lima puluh sembilan : Tema dan Konsep

903 101 2
                                    

Tara menyiapkan makan malam di unitnya sesuai permintaan Raka tadi pagi. Pria itu mengatakan ingin makan soto ayam santan buatan Tara karena beberapa hari ini setelah seharian bekerja ia hanya makan malam dengan makanan yang ia beli dari luar. Kebetulan, Tara dapat menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat hari ini, maka sebelum mereka naik ke unit, Raka mengajaknya mampir ke supermarket yang berada di lantai dasar apartemen gedung mereka sekaligus membeli stok makanan yang sudah habis.

Wanita itu melepas apron yang menempel di tubuhnya setelah semua makanan terhidang rapih di atas meja pantri. Ia berkacak pinggang melihat hasil masakannya. Sesuai keinginan Raka.

Tara baru mengetikan sesuatu pada ponselnya saat pintu unitnya terbuka dari luar. Raka membawa Sabrina di gendongannya dengan pakaian yang sudah berganti dan harum parfum bayi. Ia menoleh sekilas, lalu kembali memfokuskan tatapannya pada ponsel.

Raka duduk di stool bar dan memangku Sabrina, menatap makanan di depannya dengan wajah lapar. "Mamim masak enak, Bin," gumamnya.

Sabrina mengangguk, balita itu seolah mengerti apa yang Raka ucapkan. "Mim!"

Tara menoleh, lalu tersenyum pada Sabrina. "Hai, sayang." Ia menyimpan ponselnya di atas meja dan mengambil alih Sabrina, ikut duduk di samping Raka.

"Chating sama siapa, sih?" tanya Raka.  "Sampai gue sama Abin dicuekin." Ia mulai menyendokan nasi ke piringnya dan memisahkan soto untuknya ke dalam mangkuk yang lebih kecil.

"Sama ibu. Katanya tadi makan siang sama mami buat bahas konsep pernikahan kita." Tara memberi Sabrina biskuit bayi agar tangan balita itu tidak menyentuh makanan lain. "Ibu kurang setuju sama tema yang gue mau."

Raka mengunyah makanannya dengan lambat. "Kenapa?"

"Katanya kalau garden party kesannya  terlalu private. Kalau di ballroom hotel masuk banyak tamu, nggak repot kalau ada perubahan cuaca, nggak harus nyiapin plan A atau B. Terus konsepnya juga nggak terlalu ribet." Tara menghela napas panjang. "Itu ada benarnya, sih. Gue juga setuju. Tapi... gue suka garden party."

Raka mengangguk. Ia masih sibuk menikmati makan malamnya. "Ini enak banget," katanya out of topic.

"Kita ubah tema aja, apa, ya?" tanya Raka.

"Hm...." Raka mengangguk. "Gue ngikut aja."

Tara berdecak. "Gue serius, ya, Ka."

"Gue ngikut, Tar. Terserah lo aja." Raka menelan makan di mulutnya dengan susah payah. "Kalau lo lebih suka garden party kita cari sendiri WO yang bisa."

"Tapi kan ibu sama mami yang mau ngurus, Ka."

"Ya udah garden party buat acara kita aja sama anak-anak. Yang indoor acaranya orang tua. Gimana?" usul Raka.

Tara menggeleng. "Boros biaya!"

Raka menghela napas kasar, lalu menatap plafon apartemen dengan serius. "Lo maunya gimana? Ngikut saran orang tua atau tetap garden party?"

"Ya udah indoor aja," ucap Tara pada akhirnya.

"Kenapa?"

"Gue nggak mau ngerepotin."

"Kalau nggak mau ribet di KUA aja, besok juga bisa," ucap Raka.

"Emang acaranya harus mewah? Nggak bisa sederhana aja?"

"Hmm..." Raka tidak juga tidak mengerti masalah itu. "Kalau dari sudut pandang gue, masalah pernikahan kita yang menentukan mau kayak gimana. Tapi beberapa orang perihal kayak gini melibatkan orang tua juga untuk kepentingan tertentu." Raka berdehem setelah meneguk airnya. "Lo tahu kan, di acara Seila kemarin dan nikahan Tisha banyak kolega bisnis. Nah, pernikahan salah satu ajang pamer dan menggait partner yang bagus. Makanya kebanyakan dari kami membuat acara yang nggak tanggung-tanggung."

TARAKA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang