#15 - Terima Kasih (1)

1.8K 331 20
                                    

Sore ini, tak banyak pengunjung yang datang. Pantai terasa lengang. Mungkin karena awan kelabu yang menggantung di langit jadi orang-orang takut akan adanya hujan badai yang akan datang. Kapal-kapal nelayan yang akan berlayar pun hanya beberapa yang terlihat. Si hantu yang tengah menikmati kesendirian tiba-tiba memindahkan fokus atensinya pada sebuah boneka yang mengapung di dekat bibir pantai. Permukaan boneka itu sangat lusuh dengan lubang-lubang yang membuat isinya tercerai-berai mengotori laut.

Si hantu mendengus kecut saat menyaksikan boneka itu terombang-ambing terbawa ombak. Ia seperti melihat dirinya yang dulu; terombang-ambing di antara polemik perebutan takhta. Meski lahir dan dibesarkan di lingkungan kerajaan, dirinya selalu hidup di bawah bayang-bayang. Dari kecil ia selalu didoktrin bahwa anak seorang selir hanyalah salah satu alat untuk melindungi takhta. Dan, manakala kekuasaan maharaja itu tumbang karena pemberontakan, dirinya harus siap sedia berkorban melindungi garis keturunan sang maharaja, terutama sang putra mahkota. Rawisrengga.

Kekehan geli si hantu berkumandang. Persetan dengan garis keturunan. Persetan dengan nasib Rawisrengga! Bahkan sebelum dilahirkan, lelaki itu telah memiliki segalanya; kekuasaan, takhta, serta kemasyhuran dari langit dan bumi. Jadi, meski tanpa dirinya pun Rawisrengga akan mampu bertahan dan merebut kembali Daha yang telah jatuh ke tangan musuh. Maka, atas nama kebebasan yang selalu diidamkannya ia pun melarikan diri. Lari sejauh mungkin untuk mengejar keinginan egoisnya agar tak bisa diikat oleh siapapun. Sayangnya, takdir berkata lain. Pertemuannya dengan Angreni mengubah jalan hidupnya.

Si hantu menghela napas panjang lalu melemparkan pandangannya ke lazuardi yang membentang di atas kepala. Terkadang jalan takdir itu begitu lucu. Dialah yang pertama kali bertemu dengan Angreni, dia yang pertama kali mengeluarkan Angreni dari kegelapan, dia juga yang pertama kali mengajarkan gadis itu menjadi manusia seutuhnya, tetapi kenapa takdir menggariskan Angreni menjadi belahan jiwa Rawisrengga?

.

.

.

Tahun 1093 Saka

Sudah tiga hari ia bersama gadis kecil ini, tapi ia tak kunjung membuka mulutnya. Seolah-olah kemampuannya bicaranya raib setelah ia mengetahui fakta dari ketua perampok bahwa bahwa ibunya telah mati karena malaria. Saat mendengar kabar itu Angreni sama sekali tak menangis. Bahkan ketika ia menjumpai mayat ibunya yang telah membusuk, tak ada gurat kesedihan di wajahnya. Ekspresinya tampak datar seolah-olah tak terjadi apa-apa.

"Sampai kapan kau mau terus diam? Seharusnya kau berterima kasih kepada kawan-kawanku karena telah menaklukan perampok itu serta membebaskanmu dari tawanan mereka," ucap Dharmaja sambil mengelus-elus pelan leher kuda yang selama ini menjadi teman setia perjalanannya.

Angreni tak menyahut. Kepalanya masih setia tertunduk, seolah-olah kaki telanjangnya yang penuh lumpur kering merupakan pemandangan terbaik.

Dharmaja seketika menghentikan langkah lalu menarik lengan Angreni kasar. "Dengar, sejujurnya aku bukan orang yang sabar. Jadi, bicaralah! Katakan apapun. Kau bahkan boleh menangis meraung-raung. Jangan buat aku menyesal telah menyelamatkanmu!"

Angreni mengangkat wajah. Sinar kehidupan di matanya lenyap. Dharmaja seketika gelisah. Melihat mata Angreni seperti melihat mata mayat yang nyaris membusuk. Tinggal tunggu waktu hingga cacing dan belatung memakan semua dagingnya sampai habis.

Tak tega, Dharmaja berlutut lalu meraih tubuh ringkih Angreni ke dalam dekapannya. "Aku mungkin tidak tahu isi hatimu, tapi aku hanya ingin bilang, tidak ada yang sia-sia. Kau sudah berusaha keras untuk membebaskan ibumu dari tawanan perampok itu. Ibumu pasti bangga memiliki anak sepertimu, Angreni."

Jeda panjang tercipta. Dharmaja meletakkan sebelah tangannya di kepala Angreni lalu menepuk-nepuknya pelan. Lama mereka di posisi itu sampai akhirnya Dharmaja merasakan tubuh Angreni bergetar. Tangis gadis kecil itu akhirnya pecah.

Ketika Cahaya Rembulan Mengecup LautanWhere stories live. Discover now