tiga puluh satu : Dinner

1.1K 116 10
                                    

Tara baru saja menginjakkan kakinya di apartemen bersama tukang ledeng yang akan memperbaiki keran air di kamar mandinya. "Makasih ya, Pak Muklis,"ucapnya pada sekuriti yang mengantar tukang ledeng ke unitnya.

"Sama-sama, Mbak Tara. Saya permisi dulu."

Tara mengangguk. Kemudian ia menunjukkan kamar mandinya dan keran bocor yang dimaksud.

Suara ponsel di dalam tasnya berdering. Ia tidak repot-repot mengangkat telepon itu, langkahnya tertuju pada stool bar dan menyimpan tasnya di atas meja membiarkan dering itu berhenti. Tara membuka kulkas, menyiapkan minuman untuk tukang, sementara ia memilih susu stoberi milik Dio yang masih tersisa satu kotak.

Ia tidak bisa menolak ajakan Edo sore tadi, dan terpaksa pulang bersama Amiya yang memang satu arah dengannya. Beberapa pesan dari Vian masuk, ia sempat membalasnya sebelum memasuki teater, telepon dari sang ayah juga berusaha Tara jawab--meskipun yang ditanya sudah pasti mengenai pernikahan. Tara bahkan sempat lupa kalau keran air di unitnya rusak kalau saja tidak ada sekuriti yang mengabarinya ada tukang ledeng menunggu di lobi.

Ponselnya kembali berdering. Wanita itu memutuskan untuk menjawabnya.

Azraka Tasena is calling.

"Tar, lo udah pulang?"

"Udah. Kenapa?"

"Oh... nggak pa-pa, sih. Kirain masih di luar, tadinya mau gue jemput."

"Baru sampai. Pas di jalan pak Muklis ngabarin ada tukang ledeng. Thanks udah manggil tukang ledeng, bahkan gue nggak ingat ke sana sama sekali tadi pagi," katanya.

Raka terkekeh. "Udah gue duga, sih."

"Mungkin gue akan numpang lagi di sebelah kayak tadi pagi."

"Boleh banget, sih. Tahu kan imbalannya apa?"

"Cucian piring udah lo beresin 'kan?" tanya Tara yang langsung disambut tawa dari seberang sana.

"Udah kok, udah. Tapi Moli belum dikasih makan malam. Gue udah arah pulang, sih, tapi macet."

Tara dapat mendengar suara klakson yang saling bersahutan. Padahal sudah pukul delapan, tapi jalanan seakan tidak pernah kenal kata lengang. "Ya udah, take care."

"Tar, Tar, wait, jangan ditutup ... "

"Kenapa?" Tara melihat tukang ledeng keluar dari kamar mandi dengan membawa peralatannya.

"Udah makan malam?"

"Apaan, sih, penting banget apa lo nanya?" Tara berdehem. "Udah ah, gue tutup. Gak usah ngebut-ngebut, anak lo pasti gue kasih makan kok." Ia langsung mematikan sambungan telepon.

Tangannya beralih mengetikan balasan untuk pesan dari Vian.

Allovian Baskara : Saya mampir di restoran dekat apartemen kamu. Mau Sushi?

Tara Givanka : Makasih mas atas tawarannya. Saya baru aja makan malam.

Tara Givanka : Mau mampir?

Allovian Baskara : Ya sudah.

Allovian Baskara : Lain kali saja. Kamu harus istirahat.

Sebenarnya, perut Tara belum diisi sejak sore tadi sebelum memasuki teater. Ia terlalu malas mampir membeli makanan di perjalanan pulang tadi, dan lebih menyebalkannya lagi ia sadar hidup sendirian.

Tukang ledeng itu menghampiri Tara dan tersenyum. "Udah beres, Mbak, boleh dicek lagi."

Tara mengeceknya, semua keran aman. "Makasih ya, Mas. Maaf tadi nunggu lama."

TARAKA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang