Jungeun dan pegawai rumah sakit lainnya tidak akan pernah paham bagaimana cara kerja otak keluarga Hwang.

Terutama pada Hwang Renjun yang terkenal akan kecerdasannya. Orang ajaib mana yang bisa sekolah dari tingkat sarjana hingga doktor hanya dalam waktu 12 tahun secara berturut-turut dan itu dimulai saat pria itu baru menginjak usia 14 tahun. Di sekolah kedokteran pula, yang terkenal dengan lamanya masa studi.

Sudah sehebat itu, saat kembali ke Korea Selatan pun pria itu masih mengejar gelar profesor. Mendapatkan gelar teratas seorang guru hanya dalam waktu satu tahun. Hanya keturunan Hwang seorang yang bisa menghabiskan hidupnya hanya dengan belajar dan belajar.

Apakah saking pintarnya seseorang, makanya krisis kepribadian menjadi efek samping?

Sekarang, sudah empat tahun Renjun menjadi dokter di rumah sakit milik keluarganya. Dan satu tahun menjadi Kepala Departemen Pain Management, departemen yang menaungi seluruh dokter anestesi di Jiju Seoul Medical Centre.

"Selamat siang Hwang-uisanim, Kim J-uisanim," sapa Hyejoo yang baru saja menyelesaikan rutinitasnya memeriksa pasien.

"Siang Joo! Kim S-uisanim mana?" tanya Jungeun.

"Ada janji sama Suji-uisanim, dok" ucap Hyejoo yang kini sudah duduk di hadapan laptop miliknya.

"Yang lain?" tanya Renjun.

"Masih makan siang dok. Ini 'kan jam makan siang," balas Hyejoo.

Renjun melirik jam di layar tab  dan menghembuskan napas kasar. Bagaimana bisa ia melupakan jam makan? Bisa-bisa maag-nya kambuh kalau tidak segera makan. Tidak lucu bukan, seorang dokter yang harusnya menangani pasien, malah jatuh sakit karena lupa makan.

"Benar juga. Ya udah, aku cabut makan dulu. Noona ikut ga?" ajak Renjun.

"Boleh deh! Enggak bisa konsen aku kalau enggak ada makanan masuk."

Keduanya lalu meninggalkan ruangan dan keluar dari departemen menuju kantin di lantai bawah. Setelah mendapatkan makanan masing-masing, barulah mereka mencari tempat duduk. Pas sekali ada meja kosong di pojok dekat jendela.

"Kamu tuh kan sudah nikah ya, kenapa enggak makan siang bareng istri kamu aja sih? Ngenes tahu enggak, sampai harus aku yang nemenin kamu makan," ejek Jungeun.

"Noona sendiri juga sudah nikah. Tapi apa bisa setiap makan siang ditemenin suami?" balas Renjun kejam.

"Ah iya juga sih! Suami aku sibuk kerja di stasiun tv, aku di rumah sakit juga sibuk banget. Kamu ya sibuk, tapi istri kamu lebih sibuk lagi. Secara istri kamu itu Cho Miyeon, aktris yang jam terbangnya tinggi. Pasti syuting ini itu mulu kan doi," balas Jungeun yang sepertinya tidak merasa sakit hati oleh ucapan kejam Renjun.

Kata istri membuat mata Renjun beralih menatap cincin berwarna emas putih yang melingkar pada jari manis tangan kanan. Lalu mendengus kasar, memilih melanjutkan kegiatan makan sebelum niat mengisi lambung semakin menipis.

Kehampaan itu kembali menghantui Renjun. Hidup pria berusia kepala tiga itu selalu diiringi oleh kekosongan yang tidak pernah terisi. Tidak ada momen yang membahagiakan dalam hidupnya. Hanya memori saat dirinya berusia hingga 5 tahun yang menjadi kebahagiaan Renjun, waktu di mana ayah dan ibu-nya masih mencintainya sepenuh raga mereka.

Renjun tentu punya momen kebahagiaan lain dengan teman-temannya di sekolah. Namun, tetap saja rasanya berbeda dengan kebahagiaan yang ia harapkan datang dari keluarga sendiri.

Semua berubah ketika ayah mulai memaksanya mempercepat sekolah di usia belia. Menyelesaikan pendidikan dasar, menengah, dan atas hanya dalam waktu 9 tahun saja. Lalu menyekolahkan Renjun di negeri yang jauh selama 12 tahun, di tempat yang membuat pria itu harus melewati banyak rintangan. Berhadapan dengan orang-orang yang tidak menyukai keberadaannya sebagai manusia yang mampu berpikir dan mengeluarkan diagnosis dengan begitu cepat.

verrückt | renryu ✔Where stories live. Discover now