enam puluh dua : Berakhir

993 124 5
                                    

Setelah memasukan barang-barangnya ke dalam kotak, Tara menyapukan pandangan ke seisi ruangan. Ruangan yang lumayan luas itu telah menjadi tempat keluh kesahnya sejak pertama kali ia tinggal di Jakarta dan direkrut oleh Sarah sebagai designer. Dinding itu menjadi saksi bisu bagaimana ia dari pagi sampai malam duduk di sana mengerjakan pekerjaan hingga lupa waktu. Saksi bagaimana ia menelepon Karina dan mengatakan Sarah benar-benar kejam memperlakukannya di saat awal-awal ia bekerja.

Dan hari ini terakhir ia datang ke mari sebagai keryawan, daerah kekuasaannya yang akan digantikan oleh orang lain. Ada perasaan sedih mengingat semua perjuangannya berawal dari sini. Meninggalkan semua yang sudah ia anggap sebagai rumah di kala masalah terus menimpanya.

Kemudian tatapannya beralih pada Amiya dan Silvia yang sejak tadi memperhatikannya. "Kalian jangan sedih gitu, dong."

Silvia mendekat, lalu memeluk Tara diikuti Amiya. "Makasih untuk beberapa tahun ini, mbak."

"Kita punya banyak ilmu dari mbak Tara."

"Sama-sama." Tara balas memeluk mereka. "Designer baru akan datang abis makan siang kata mbak Sarah. Semoga cepat akrab, ya."

"Semoga aja nggak galak kayak Bu Sarah," ujar Silvia yang membuat Tara terkekeh.

"Mbak Sarah itu tegas. Kalau ada yang salah ya dia marahin. Kalau hasil kerja kitanya bagus ya pasti dia bakal kasih bonus. Pintar-pintar kita aja ngambil hatinya."

Amiya lebih dulu melepas pelukan mereka. "Kok mbak Tara bisa temanan sama Bu Sarah?"

Tara melepas tawanya. "Kita nggak bisa disebut teman juga, sih. Dia anaknya teman papa saya. Sejak kecil kita udah sering ketemu, saya banyak tahu baik-buruknya dia. Saya menganggap mbak Sarah seperti kakak sendiri, sebagai panutan."

Kedua wanita itu mengernyit heran.

"Aku nggak tahu sifatnya mbak Sarah kayak gimana selain dia sering marah-marah," ucap Silvia.

"Iya! Selama dua tahun kerja di sini, aku jarang banget lihat Bu Sarah senyum." Amiya mengangguk.

Sebelum Silvia kembali menyahut, Tara lebih dulu menepuk bahu mereka. "Jangan gitu, nanti mbak Sarah dengar kalian kena omel. Ingat, kita digaji sama dia. Jangan kebanyakan ngomongin orang, fokus sama kerjaan kalian aja."

Setelah itu, Tara keluar dari ruangannya. Karyawan yang lain sibuk dengan pekerjaannya saat Raka membuka pintu. Kursi mereka sontak berbalik ke arahnya.

"Buat teman-teman semua, makasih banyak ya untuk lima tahun ini. Gue sangat senang bisa bergabung di Serafin Beauty sama kalian. Banyak pelajaran yang bisa diambil. Maaf kalau selama ini tanpa gue sadari, gue bersikap menyebalkan dan acuh. Ketika gue bergabung di sini dengan cara yang baik, maka hari ini gue resign dengan cara yang baik pula."

Mereka langsung berhambur ke pelukan Tara. Wanita itu memeluk kotak barang-barangnya dengan kesusahan saat mereka menyerbunya. Ucapan terima kasih dan maaf beberapa kali ia dengar.

Tersisa Sarah yang berdiri di ambang pintu ruangannya memerhatikan Tara sejak tadi. Wanita yang selama ini banyak membantunya selama tinggal di Jakarta.

Tara melangkah mendekati Sarah. "Makasih, Mbak." Ia memeluk Sarah.

"Makasih juga, Tar. Semoga dengan pilihan ini bisa bikin lo jadi lebih baik lagi. Gue selalu support." Sarah balas memeluknya.

Setelah Sarah melepas pelukannya, Tara membagikan surat undangan pernikahannya untuk semua karyawan, termasuk untuk pegawai kasir di bawah.

"Makasih, Tar. Kita pasti datang kok!"

"Acaranya di Bogor, ya? Asik sekalian liburan!"

"Biaya nginepnya ditanggung Bu Sarah, ya?"

"Heh! Enak aja!"

TARAKA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang