Chapter 72

4.9K 275 8
                                    

Lelaki itu cepat-cepat menegakkan tubuhnya. Ia menatapku tanpa berkedip sedikit pun.

"Kamu ngapain di sini?!" jeritku histeris yang tentu saja sia-sia bisa menerobos kebisingan di tempat itu.

Ia menjilat bibir bawahnya dengan cepat. "Maaf, aku nggak pernah kasih tahu kamu soal ini. Tapi, aku memang sudah berada di sini sejak lama... jauh sebelum kamu datang ke mari," katanya.

"Ta—tapi gimana ...."

"Simpan aja pertanyaanmu itu. Aku sedang nggak pengin membahas apapun soal kehadiranku di sini. Mungkin memang sudah jadi takdir Tuhan, kamu harus bertemu lagi denganku di sini, Rei," katanya sambil menatapku dengan tatapan yang pernah kudamba. "Kamu mau minum apa?" tanyanya.

Tidak mungkin. Semua ini kuyakini bukan sebagai suatu kebetulan belaka. Tapi, aku tak punya banyak energi untuk membahasnya sekarang. Tubuhku terlalu lemas, otakku terlalu kalut. "Apapun yang bisa membuatku tersenyum," jawabku pasrah.

Satu alis lelaki itu terangkat. "Apakah wajah lelah dan mood buruk bisa menular?" bisiknya sambil mencondongkan tubuh ke arahku, berbicara tepat di telingaku.

Aku terkekeh, "Maybe," kataku. "Tapi setidaknya, aku nggak merasa lelah karena seharian ini aku sudah berada di atas ranjang rumah sakit tanpa melakukan apapun. Tidak sepertimu yang sepertinya sedang berusaha menjeritkan ke semua orang, bahwa dirimu sedang kelelahan."

Lelaki berambut kecoklatan dan mata ebony-nya itu mengerling sambil menuangkan sebuah minuman ke dalam gelas kecil yang terlebih dulu ia letakkan di dekat tanganku. "Salah satu bartender yang seharusnya bekerja hari ini meneleponku beberapa jam lalu, minta izin tidak bisa bekerja hari ini karena ada urusan keluarga mendesak. Aku langsung mengiyakan begitu saja dan bukannya menanyakan dulu ke staf lain, apa ada yang bisa mem-backup pekerjaannya hari ini. Which is, sesuatu yang baru aku ketahui sejam kemudian: tak ada satu pun yang bisa menggantikannya kecuali aku," katanya. "Wait, what? Kamu sakit?" ia baru menyadari perkataanku.

"Damn," ucapku lirih sambil menggeser pelan gelas kecil di dekat tanganku. Aku menatap cairan di dalamnya yang berwarna sebening air putih biasa. Aku tak tahu itu apa, tapi aku benar-benar tak ingin menyentuh atau menelannya. "Aku baik-baik saja, hanya kelelahan," kataku.

"Yeah, damn!" Aldo terbahak menertawakan kesialannya, sepertinya ia lega. "Tak ada pilihan lain. Jadilah aku bartender pengganti di Knock On Wood khusus hari ini. Beruntunglah kamu karena bisa bertemu dengan pemilik tempat yang tak pernah sepi dan berhasil membuat kepalaku berdenyut sejak sore. Otakku sangat lelah berusaha mengingat pesanan minuman yang datang berkali-kali," katanya. "Kamu tahu, aku mengumpamakan diri seperti Flo di game Diner Dash, hanya saja lelah yang kurasakan ini benar-benar nyata."

Aku hanya bisa melayangkan senyumku sekali lagi pada mantan kekasih yang menurutku idaman banyak perempuan itu. Tubuhnya atletis dan itu sudah cukup membuat para wanita histeris ketika melihat dia. Apalagi dengan fakta bahwa dia pemilik tempat yang lumayan keren ini. Cambang halus yang tumbuh memenuhi wajah, bersanding dengan rahang kokoh yang entah sejak kapan ia biarkan hadir di sana. Setahuku, Aldo tak pernah suka bercambang. Ah, whatever. Aku sudah terlalu lelah memikirkan segalanya. Dia dan keluarganya memiliki banyak uang hingga dalam hitungan jam saja bisa berada di negara berbeda seperti Harry Potter yang dengan mudahnya ber-apparate.

[TAMAT] Married by AccidentOnde histórias criam vida. Descubra agora