dua puluh satu : Tengah malam

1.2K 128 34
                                    

"Semalam gue mabuk berat, nyasar ke unit Tara, nginep di sana dan bangun kesiangan," jelasnya pada Seila saat mereka baru saja duduk di kantin kantor.

Semalaman Seila menghubunginya terus-menerus, namun namanya orang mabuk, ia jelas tidak menghiraukan suara berisik ponselnya. Sepupunya itu akhirnya membuat temu di kantin saat jam makan siang.

Wanita itu mengangguk mengerti, membuat rambut curly-nya bergoyang ke sana-ke mari dengan tak beraturan. "Tapi lo nggak macem-macem kan?"

"Maksudnya?"

"Iya, elo sama Tara," katanya. "I mean, kalian udah sama-sama dewasa, masa nggak ada nafsu gitu?"

Raka menatap Seila dengan horor. "Gila kali lo, ya!"

"Kenapa? Gue nanya serius, lho!" Seila balas menatap sepupunya dengan dahi berkerut.

"Gue menghormati Tara sebagai perempuan. Dia harus diperlakukan sebagaimana mestinya."

Seila memutar matanya dengan malas. "Tapi kayaknya lo nggak menghormati dia dengan keadaan mabuk semalam."

"Sotoy!" Raka mendengkus keras. Ia sudah berbaik hati menerima ajakan Seila makan siang dengan alasan ada yang harus mereka bicarakan mengenai minggu depan.

Dia yang tunangan, gue yang dikejar-kejar cepet nikah.

"Terserahlah. Yang penting kerjaan lo semalam yang ditinggal gitu aja karena pacar lo udah rewel, tadi pagi udah beres."

"Gue profesional."

Seila mendecih.

"To the point aja, lo mau bahas apa? Apa nggak sebaiknya kita ngobrol di ruangan gue aja?"

Wanita itu mengabaikan tawaran Raka yang lain. "Gue dapat bocoran untuk minggu depan, selain acara pertunangan dan bahas tanggal pernikahan, katanya, kakek bakal umumin pewaris utama DirgarsiTeam secepatnya. Dia akan ngasih clue gitu ke kolega-kolega bisnisnya minggu depan karena bokap gue livernya makin parah."

"Makin gila hidup gue!" Raka mengusap wajahnya frustasi.

Bahkan, sejak mereka duduk di sana, makanan bukan lagi menjadi minat keduanya. Karena menjadi bagian dari Dirgantara ternyata berat. Hal ini karena sedikitnya populasi mereka.

"Belum berakhir masalah gue sama Rissa, om lo udah punya rencana jodohin gue sama anak temennya. Parahnya lagi, dia masih koas! Gak masuk akal banget kan!" Raka memijit dahinya yang makin terasa pening karena efek alkohol sepertinya masih tersisa.

Seila tertawa keras. Hal itu membuat sebagian penghuni kantin menatap ke arahnya. Mereka tahu, kedua sepupu itu tidak begitu akrab di kantor apalagi sampai harus tertawa, meskipun sebenarnya, tawa yang Seila maksud adalah ejekan.

"Nggak lucu sama sekali." Raka menatap sepupunya dengan sebal.

Seila menyurutkan tawanya, kemudian berdehem dan menatap Raka dengan serius. "Gue bilang juga putusin Rissa secepatnya. Lo susah banget, sih, dibilanginnya!"

"Lo bukan satu-satunya orang yang nyuruh gue putusin Rissa."

"Terus? Apalagi masalahnya? Mereka jelas satu suara sama gue untuk membuat beban hidup lo berkurang. Setidaknya kuncinya sama Rissa dulu. Ketika hubungan kalian selesai, lo bisa melanjutkan misi mencari calon istri sebelum dua bulan itu habis."

Dua bulan sialan.

"Tapi kata om Petra, kalau project gue lancar, dua bulan itu bisa jadi enam bulan."

"Bukan berarti lo santai-santai kan? Project lo paling kelar juga dua bulan itu."

Raka termenung sesaat. "Gue boleh resign aja gak, sih? Kayaknya bikin adonan roti lebih enjoy daripada bikin maket project."

TARAKA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang