#17 - Sebuah Rahasia Terpendam (1)

1.4K 284 19
                                    

Lengkungan keji di bibir si hantu hilang, tergantikan dengan ekspresi rumit. Ia tak menyangka jika Vivi akan kembali menunjukkan sisi rapuhnya. Mata kecokelatan gadis itu berpendar dan tampak goyah. Entah dapat dorongan dari mana si hantu bergegas membawa gadis itu ke dalam dekapan hangat. "Maaf, saya udah keterlaluan. Seharusnya kamu tadi nggak diam aja. Minimal kamu bisa berteriak atau memaki saya kalau kamu nggak suka."

Sesungguhnya si hantu sadar betul kalau gadis dalam pelukannya ini adalah alasan utama mengapa ia masih bisa bertahan sebagai makhluk terkutuk sampai sekarang. Namun, ketika ia melihat ekspresi ketakutan Vivi tadi, desakan asing dari sudut hatinya mendadak muncul. Rasanya ia ingin segera menghapus air mata itu lalu menyembunyikan Vivi dari ganasnya dunia. Ia benar-benar tak mengerti. Semuanya terjadi secara spontan tanpa bisa dicegah.

Si hantu kemudian menepuk-nepuk pelan punggung Vivi. Sayangnya, di tepukan ketiga gadis itu memukul dada si hantu, lalu mendorongnya untuk menjauh. Gadis itu terhuyung-huyung mundur dan terjatuh ketika kakinya tersandung batu. Si hantu menghampiri lalu berjongkok di hadapannya. Tak ada yang bicara setelah itu, seolah-olah di antara mereka tumbuh dinding tak kasatmata yang memisahkan eksistensi keduanya.

"Kamu ... mungkin udah melihat bagaimana saya mati, kan?" Si hantu akhirnya bersuara, tapi ia tak segera melanjutkan ucapannya lagi demi melihat ekspresi apa yang Vivi tunjukkan saat ini. Di sisi lain, Vivi memang tampak tak tertarik dengan ucapan si hantu, tapi telinganya dengan setia mendengarkan.

Si hantu tersenyum geli, lalu melanjutkan, "Saat itu saya dibunuh oleh murid yang paling saya percayai."

Vivi terhenyak, tapi lebih memilih untuk tak berkomentar.

"Sulit jika harus menjelaskan dari awal, tapi yang jelas, saya juga telah dikhianati oleh orang-orang yang sudah saya anggap sebagai keluarga." Saat itu, setelah mengalami betapa menyakitkannya proses kematian, si hantu mengira ia akan langsung dipertemukan dengan Hyang Yama untuk menerima karma lalu menanti sampai ia dilahirkan kembali. Namun rupanya tidak, ia malah malah didatangi oleh seseorang yang mengaku sebagai Pesuruh Hyang Yama. Orang itu kemudian menanyakan apa permintaan terakhirnya.

Atensi Vivi kini sepenuhnya teralih kepada si hantu. "Apa kamu kenal dengan Pesuruh Hyang Yama itu?"

"Nggak. Dia cuma bilang kalau ia telah melakukan kejahatan ke saya di kehidupan saya yang lalu."

Tanpa sadar Vivi memandang si hantu lekat-lekat. "Apa permintaan kamu itu yang bikin kamu bisa dapetin keistimewaan khusus dari Hyang Yama?"

Si hantu tak langsung menjawab. Ia malah mencabut sejumput tunas rumput lalu meniupnya hingga melayang ke udara. Vivi mengartikan diamnya si hantu sebagai jawaban 'iya'.

Ketika Pesuruh Hyang Yama itu bertanya apa keinginan terakhirnya, dengan mantap ia berkata bahwa ia ingin bertemu dengan Angreni. Sebab ia berpikir mungkin saja itu kesempatan terakhir yang ia punya. Bisa saja saat ia terlahir kembali entah di masa kapan, takdirnya untuk bertemu dengan Angreni tak akan pernah datang.

Sayangnya, begitu ia dan Pesuruh Hyang Yama yang menjemputnya tiba di tempat seharusnya Angreni berada, dirinya malah dikejutkan dengan tubuh Angreni yang tengah dilalap api. Sekujur tubuhnya mendidih. Gejolak amarah meluap bagai letusan gunung berapi. Ia berteriak murka dan hendak melampiaskan kemarahannya pada siapa saja yang berada di dekatnya.

"Jadi kamu ngamuk di sana? Siapa aja yang berhasil kamu bunuh?"

Si hantu tertawa. "Nggak ada. Saat itu saya bukanlah roh jahat. Saat itu saya cuma roh biasa yang baru aja keluar dari jasad fisik, jadi nggak ada satu pun manusia yang bisa saya bunuh. Saya nggak punya kekuatan sebesar itu."

"Apa bedanya? Mau roh jahat atau bukan kamu tetap aja udah mati. Di mata saya kalian semua sama."

"Jelas beda, Vivian. Roh jahat adalah roh yang udah dikotori nafsu dunia. Mereka biasanya adalah roh-roh pendendam yang kabur saat dijemput. Sedangkan roh yang baru keluar dari jasad fisik, mereka itu suci."

Ketika Cahaya Rembulan Mengecup LautanOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz