lima puluh tujuh : Waktu

877 108 5
                                    

"Tara cinta sama lo, ya emang benar. Kalau nggak, dia nggak akan ngasih kesempatan kedua," ucap Nando setelah mendengar cerita temannya. Kebetulan Nando ada pekerjaan di daerah Menteng, ia akhirnya menyambangi apartemen Raka karena pria itu merengek minta diberi solusi.

"Gue berusaha buat ngertiin dia, Ndo."

Nando berdecak. "Gue tanya deh, setelah Tara nggak setuju, apa lo tanya alasan dia?"

Raka terdiam.

"Gue nggak membela Tara, tapi coba kalian omongin lagi. Masalah kalian itu dari dulu kurang komunikasi. Nggak jujur tentang perasaan satu sama lain. Gue tahu lo mau membuat Tara merasa nyaman tapi lo juga harus jujur tentang ketidaknyamanan lo," ucap Nando. "Lo bilang dia susah banget buat terbuka sama orang lain, lo tanya pelan-pelan, apa alasan dia nggak setuju."

"Gue nggak mau bikin Tara merasa tertekan."

"Dan membiarkan lo tertekan dengan masalah lo sendiri? Lo bilang kakek Dirga juga udah nggak sabar banget mau kalian menikah secepatnya." Nando menggeleng pelan. "Ayolah, Ka, jangan kayak gini kalau hubungan kalian mau berhasil."

"Jadi gue harus ketemu Tara dulu?"

"Emang tadi kalian nggak pulang bareng?"

"Tara ada kerjaan, gue pulang duluan sama Sabrina," jawab Raka.

"Beneran kerjaan? Bukan karena dia lagi mikirin caranya putus?"

"Anjing," umpat Raka. Ia berdiri dari sofa. "Gue titip Sabrina."

"Mau ke mana?"

"Butik."

"Jangan lama. Gue juga besok kerja."

"Itungan banget lo sama teman," dengkus Raka.

"Rumah gue di BSD ya, Nyet!"

Raka tertawa. Ia menggumamkan kata terima kasih sebelum keluar dari unitnya.

🍩

Tara baru saja keluar dari Serafin Beauty saat mobil Raka berhenti di depan butik itu. Terlihat dari raut wanita itu kalau Tara tidak menduga Raka akan datang menjemputnya. Pesan Tara hanya di balas 'oke' oleh Raka sore tadi. Tidak ada pertanyaan kapan pulang atau menawarkan jemputan.

Kaca mobil pria itu dibuka, Raka menatapnya dengan senyum lebar seperti biasanya. Apa mungkin pria itu sudah tidak marah lagi?

Sebelum Tara memasuki mobil, ia berdehem sebentar. "Lo nggak bilang mau jemput."

Raka menatap wajah lelah Tara setelah seharian bekerja. "Inisiatif, sih," katanya.

Tara tidak membalas. Ia menunggu Raka menjalankan mobilnya, namun pria itu bergeming.

"Ka?"

Raka beringsut mendekat, memangkas jarak di antara mereka, lalu memeluk Tara. "I'm sorry."

"Buat?"

"Tadi siang gue ngediemin."

"It's okay. Gue tahu lo pasti kecewa karena semalam gue sempat bilang ragu dan tadi siang gue nggak setuju pernikahan kita dilaksanakan bulan ini, padahal kita udah dapat restu. Gue ngerti, Ka." Tara balas memeluk. "Lo mungkin berpikir kalau gue mempermainkan perasaan lo."

Raka menggeleng dalam pelukannya.

"Kita jalani pelan-pelan. Kasih gue waktu untuk bisa benar-benar yakin dengan semua ini sesuai kesepakatan kita," pintanya.

Dari luar, Tara terlihat tidak peduli dengan omongan orang lain tentang baik dan buruk sikapnya, tapi pikirannya berkata lain. Apalagi  pekerjaan Rissa sebagai publik figur, Tara jadi semakin memikirkan hal apa yang akan terjadi ke depannya. Meskipun Raka mengatakan dirinya akan aman, serangan haters dan cibiran orang-orang tidak bisa ia cegah, dan itu membuatnya merasa takut.

TARAKA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang