enam puluh tiga : Gara-gara mabuk

994 108 2
                                    


"Sumpah, lo?" Karina melotot sempurna setelah mendengar cerita Tara yang bertemu dengan ibunya Rissa Kamis lalu. "Itu cewek sinting sampai nggak mau ketemu nyokapnya?" Ia menggeleng dramatis.

"Aneh banget, tuh, orang," gumam Tisha.

"Tapi sekarang kabarnya Rissa gimanaa Tar? Lo ada tahu?" tanya Kanaya yang sejak tadi sibuk dengan pusing cokelat buatan Tara.

Yang ditanya menggeleng samar. "Gue nggak tahu. Raka juga kayaknya nggak tahu. Teman-teman gue di butik pada ngefans sama Rissa—"

"What?!" Karina beranjak dari sofa. "Selera teman lo rendah banget! Masa cabe-cabe pasar Minggu dijadiin idola?"

Tisha dan Kanaya terbahak mendengarnya.

"Sialan Karina, bikin kulit gue cepat keriput aja lo, ngajak ketawa!" seru Tisha.

"Filter mulut lo, please, ada Abin," ucap Tara memelas. Mereka memang berkumpul di apartemen Tara di Minggu pagi ini sebelum Tara pulang ke Bogor dan tinggal di sana selama sebelum ia menikah. Sementara Raka akan terus bekerja hingga H-2 acara.

Sabrina menoleh. "Mim?"

Karina meringis. "Sorry. Abisnya gue syok berat."

"Ya, intinya kata mereka sih Rissa masih galau aja," jawab Tara menyambung pertanyaan Kanaya tadi.

Tisha menunjukan ponselnya pada ketiga temannya. "Sama cowok nih, Instastory-nya."

"Gila lo, Sha, berani banget nge-stalk pakai akun asli," ucap Karina.

"Ya elah, emang gue siapa, sih? Rissa juga gak bakal merhatiin kali!" Tisha berdecak. "Ini cewek kayaknya lagi naik daun, ya? Banyak postingan poster film."

"Kata teman-teman gue aktingnya bagus," ujar Tara.

"Teman-teman lo beneran naksir berat sama Rissa?"

Kanaya tidak tahu seberapa cintanya teman-temannya di butik pada Rissa. Bahkan ia yang notabenenya tiap hari bertemu mereka, berinteraksi, bertahun-tahun bekerja sama, sampai kena nyinyir tiap kali melihatnya jalan bersama Raka. Ketiga wanita di depannya ini tidak akan percaya apa yang telah ia alami di Serafin Beauty beberapa bulan ke belakang sampai dua hari lalu.

"Udahlah, ngapain manjangin bahas dia. Nggak penting banget!" Karina menyimpan kotak berisikan buah segar di tengah meja, lalu mencomot mangga muda dan mencelupkannya pada sambal uleg yang sudah Tara buat tadi. "By the way, nanti lo bakal tinggal di unit Raka?"

"Raka sebenarnya punya rumah di daerah PIK, cuma nggak pernah dia tempatin," ungkap Tara.

"Wow... sebuah wedding suprise," gumam Kanaya.

"Gue juga baru tahu bulan lalu. Dia bilang gitu dan langsung mulai renovasi. Gue aja nggak tahu bentukannya kayak gimana." Tara ikut mengambil buah nanas lalu memakannya dengan gerakan pelan, menikmati rasa manis asam dari buah itu yang membuat kerongkongannya dingin.

"Asik ya punya cowok kaya raya. Nikah tinggal nikah, rumah tinggal nempatin, jadi istri tinggal nikmatin harta," ucap Karina.

Tara tersenyum tipis. "Gue beruntung karena Raka mau menikahi gue dan memperlakukan gue dengan baik."

"Raka juga beruntung punya istri kayak lo, Tar! Nggak sibuk make up da arisan sana-sini ngabisin duit suami!" sambar Kanaya.

"Mana pas acara lo cuma tinggal duduk doang. Semua beres sama orang tua," tambah Tisha. "Kalau orang tua gue sama pak Dewa masih segar bugar, pasti gue juga nggak bakal riweh kayak kemarin. Kepala gue rasanya mau pecah!"

TARAKA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang