enam puluh enam : Adik buat Abin

1.3K 114 13
                                    

"Masak apa, Tar?" tanya Raka sembari menggaruk belakang kepalanya.

Tara menatap Raka jijik. "Mandi dulu sana! Kebiasaan banget datang ke dapur gak ada seger-segernya!" Hari kelima mereka menjadi suami istri, semuanya berjalan seperti hari-hari sebelum mereka menikah. Pagi-pagi sekali Tara membuat sarapan dan memandikan Sabrina, sementara pria itu bersiap untuk ke kantor. Namun, satu hal yang tidak Tara tahu, Raka mandi lebih dulu sebelum wanita itu datang tiap pagi, takutnya Tara ilfeel katanya.

Dan saat Tara bertanya, "Terus sekarang lo nggak takut gue ilfeel ngelihat lo buluk gini?"

Raka justru tertawa kencang. "Tar, bahkan kita udah lihat iler masing-masing, lho, pas bangun tidur. Morning kiss nggak mandang bau jigong."

Sialan memang Raka.

Tapi mereka tidak pernah melakukan itu. Di hari kedua pernikahan mereka, Tara bangun lebih dulu dan menyiapkan sarapan juga membersihkan apartemen Raka. Semua barang-barang Tara di unitnya sudah dipindahkan ke rumah mereka di kawasan PIK dan sejak tiga hari lalu unit Tara sudah kosong bertepatan dengan masa sewanya yang sudah habis. Baru kemarin malam mereka resmi pindah ke rumah Raka.

"Ka, mandi sana!"

Mengabaikan omelan Tara, Raka memeluk istrinya dari belakang saat wanita itu sedang mengaduk sayur di atas kompor.

"Ka! Lepasin! Mulut lo bau jigong!"

"Gue udah sikat gigi, Sayang." Raka mencium bahu Tara yang dilapisi kaos rumahan.

"Ya udah mandi dulu, jangan cuma sikat gigi. Malu sama Abin." Tara menunjuk bayi besar di atas high chair yang tengah menatap keduanya dengan mata berbinar.

"Morning, Abin Sayang!"

"Piiip!" Abin merentangkan tangannya pada Raka. "Papiiip!"

Sebelum Raka mendekati Abin dan menciumi wangi minyak bayi yang melekat di baju balita itu, Tara lebih dulu menarik lengan suaminya lalu menjauhkannya dari jangkauan Abin. "Abin gak terima orang bau!"

"Tapi mamimnya Abin terima 'kan?" Raka menaik-turunkan alisnya.

Tara membalikan tubuhnya, kemudian menuangkan sayur dalam panci ke mangkuk tanpa menghiraukan Raka.

"Gak usah malu gitu sih, bilang aja 'iya', gue juga nerima kok."

"Papip kalau belum mandi nggak akan dikasih sarapan ya, Bin!" ujar Tara pada Sabrina.

"Hum!" Sabrina mengangguk.

"Kalian jahat banget sama papip. Awas aja ya, nggak akan papip kasih uang jajan," gumam Raka dengan dramatis.

"Ya udah nggak usah makan di rumah," sahut Tara.

"Bercanda, sayang." Raka kembali memeluk perut istrinya dengan erat. "Mana mungkin aku melewatkan makan makanan buatan istriku yang cantik ini," ucapnya sembari menciumi bahu Tara.

Tara menggigit bibir bawahnya menahan senyum. "Kenapa halus banget sih ngomongnya?"

"Nggak ada alasan untuk nggak memuji 'kan?" Raka bertanya balik. sekarang mereka saling berhadapan. "Lidah buaya gue masih berfungsi."

Ada dengkusan kasar mendengar penuturan itu dari Raka. Namun, Tara mengangguk. "Bersihin dulu lidah buayanya sana, jangan cuma lidah tapi semua badannya juga!"

"Pengin dimandiin," rengek Raka.

"Malu sama Abin, tuh! Dia tadi malah pengin mandi sendiri."

"Dih, namanya juga anak-anak pengin nyoba hal baru."

TARAKA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang