dua : Istri

2.4K 198 13
                                    

Raka mengaduk adonan roti sambil bersandung ria. Terlepas dari cucian piring yang Tara limpahkan, mood-nya sedang bagus untuk datang ke kedai. Bahkan para pegawai pun ikut senang melihat Raka memancarkan aura positif.

"Sayang!" Tiba-tiba tubuhnya dipeluk dari belakang. "I miss u so bad!"

"Hai, sayang." Raka menoleh sesaat, sebelum kembali sibuk. "Kok gak bilang udah pulang?"

"Aku yakin kamu pasti sibuk akhir-akhir ini, apalagi sekarang kedai cabang kamu nambah lagi."

Raka mengecup dahi Rissa. Ia melepas pelukannya lalu menjauh. Ada beberapa pegawai yang sedang sibuk mencetak roti di atas meja panjang, kurang pantas dilihat jika ia bermesraan di waktu yang tidak tepat.

"Aku juga sengaja langsung ke sini dari bandara," ujar Rissa yang kemudian duduk di mini bar.

"Maaf."

"Gak pa-pa. Aku suka kalau kamu sibuk."

Dengan cekatan Raka memindahkan adonan roti ke dalam loyang, memasukan selai srikaya sebagai isiannya. "Gimana Sumba? Asik?"

"Biasa aja kalau gak ada kamu."

Raka tertawa. "Nanti kita ke sana."

"Serius, lho! Kamu kan super sibuk. Aku gak yakin kamu bisa nyempetin liburan ke sana." Risaa sudah hafal watak Raka yang sering tiba-tiba membatalkan rencana.

"Belum tahu waktunya kapan. Tapi pasti ke sana," jelas Raka. "Kamu tunggu di ruangan aku aja. Nanti kita makan siang bareng."

Rissa menggeleng. "Aku di sini aja, lihat kamu."

Hal ini sudah biasa para pegawai lihat, di mana Rissa yang selalu datang ke dapur hanya untuk melihat Raka bekerja. Bahkan tak jarang mereka merasa canggung saat Rissa memeluk Raka seperti tadi.

Dika membawa adonan roti tadi ke dalam oven. "Pisang buat roti unyil udah abis, Mas. Stok terigu juga udah menipis," lapor Dika yang sesekali melirik ke arah Rissa.

"Udah dicatat, Dik? Cek lagi apa aja yang abis, nanti saya belanja sekalian."

Dika mengangguk. "Iya, Mas."

Rissa tersenyum ramah saat tak sengaja bersitatap dengan Dika. Membuat berondong itu tersipu malu.

Ponsel Raka berdering di saku apron. Ia mencuci tangan di wastafel, lalu keluar dari dapur. "Aku angkat telepon dulu, ya."

Rissa mengangguk paham. Ia berjalan ke arah Dika yang sedang mengecek bahan-bahan di tempat penyimpanan. "Semua udah dicatat, Dik?"

"Be-belum, Mbak." Sudah bukan hal yang aneh melihat Dika seperti ini. Ia penggemar berat Rissa sejak perempuan ini menjadi model di salah satu majalah ternama.

"Mau saya bantu?" tawar Rissa.

"Gak pa-pa, Mbak, biar saya aja. Mbak Rissa tungguin Mas Raka aja di bar," tolak Dika.

"Oke, aku bantu, ya." Rissa mengambil alih notebook dan penanya. "Ini kismis mau ditambah lagi gak?"

Dika mengerjap. "Em, anu,"

"Dik?"

"Ah, kayaknya gak usah, deh."

Rissa mengernyit. "Kok kayaknya? Kamu yakin gak, nih?"

Dika tampak menimbang.

"Riss, mau ikut gak?" tanya Raka yang sudah ada di ambang pintu ruang penyimpanan.

"Mau ke mana?"

"Ke Cempaka Putih, kata Ari ada masalah di kedai." Air wajah Raka tampak tak tenang.

"Aku ikut." Risea mengangguk. Sebelum menyusul Raka yang mulai bersiap, ia mengembalikan note pada pemiliknya.

TARAKA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang