Lima puluh satu : Sama-sama

938 134 9
                                    

Raka masih memakai handuknya sepinggang saat bel unitnya berbunyi pagi ini. Ia mematikan kompor, lalu membuka pintu.

"Pagi?" Tara berdiri di depan unitnya dengan canggung melihat Raka dengan keadaan shirtless.

Raka mengerjap. "Ah, masuk, Tar."

Tara masuk lebih dulu, membawa nampan berisikan masakannya di pantri. Ia membiarkan Raka pamit menuju kamar.

Moli masih tidur di atas sofa single di sudut ruangan karena udara yang dingin pagi ini. Ia juga tidak mendengar suara Sabrina. Apa anak itu masih tidur?

Tara sembari menunggu Raka, ia menelisik ke penjuru ruangan. Banyak barang-barang yang tergeletak sembarangan seperti beberapa buku—entah apa isi Tara tidak tahu—mainan Sabrina, baju Raka yang tersampir di bahu sofa, juga beberapa kaus kaki bayi yang menggulung di atas karpet. Betulan seperti pria yang sibuk mengurusi anaknya dan ditinggal oleh sang istri.

Ia akhirnya mengerti kenapa Kiera keukeuh ingin Raka menyewa baby sitter. Pria itu sudah terlalu repot mengurusi hidupnya sendiri, bahkan Moli pun sering kali ia abaikan.

"Sorry, Tar, gue belum sempat beresin," ucap Raka dengan pakaian yang sudah melekat di tubuhnya. Kemeja biru cerah yang dilipat hingga siku, dan celana bahan hitamnya membuat Raka seperti sugar daddy karena menggendong Sabrina yang sudah mandi dengan rambut yang masih basah. Pria itu bergabung bersama Tara, mendudukkan Sabrina di high chair.

"Gue bikin soto ayam," ujar Tara yang melihat Raka tampak sibuk menuangkan bubur buatannya ke dalam mangkuk kecil.

"Thank you. Lo nggak perlu repot-repot masak," katanya membelakangi Tara. "Ayo kita sarapan, Bin!" Raka membalikan tubuhnya dan tersenyum pada Sabrina.

Balita itu melonjak kesenangan, matanya berbinar cerah. "Mamam! Mamam!"

"Biar gue yang suapin, lo sarapan aja." Tara mengambil alih mangkuk itu, lalu menghampiri Sabrina. "Hai, Bin! Mari kita sarapan!"

"Mamim?" Wajah bingung Sabrina membuat Tara tertawa.

"Sarapan dulu, ya."

"Mamim?"

"Iya, Sayang." Tara mengangguk. "Buka dulu yuk, mulutnya.... Aaa...."

Sabrina bertepuk tangan. "Mamim!"

Pemandangan pagi yang indah membuat senyum di wajah pria itu mengembang sempurna. Semalam bukanlah mimpi belaka.

Raka segera menikmati sarapannya, ia harus membereskan kekacauan rumahnya sebelum Tara ilfeel dan berpikir kalau ia telah berubah menjadi pria jorok yang menyukai kotoran di mana-mana.

Tara menggendong Sabrina dan membawanya ke sofa, bermain di sana saat makanannya habis tak tersisa. "Sabrina makannya banyak juga ya, Ka?" tanyanya sembari menoleh pada Raka yang tengah mencuci piring.

"Gitu deh, gue cukup senang karena dia nggak susah makan, Tar," jawabnya.

Raka mulai merapihkan barang-barangnya, buku-buku disimpan di rak TV, mainan Sabrina ia masukan ke dalam box berisikan mainan yang lainnya. Bajunya ia masukan ke dalam keranjang cucian bersama kaus kaki Sabrina. Hal itu tak luput dari perhatian Tara.

"Lo selalu kayak gini? Setiap hari?"

Raka menggeleng. "Kalau gue lagi sempat aja. Beberapa hari ini kerjaan lagi banyak, nggak sempat beresin." Ia masuk ke kamar, kemudian keluar lagi dengan membawa tas kerjanya.

"Kenapa nggak ikutin saran mami buat sewa baby sitter?"

"Gue nggak percaya orang lain bisa jagain Sabrina dan masuk ke sini," akunya.

TARAKA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang