deras membuat Adiba seakan-akan tidak bisa mendengar apapun di sekelilingnya selain suara hujan yang menghantam tanah.

"Pak kakinya" Ucap Adiba tetapi suaranya berhasil di kalahkan oleh hujan

Ah benar-benar, sepatu Adiba sudah kotor sejak pria besar itu ada di depannya huh! Entah berapa kali Adiba berteriak dan menggerang sambil menarik kakinya agar tidak di injak tetapi lagi-lagi diinjak, apa mau orang ini sebenarnya.

Akbar melirik wanita yang ada di samping nya itu, wajah wanita itu sudah kesal setengah mati apa lagi ia kesusahan untuk menutupi kameranya agar tidak basah dan sedari tadi wanita itu selalu bergeser dan bergerak tak nyaman, Akbar mendecak ia tak suka melakukan ini tetapi hatinya malah menyuruh kerja otaknya untuk merangkul Adiba dan menukar posisi mereka agar Adiba menjauh dan berdiri di tempat Akbar tadi.

Adiba tersentak saat merasakan lengan panjang Akbar bertengger di belakang bahunya, rasanya tiba-tiba ada puluhan kupu-kupu yang terbang dalam perutnya, Pria itu tak melepaskan rangkulannya dan malah diam acuh terhadap tatapan bingung Adiba, Adiba bisa merasakan dingin meresap ke bahunya karena jaket Akbar yang basah.

"Pak bisa agak majuan atau geser sedikit? Dari tadi kaki saya keinjak sama bapak" Ucap Akbar membuat pria di depan Adiba tadi menengok kebelakang melirik Akbar lalu memutar bola matanya

"Maaf saya enggak sengaja" Balasnya dengan nada kesal membuat Adiba ingin mencakar wajah pria itu karena jawabannya yang tidak ramah padahal ia yang bersalah

"K-kak" Panggil Adiba pelan lalu pria itu dengan cepat menolehkan wajahnya membuat Adiba malah kelabakan

"Ah anu eh? Maksudnya itu-"

"Apa"

"Boleh tolong pegangin kamera Adiba? Pegel rasanya" Ucap Adiba serak membuat Akbar mendengus lalu mengambil alih kamera di tangan wanita itu tanpa melepas rangkulannya

"Dingin?" Tanya Akbar sambil menatap Adiba hangat

Adiba hanya mengangguk, suaranya yang serak dan hampir hilang itu rasanya sudah hilang sekarang hanya untuk membalas ucapan Akbar.

"Kenapa enggak bawa jaket" Tanya Akbar sedikit mendekatkan kepalanya agar Adiba bisa mendengarnya

"Lupa" Jawab Adiba, konyol sekali bagaimana bisa suhu dingin seperti ini lupa memakai jaket.

Zero O'clock (Completed✔)Where stories live. Discover now