Chapter 74

4.9K 305 8
                                    

Mati-matian aku berusaha tetap tersadar selama Aldo mengantarku kembali ke rumah yang entah berapa jaraknya. Otakku benar-benar beku. Aku benci alkohol dan—kamu, Aldo. Kenapa kamu tidak memberiku segelas diet coke atau orange juice saja? Kenapa harus treats bomb yang membuat kepalaku bagai dihantam Mjolnir.

Dan ... aku menyerah.

Hilang sudah kesadaranku. Entah untuk berapa lama, yang jelas tiba-tiba saja aku membuka mata dengan posisi Bagas sedang mengguncang tubuhku seperti orang kehilangan kesabaran. Ya, itu Bagas. Sementara Aldo entah berada di mana. Mungkin sudah dipulangkan oleh Bagas menuju Mars menggunakan rudal.

"Reinayya, bangun!" pekik Bagas memekakkan telingaku.

Aku mengernyit spontan memalingkan wajah darinya. Dan entah setan apa yang merasukiku, aku malah menjulurkan lidah padanya. "Gendong."

"Maksud kamu?!"

"Gendong ...."

"Hah?!"

"GENDONG!"

"..."

"Kenapa diam sih?" protesku setengah menahan amarah.

"Aku nggak bisa gendong kamu. Aku papah kamu saja ya," kata Bagas lebih tenang.

Pikiranku kosong. Aku pun tak membalas perkataan Bagas tadi. Tubuhku lemas, dan aku benar-benar ingin tidur.

Bagas membantuku berdiri, karena ternyata sedari tadi aku sedang bersimpuh di jalanan aspal dekat rumah dengan gundukan salju di sana-sini.

"Nggak berat kan?" tanyaku, setelah tertawa-tawa.

"Badanmu mungil, tapi ternyata berat banget. Padahal lenganmu hanya setengahnya tanganku. Sepertinya kamu kebanyakan dosa!" omel Bagas.

Anehnya, aku tak peduli dengan kalimat-kalimat pedas dari bibir Bagas itu. Beruntunglah kamu, Gas. Jika tidak, aku pasti sudah mencekikmu.

"Sepi sekali ya. Nggak ada musik," kataku dibalik gerutuan Bagas. "Aku sepertinya harus menyanyi."

"He?"

Bagas tidak sempat mencegahku. Aku sudah terlanjur menyanyi kuat-kuat. Tak jelas juga lagu apa yang sedang kunyanyikan, err, lebih tepatnya kuteriakkan. Sepertinya medley random dari beberapa lagu.

"Aku ingin begini, aku ingin begitu, ingin ini ingin itu banyak sekali!" teriakku tanpa ada rasa malu sedikit pun.

"Rei, bisa dikecilin nggak suaranya?" ujar Bagas pelan, sepertiga menegur, dua per tiga memohon.

Aku sempat berhenti, tapi hanya sekitar satu ... dua menit. Setelah itu, aku kembali bernyanyi, kali ini malah lebih dekat dengan telinganya. "HEI, BALING-BALING BAMBU!"

"Damn," umpat Bagas.

Dan entah dari mana aku mendapat ide, bahwa menyanyi dengan suara cempreng belumlah cukup. I want full performanced! Artinya, aku ingin bergerak meskipun Bagas tengah mencengkeramku kuat. Tubuhku bergerak lasak, membuat Bagas panik. Sedikit saja dia kehilangan keseimbangan, maka kami akan sama-sama—

Terlambat.

—jatuh.

Syukurnya, Bagas memapahku tak jauh dari taman di depan rumah seseorang yang permukaannya empuk karena tumpukan salju. Yah, tapi itu hanya pikiran positif ala orang Indonesia sepertiku. Saat terjerembap jatuh bersama Bagas, aku merasakan bagian telapak tangan kananku panas dan diikuti rasa nyeri tak lama kemudian. Tapi, naluri pertamaku saat itu justru mengecek keadaan Bagas. Memastikan bahwa dia baik-baik saja.

"Ada yang luka, Gas?"

"Nggak. Kamu?" tanya Bagas masih menatapku curiga. Sepertinya dia takut kalau aku akan bertindak seperti kuda lumping kesurupan lagi seperti tadi.

Aku membalikkan telapak tangan yang sakit itu. Seperti dugaanku, berdarah karena kulitku bergesekan keras dengan—entah apapun tadi yang akhirnya menggores tanganku ketika refleks menahan beban tubuh.

"Makanya, kamu jangan gila!" Bagas kembali mengomel sambil mengembus-embus bagian tanganku yang terluka. Sementara aku sudah duduk tenang di sampingnya, memiringkan kepala saat memusatkan perhatian ke Bagas.

Bagas menatapku. Ia seperti sedang menunggu sesuatu. Menunggu aku bertindak gila lagi, mungkin.

"Kita jalan lagi ya?" bujuk Bagas. Ia pun membantuku berdiri, tapi aku justru mempersulit usahanya.

Kepalaku menggeleng kuat-kuat, menarik bahan kaus yang sedang ia kenakan, lalu kusentak dengan paksa supaya ia mau duduk lagi di atas pinggiran tumpukan salju itu denganku.

"Ada apa lagi?" Bagas mengerang kesal.

"Kita lihat bulan."

[TAMAT] Married by AccidentTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon