23. Perih

14.8K 515 1
                                    


Selamat membaca

Pagi yang cerah namun tidak secerah hatinya saat ini, hari ini Ibunya ingin sekali mengajak putrinya untuk bertemu dengan laki-laki yang dijodohkan olehnya. Namun karena keadaan tidak mendukung, mereka pergi berdua meninggalkan Killa yang berbaring di kasur.

Dia menolak untuk minum obat yang di bawakan bi Inah, selalu saja dia memanggil nama abangnya yaitu Imja. Killa begitu merindukan abangnya, sudah tiga tahun tahun dia tidak melihatnya.

Ponselnya selalu saja berdering, memperlihatkan line dari Ragil. Dia tidak membuka sama sekali bahkan telepon darinya juga tidak diangkat.

Cukup sudah dirinya direndahkan oleh Ragil, dari dia yang ditarik paksa saat makan dikantin untuk pertama kalinya masuk sekolah, saat dia sedang makan malam bersama sahabat-sahabatnya, dirinya yang ditarik paksa untuk makan bersama dan juga saat dia sedang asik mengobrol dengan Ari yang diganggu untuk menemuinya.

Dan kali ini Killa akan mencoba untuk melawan juga menghindar seperti pertama kali dia bertemu. Tidak ada lagi pertengkaran, tidak ada lagi yang namanya pacar pura-pura.

Killa hanya berbaring dikamarnya sehari penuh. Untuk berjalanpun dia sangat malas, demamnya semakin panas. Semua yang dia makan terasa pahit.

Ayahnya datang untuk membujuk putrinya pergi ke rumah sakit tapi Killa tidak mau. Dia tersentuh akan sikap Ayahnya yang begitu hangat, tidak seperti dulu lagi.

"Yah.. Killa mau nanya sama Ayah, tapi jawab jujur gimana?" tanya Killa dengan tatapan hangatnya.

Brastella mengangguk dengan memperhatikan wajah putrinya yang pucat.

"Ko Ibu benci banget sama Killa sih yah? emang Killa pernah buat salah sama Ibu tanpa Killa sadari ya, yah?" tanyanya dengan nada sedih.

"Enggak, Ibu kamu sebenarnya sayang sekali sama kamu. Cuma caranya aja yang salah," ujar Brastella mencoba menguatkan putrinya.

"Kalo kaya gitu, kenapa Killa sakit. Ibu sama sekali gak peduli?" setelah mengatakan seperti itu, Killa tak kuat lagi dan jatuh pingsan.

Brastella begitu panik, dia membawa putrinya segera ke rumah sakit.

"Yah, itu Killa kenapa?" tanya Siska begitu melihat Killa seperti itu.

Ayahnya hanya melirik tanpa menjawab pertanyaan dari Siska.

Siska berlari mengejar suaminya yang menggendong Killa, "Kalo Ibu nanya tuh dijawab yah."

"Gimana mau jawab, kamu lihat saja sendiri Ayah lagi gendong Killa buat kerumah sakit, suhu tubuhnya semakin panas. Sedangkan selama ini apa yang terjadi dengan dia juga kamj gak pernah pedulikan?" ujar Brastella yang kesal dengan istrinya sendiri dan meninggalkannya begitu saja.

Melihat kepergian mereka, membuat Siska tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Kejadian empat belas tahun yang lalu teringat kembali yang membuatnya enggan untuk peduli dengan putrinya.

*****

Sampai dirumah sakit, Killa masuk keruang UGD. Sukur dia tidak apa-apa hanya terkena demam.

"Gimana dok, putri saya?" tanya Brastella khawatir.

"Oh dia hanya demam biasa dan jangan biarkan putri Bapak terlalu banyak pikiran karena bisa membuatnya stress, tidak baik untuk kesehatannya," ujar dokter tersebut lalu pergi.

Brastella masuk ke ruangan putrinya, hatinya hancur. Dia tidak bisa menjadi Ayah yang baik untuk putri semata wayangnya. Hanya mengikuti emosinya dia membuat putrinya seperti itu. Namun masih saja dirinya belum sepenuhnya menerima apa yang terjadi.

SAKILLA Where stories live. Discover now