#32 - Dendam yang Harus Dibayar (2)

1.4K 178 36
                                    

Pertemuan kedua mereka terjadi beberapa bulan kemudian. Sejujurnya, ia sama sekali tak mengerti bagaimana jalan takdir bisa mempertemukan mereka kembali. Semua terjadi sangat tiba-tiba dan terjadi di waktu yang tak tepat.

Saat itu, ia yang sedang memeriksa barang dagangan di gerbang ibukota tak sengaja melihat beberapa petugas keamanan menyeret seorang perempuan. Awalnya Magani tak peduli. Perempuan itu mungkin saja pencuri atau peyusup yang mencoba mengorek informasi tentang keadaan kerajaan. Informasi sekecil apapun sangat berharga, apalagi di tengah situasi istana yang memanas karena perseteruan antara putra mahkota dan Sri Gandra—salah satu anak Sri Aryeswara yang menjabat sebagai Mahamentri I Sirikan.

Akan tetapi, saat melihat wajah si perempuan secara langsung, ia nyaris memecahkan mangkuk porselen dinasti Song yang dipersembahkan khusus bagi keluarga raja oleh para pedagang-pedagang asing yang tak memiliki izin berdagang di negara ini.

Usai menyelesaikan urusannya, diam-diam Magani mengikuti mereka sampai ke penjara. Bukan perkara mustahil baginya untuk menyambangi tempat itu. Selama ia bisa menunjukkan bukti jika ia adalah kerabat dekat salah seorang pejabat tinggi, ia bisa dengan mudah melenggang masuk ke sana.

Magani menatap perempuan yang tengah dipasung itu sedikit dengan iba. Biar bagaimana pun, perempuan itu pernah menyelamatkannya dulu. "Kenapa kau bisa ditahan? Apa yang telah kau lakukan?"

Rayung mengangkat kepala dan terhenyak dengan wajah pucat pasi. "Tu-Tuan?"

"Apa yang kau lakukan di ibukota?"

Perempuan itu tersenyum sambil berujar lirih. "Yang Kuasa tengah menghukumku karena kebodohanku sendiri."

"Ya, tentu kau bodoh. Pencuri pintar tak mungkin tertangkap petugas"

Rayung menggeleng histeris. Ia merangsek maju dengan lututnya. "Aku bersumpah. Aku bersumpah demi jagat dewata. Aku bukan pencuri. Aku kemari demi bertemu dengan salah seorang sahabat yang bekerja sebagai pelayan. Percayalah padaku. Tolong, tolong, selamatkan aku, Tuan. "

Katakanlah Magani dungu, tapi ia benar-benar membebaskan perempuan itu dengan menjadikan dirinya sendiri sebagai jaminan. Sekali lagi, tak sulit baginya. Ia hanya tinggal membawa nama keluarganya, maka semua terkendali. Tak peduli jika ia memang bersalah, seperti yang sering dilakukan ayahnya, saudara-saudaranya, dan seluruh keluarganya.

"Terima kasih banyak, Tuan." Rayung tersenyum semringah.

Bisa jadi Magani telah terpikat dengan senyum itu, atau mungkin dia telah diguna-guna, tapi ia tak peduli. Yang ia tahu, ia hanya ingin melindungi senyum itu sampai akhir waktunya tiba.

.

.

.

Magani kemudian menikahi Rayung. Ada begitu banyak alasan mengapa ia ingin menjadikan Rayung sebagai pasangan hidup. Rayung begitu pintar menyenangkannya. Ia pandai memasak, merapikan rumah, memiliki tata krama yang baik, dan juga sangat sayang kepada ibunya.

Rayung juga pendengar yang baik. Perempuan itu tak pernah mengeluh saat ia memuntahkan keluh-kesahnya. Ia pasti akan memberikan pendapat yang masuk akal, serta menguatkannya kala lelah mendera. Rayung pun mampu menulis dan membaca. Bukankah semua itu adalah hal yang paling dicari dari seorang wanita?

Magani tak peduli ketika saudara-saudaranya mencemooh karena asal-usul Rayung yang abu-abu. Atau ketika di hari pernikahannya, tak ada satu pun kerabat yang datang memberikan selamat. Ia cukup percaya diri jika Rayung adalah perempuan baik-baik dan tak mungkin mengkhianatinya, meski dari pengakuannya, perempuan itu hidup sebatang kara di dunia ini.

Beberapa waktu setelah pernikahannya, ibukota dilanda duka. Putra mahkota meninggal karena sakit parah. Sudah menjadi rahasia umum yang menyebar di ibukota bahwa putra mahkota memiliki fisik lemah. Banyak yang meragukan sepak terjangnya. Di pemerintahan pun terbagi menjadi dua kubu. Mereka adalah kelompok yang mendukung putra mahkota serta kelompok orang-orang yang ingin menyingkirkannya dari tampuk kekuasaan.

Ketika Cahaya Rembulan Mengecup LautanWhere stories live. Discover now