#33 - Tabir Kutukan (1)

1.1K 140 13
                                    

Btw sebelum mulai saya mau ucapkan selamat ulang tahun untuk negaraku dan bangsaku. Mari kita berdoa untuk pahlawan kita yang telah gugur demi kemerdekaan Indonesia.

Damn, I love Indonesia! Saya membuat cerita untuk Indonesia dan untuk kalian, pembaca semuanya!

Btw bab ini masih masa lalu Magani dan Rayung.Btw maafkan typonya ya :"

----

Pernikahan mereka telah berjalan lima tahun. Pasang surut biduk rumah tangga telah mereka lewati. Tak ada yang bisa menggambarkan kebahagiaan yang ia miliki, meski ia juga belum dikarunai keturunan.

...keturunan?

Terkadang terselip rasa iri ketika ia melihat lelaki sebayanya yang selalu mengelukan berbagai perkembangan putra-puteri mungil mereka. Namun, ia tentu tak akan menyalahkan Rayung. Ia dan sang istri dinyatakan sehat oleh walyan. Ia tentu akan dengan sabar menunggu sampai Yang Kuasa mempercayakan mereka untuk menjaga serta membesarkan seorang anak.

Dalam lima tahun juga keadaan istana makin memanas. Dua kubu pejabat dari bawahan sang raja dan pendukung putera mahkota saling menjatuhkan di berbagai kesempatan. Sudah menjadi rahasia umum jika hubungan anak dan orang tua itu bagai musuh yang siap menancapkan taringnya pada leher masing-masing.

Beberapa tahun setelah kenaikan Sri Gandra sebagai putera mahkota, tersiar kabar di ibukota jika ia adalah putera pertama sang raja yang tak diinginkan kelahirannya. Pernikahan kedua orang tuanya merupakan pernikahan politik yang saat itu akan menguatkan posisi kakeknya, Sri Warmeswara. Namun, beberapa waktu berjalan, kedok keluarga ibunya terbongkar. Mereka adalah orang-orang haus kekuasaan yang mengupayakan segala cara demi mendapatkan segalanya-bahkan jika harus menjual anak sendiri. Kejahatan mereka sudah tak terhitung jumlahnya, salah satunya adalah menyelewengkan dana pajak.

Seluruh keluarga ibunya diadili dan diasingkan ke daerah pesisir selatan yang berbatasan langsung dengan Kamal Pandak. Tak sampai setahun tidak ada dari mereka yang berhasil bertahan hidup. Menurut laporan penjaga mereka meninggal karena sakit lepra. Namun, siapapun yang masih memiliki pikiran akan mengira kalau mereka semua telah dieksekusi oleh pasukan khusus raja.

Karena statusnya yang masih menjadi salah satu keluarga utama istana, sang ibu tak diasingkan, tetapi sebagai gantinya ia dinyatakan sebagai tahanan kota. Hari demi hari kehidupan ibu Sri Gandra semakin menyedihkan dan pada akhirnya ia bunuh diri setelah melahirkannya.

Isu yang beredar di ibukota rupanya tak hanya sampai di situ. Orang-orang menyebut kenaikan Sri Gandra merupakan konspirasi kotor sehingga semua pejabat menaruh curiga padanya. Bisa jadi kematian putera mahkota sebelumnya adalah ulah dirinya.

Mendengar desas-desus itu, Sri Gandra tak pernah merasa risau. Ia bahkan dapat membuktikan bahwa ia pantas menjadi putera mahkota dengan berhasil meluluhlantakkan pos-pos yang diduduki pemberontak. Tak lupa ia juga mampu menghalau tentara Dharmasraya yang tiba-tiba menyerang di laut.

Panjalu makin tak terkalahkan berkat sang putera mahkota!

Karena semua kemenangan itu, sang raja menghadiahkannya pasukan pribadi. Beberapa pejabat kerajaan yang mendukung raja memandang hal ini sebagai sebuah bentuk penghinaan. Namun, sang raja yakin bahwa anaknya itu tak akan mungkin bisa mengalahkannya. Apa yang bisa dilakukan seekor anak ular? Mengalahkan naga?

Konflik di istana makin kuat. Dua kubu yang berseberangan makin terlihat saling menjatuhkan. Magani yakin bukan hal yang sulit Sri Gandra untuk mengkudeta ayahnya. Tinggal tunggu waktu saja.

Yang Magani pikirkan akhirnya menjadi kenyataan. Sri Gandra telah merencanakan kudeta terhadap ayahnya. Jalan pertama yang diambil Sri Gandra adalah mengambil benteng yang berbatasan denga Janggala.

Ketika Cahaya Rembulan Mengecup LautanWhere stories live. Discover now