lima belas : Hiburan

1.2K 133 5
                                    

Raka baru saja keluar dari ruang meeting bersama Rio dan beberapa rekannya setelah mempresentasikan revisian maket pada klien—Budi setelah satu minggu pulang malam dan menyita waktu istirahatnya. Tampaknya, calon sepupu iparnya sedikit belum puas melihat hasil maketnya. Namun, melihat Raka yang tak menampilkan wajah bersahabat membuat pria itu mengangguk pada akhirnya. Sekretaris Budi pun kerap memuji hasilnya dan berkata desain aslinya pasti akan jauh lebih bagus.

Harusnya tidak sampai satu minggu kalau saja perubahan denah hotel tidak mendadak diajukan oleh pihak klien dan revisi tambahan mengenai desain taman indoor yang menjadi ikon utama hotel. Raka bahkan dapat mengerjakan maket gedung perkantoran dengan tema go green semasa kuliah hanya dengan dua hari dua malam tanpa tidur. Ketika perasaannya masih dijajah Tara dan ia butuh kesibukan tentunya.

Kalau sekarang jelas lain cerita. Raka makin sibuk dan hidupnya hanya dijajah Kiera—mami tercinta yang tidak akan pernah bisa Raka bantah. Ah, jangan lupakan Karissa si model papan atas yang belakangan ini ia abaikan.

Budi memanggilnya sebelum Raka kembali ke ruangannya, membuat pria itu terpaksa menghentikan langkahnya dan membalikan tubuhnya ke arah Budi.

"Keren lo, Ka, menggerutu tapi kerjaan tetep oke," puji Budi dengan senyum lebarnya. "Tadinya mau revisi lagi, tapi Sintia bilang itu udah oke banget."

"Oh, jadi kalau Sintia gak bilang gitu lo mau gue revisi lagi? Bagian mana? Perlu nanya dulu ke atasan gue?" tanya Raka dengan sarkas. Atasan yang dimaksud adalah Petra—calon mertua Budi.

Sintia yang berdiri di sebelah atasannya tampak salah tingkah. "Bukan gitu, Pak. Maketnya beneran bagus kok. Sesuai ekspetasi. Pak Budi juga bilang bagus tadi di dalam, taman indoor-nya juga nilai estetikanya baik."

Budi tergelak. Ia menepuk bahu Raka. "Santai aja."

"Makasih." Raka mendengkus. "By the way, Sintia, kamu dapat diskon di Taraka's Bakery, bilang aja kenalan saya."

Wanita itu mengangguk malu-malu sembari bergumam terima kasih.

"Kalau gitu, gue masuk dulu. Orang sibuk. Biasa," ujar Raka yang langsung mendapat anggukan dari Budi dan Sintia.

Belum sampai tangannya memutar knop pintu, suara Rio dari ruangan di sebelahnya yang terbuka memanggil namanya. Raka tersenyum lebar sembari melangkah masuk, meskipun Rio yang duduk di kursi besarnya tahu, itu adalah dusta.

"Lo masuk tim gue dalam pembangunan mall punya pak Surya."

Bokongnya baru saja menduduki kursi di depan meja kerja Rio. "Surya Jatmiko?"

"Iya."

"Itu kan bapak lo!" Raka tak bisa menahan dengkusan kasarnya. "Gue gak mau!"

"Lho, kenapa?" Rio mengernyit bingung.

"Ada mas Miftah, atau Deswita. Lo ambil aja mereka. Gue sibuk." Raka bersiap bangkit kalau saja Rio tidak kembali bersuara.

"Pak Petra mau lo yang join. Katanya sih, kalau project Ubud dan ini berhasil, lo bakal naik jabatan."

🍩

Papinya pernah berkata, jangan langsung puas dengan apa yang telah kita capai. Harus ada update dari karya dan pekerjaan yang telah kita raih. Raka tak mau ambil pusing masalah itu. Ketika bisnis kedainya melambung dalam beberapa tahun terakhir, Raka pikir ia akan tetap menjadi arsitek Madya dan fokus pada bisnisnya. Namun, jelas keluarga besar tak mau itu terjadi.

Perkataan Rio siang tadi sebelum makan siang jelas mengganggunya. Di usia yang tak lagi muda, Petra mempercayakan perusahaan padanya. Masa depan DirgarsiTeam ada di tangannya dan Raka harus bergerak maju. Seperti yang Seila katakanya tempo hari. Tapi kan... syarat jadi CEO menggantikan Petra harus menikah. Apa dengan ikut project pak Surya, ia akan mendapat keringanan syarat? Seperti tenggat waktu yang ditambah menjadi tahun depan misalnya.

TARAKA 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang