tujuh belas : Orang yang tepat

1.3K 146 17
                                    

"Tar?" Raka mengapit ponselnya di antara bahu dan telinga, sementara tangannya sibuk membenarkan dasi sambil bercermin di toilet.

Terdengar suara grasak-grusuk dari sana sebelum akhirnya suara Tara yang sedikit tenggelam dapat didengar. "Kenapa, Ka?"

"Lo lagi di mana?"

"Lagi di butik, mau jenguk mbak Sarah. Sakit doi."

"Bisa sakit juga dia? Kirain manusia setengah godzilla kayak dia sehat terus," candanya.

Terdengar dengkusan kasar dari wanita itu. "Bos gue, tuh!"

"Ya elah, Tar." Raka berdecak malas, Tara memang tidak bisa diajak bercanda.

"Ngapain lo nelepon gue di jam kerja gini?"

Raka melihat jam di pergelangan tangannya. Pukul dua siang, harusnya ia segera ke ruang rapat. "Nanti malem dinner, yuk."

"Berdua?"

"Iya." Raka dapat menebak ekspresi wanita itu saat ini. Kernyitan di dahi terlihat jelas sembari tangannya sibuk entah mencoret-coret ipad, mendesain gaun baru, atau memasang payet pada gaun milik klien. Tak ada sahutan dari sana, bahkan bermenit-menit telah berlalu setelah dasi sudah terpasang rapi di leher kemeja biru dongkernya. "Tar? Are you there?"

"I-iya, masih. Tadi kenapa? Dinner berdua?" Suara Tara terdengar lebih jelas. Sekitarnya hening.

"Iyaaa."

"Kenapa?"

"Kok kenapa?" Raka memandangi ponselnya dengan bingung.

"Ya kenapa lo tiba-tiba ngajak dinner berdua?"

Anehkah? Mereka sering makan berdua, entah di apartemen salah satunya atau di luar. Harusnya Tara tak perlu menanyakan ajakan tersebut.

Tara berdehem. "Maksudnya, nggak biasanya lo prepare ngajak dinner."

Raka mengangguk. Ia bersandar pada wastafel dengan satu tangan memegang ponsel dan yang satunya dimasukan ke dalam saku celana. "Gue masuk project baru. Kata om Petra, kalau yang ini bagus, deadline nikah bisa aja diperpanjang."

Wanita itu tak bisa menahan tawanya. "Kayak SIM aja diperpanjang segala."

Mendengar respon Tara membuat Raka berdecak sebal. "Serius, Tar. Elah, dikira gue lagi ngelenong apa, ya, ketawa mulu."

"Iya, iya. Baper." Tara berdehem untuk menyamarkan tawanya. "Tapi gue gak bisa."

Raka menegakkan tubuhnya. "Kok gitu? Lo udah ada janji?"

"Ada."

"Sama siapa?"

"Dokter Vian."

"Yang kata lo kakaknya Tisha itu?"

"Iya, yang itu."

"Lo lagi deket sama dia?"

"Gitu, deh."

"Terus kalian dinner berdua? Nggak ngebahas masalah Tisha?"

Tara kembali tertawa. "Sejak kapan Tisha punya masalah bilang-bilang?"

Raka mendengkus kasar. "Up to you lah, Tar. Tapi beneran gak bisa?"

"Iya, sorry. Mas Vian udah ngajak duluan. Next time, deh, ya?"

Sepertinya Raka mulai lengah. Apa-apaan itu tadi? Mas Vian? Apakah dirinya se-tertinggal itu perihal kisah romansa Tara? Terakhir, Tara hanya memberitahunya soal dokter bernama Vian adalah orang yang sama dengan kakak Tisha yang membantu mengurus perihal pakaian untuk pernikahan. Wanita itu tidak menyinggung sedikit pun kedekatannya dengan Vian.

TARAKA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang