enam : Cinta Pertama

1.5K 164 5
                                    

Siang ini Tara dan Raka sudah berada toko mainan, Raka menepati janjinya untuk menemani Tara membeli kado untuk Ahza.

"Ahza tu berapa tahun sih, Tar? Udah masuk SD belom?" tanya Raka yang memilah beberapa mainan anak.

"Lima tahun. Masih TK." Tara menjawab seraya mengambil beberapa mainan. "Pilih yang biru atau merah?"

Raka menoleh. "Dua-duanya."

"Oke, yang biru."

"Ngapain nanya gue kalau gitu?" sungut Raka.

"Salah sendiri jawabnya gak bener."

Raka menarik tas Tara saat wanita itu akan beranjak. "Kenapa gak beliin Ahza sempoa?"

"Biar dia mikir gitu?"

"Biar kayak lo."

"Gue kenapa?" Tara menunjuk dirinya seraya mengernyit bingung.

"Rajin belajar," cengir Raka.

Tara mendengkus. Ia menuju kasir Setelah mengambil sekantung besar berisi beberapa miniatur t-rex, alat gambar dan lego yang Raka pilih.

"Mau kirim langsung?" Tanya Raka di belakangnya.

"Iya."

"Kita naik kereta aja mau gak? Mager banget bawa mobil ke Bogor."

Setelah membayar nominal yang disebutkan, Tara segera keluar toko dengan menenteng goodybag.

"Mau gak?"

Tara mengangguk."Gue ngikut aja deh."

Setelah menyerahkan paket ke tempat ekspedisi terdekat untuk dikirim ke Makassar, mereka menuju stasiun dengan membawa barang seadanya.

Raka membawakan tas Tara sampai wanita itu bertemu Dio. Bocah SMP yang dulu sangat mendukung hubungannya dengan Tara ini telah menjelma menjadi sosok pria dewasa dengan karisma yang tak terbantahkan.

"Bro!" sapa Raka yang dibalas cengiran oleh Dio.

"Kirain bakal sendiri," kata Dio.

Raka terkekeh, merangkul Tara. "Kalau satu tujuan kenapa harus sendiri-sendiri?"

Tara melepas rangkulan itu, lalu mengambil alih tasnya. "Thanks. Gue duluan, Ka."

"Gak mampir dulu ke kedai?" tawar Raka.

"Mau?" tanya Dio pada Tara.

"Nggak deh. Pengin tidur gue."

"Duluan, Kak," pamit Dio.

Raka mengangguk pada kakak-beradik itu. Lalu berjalan ke kedainya yang hanya membutuhkan waktu lima menit dari stasiun.

"Kenapa gak bareng kak Raka aja, sih? Repot lo, ah," ujar Dio saat sudah di mobil.

Tara menyandarkan bahunya di pintu mobil, menatap penuh adiknya yang kini menggerutu. "Umur lo berapa tahun, sih?"

"Kenapa? Random banget lo." Dio meliriknya sekilas.

Wanita itu tersenyum tipis. Waktu berlalu begitu cepat, hingga tak sedikit banyak hal yang sudah mereka lalui tanpa disadari. Masa-masa terberat keduanya memang diuji ketika beranjak dewasa. Keluarga, cita-cita, cinta, bahkan pertemanan. Bahkan, Tara baru menyadari, Ladio Harsatya, adik laki-lakinya yang dulu sangat menyebalkan ini sudah banyak berubah.

"Kenapa, sih?" tanya Dio sekali lagi.

"Lo mau nikah kapan, Di?"

Dio berdecak. "Gila lo."

TARAKA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang