tiga puluh tiga : are you insane?!

1K 129 12
                                    

Satu Minggu berlalu, kabar tentang Errash masih menjadi perbincangan publik. Keluarga dari pihak Sesha menolak wawancara dari media, sang manager pun ikut bungkam. Membuat para netizen dan media bertanya-tanya ada apa sebenarnya yang sedang terjadi.

Raka pun sepertinya sangat sibuk. Pagi-pagi sekali pergi entah ke mana—ke kantor, Bogor atau Taraka's Bakery—Tara tidak tahu. Tahu-tahu tengah malam pulang dengan keadaan yang kacau. Begitu yang Tara dengar dari penjelasan pak Muklis yang sering melihatnya keluar dari baseman. Dan selama seminggu ini juga Tara yang memberi makan Moli setelah wanita itu pulang bekerja. Pesan terakhir pria itu hanya mengucapkan terima kasih atas simpati yang Tara berikan.

Tara tidak berani bertanya lebih lanjut. Ia membiarkan Raka sendirian, dan menunggu pria itu datang sendiri padanya saat sudah siap bercerita. Mungkin Raka masih butuh waktu

Ponsel di atas nakas berdering. Tara segera mengangkatnya. "Halo, Mas?"

"Halo, Tar, saya udah sampai lobi."

Senyum wanita itu merekah. "Saya segera turun."

"Take your time, Tar. Saya juga baru sampai," ucapnya.

Tara terkekeh. "Nggak. Saya beneran bakal turun sekarang, kok."

Vian ikut tertawa. "Oke. Saya lagi ngobrol sama pak Muklis."

"Udah kenal pak Muklis?" Tara melebarkan tatapannya. Pasalnya Vian tidak pernah masuk ke tower apartemennya. Selama ini pria itu hanya mengantarnya sampai depan lobi.

"Katanya pak Muklis hafal muka saya yang sering nganter kamu."

Tara benar-benar dibuat tertawa.

Setelah menutup sambungan telepon karena Tara akan segera menghampiri Vian, wanita itu kembali mematut dirinya di cermin, hari ini ia akan pergi bersama Vian. Setelah sibuk dengan pekerjaan masing-masing akhirnya mereka bisa bertemu lagi. 

Suara bel yang ditekan terus-menerus membuat Tara menghela napas kasar. Ia akan memaki pada Raka yang berani-beraninya mengganggu waktu liburnya.

Dengan tergesa ia membuka pintu.

Satu tamparan mendarat di wajahnya. Tara bersesis, "Apa-apaan lo?!"

Sosok Rissa dengan wajah marahnya menyambut Tara di depan pintu. "Lo yang apa-apaan! Gak cukup bikin hubungan gue dan Raka gak dapat restu, sekarang lo yang bikin dia gak mau nikahin gue!"

Tara mengerjap. Ia mengatur napasnya yang semula memburu. Meskipun wajahnya masih panas akibat tamparan tadi, ia masih waras untuk tidak membalas tindakan barbar wanita di hadapannya.

"Kenapa lo? Gak bisa jawab? Dasar jalang!" Tangannya tertahan saat akan menampar Tara kembali. "Lepasin, Brengsek!"

Tara mencengkram tangannya. "Apa maksud lo? Gue sama sekali gak tahu apapun masalah lo sama Raka!"

Terdengar tawa sinis, dengan mudah ia menghempas tangan Tara. "Gak usah pura-pura bodoh!"

"Dengar, Rissa, gue sama sekali nggak tahu maksud dan tujuan lo kayak gini!"

"Gak usah munafik! Lo yang bikin gue sama Raka gak bisa menikah!"

"Kenapa gue?! Bahkan gue gak pernah ikut campur urusan kalian!" Tara berseru keras.

"Raka sendiri yang bilang kalau selama lo dan dia ternyata punya anak!"

"Anak??"

Sebelum ia berpikir, Rissa lebih dulu menarik rambutnya yang sudah ditata rapi. "Cewek munafik! Muka polos lo bener-bener nipu! Di luar lo bersikap nggak peduli sama Raka, tapi di belakang lo godain dia! Dasar murahan!"

TARAKA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang