Chapter 68

4.3K 250 0
                                    

Aku menangkup wajah lelah di hadapan Jenna yang sedang mengetik di depan layar komputernya. "Aku butuh kopi, Jen," keluhku.

"Ya, aku akan membuatkanmu kopi setelah laporanku selesai. Ok?" katanya yang mengalihkan perhatian dari komputer itu padaku. Namun, tatapannya menjadi aneh.

"Apa? Kenapa kamu menatapku seperti itu?" tanyaku yang mengintip dari sela-sela jari.

"Cincinmu di mana?" tanya Jenna yang membuatku syok.

Aku menatap jemariku dengan panik. Jenna benar, tak ada cincin di sana. "Aku ... nggak tahu," gumamku yang terus membolak-balik tangan seperti orang tolol. "Tadi aku mengenakan benda itu!"

"Apa kamu memasukkannya dalam loker?" selidik Jenna.

"Nggak, aku nggak pernah melepaskannya!" jawabku emosional.

"Coba ingat-ingat lagi. Mungkin saja kamu lupa."

Jenna bangkit dari duduknya dan meremas pergelangan tanganku untuk sekadar membuatku tenang. Namun, bagaimana aku bisa tenang?

"Aku sudah keluar masuk ruangan lebih dari sepuluh kali dan mencuci tanganku berkali-kali. Jenna, tolong aku!" kataku dengan bibir gemetar. "Tadi pagi, aku mendapat keajaiban melihat Bagas mengenakan cincin pernikahannya. Dan ia berharap, aku tak akan pernah melepaskan cincin milikku apalagi melenyapkannya seperti ini!" isakku dengan air mata merebak.

"Ok, aku mengerti." Jenna berjalan memutari meja, merangkul bahuku erat karena tubuhku mendadak gemetar. "Kalian semua dengarkan aku!" ia berteriak ke seantero Blue Memorial. "Dokter Hawkins kehilangan cincin pernikahan yang terbuat dari emas. Kalian wajib membantuku untuk mencari benda ini. Dan mulai sekarang, tak ada yang boleh meninggalkan tempat ini hingga cincinnya ditemukan," katanya.

"Kumpulkan semua sampah, pakaian pasien, sarung tangan, dan semuanya dalam satu wadah. Kita akan mencarinya bersama."

Beruntungnya aku dikelilingi oleh orangyang penuh simpati dan bersedia membantuku saat itu. Entah apa jadinya, jika bukan Jenna yang memelukku saat itu. Tubuhku gemetar dan lututku lemas. Bahkan, pikiranku kosong.

"Hei, kita akan menemukan cincin itu. Ok?" Jenna mengusap punggungku penuh kasih, ketika menatapku yang tiba-tiba linglung.

"Baik. Terima kasih, Jenna," kataku yang berjalan perlahan masuk ke Winter Blossom. Aku terus berusaha mengingat setiap jengkal langkahku. Setiap gerakan yang kubuat sejak berada di rumah sakit setelah Bagas mengantarku tadi pagi. Namun, nihil.

Josh masuk dan berdiri menatapku yang seperti orang tolol berdiri menghadap tembok, menatap sepatuku sendiri. "Jangan khawatir, Jenna pasti menemukannya," katanya berusaha menghiburku.

"Aku merasa sangat bodoh," gumamku. "Aku bodoh karena bisa kehilangan cincin itu."

"Nggak, kamu nggak bodoh. Kamu wanita paling cerdas yang pernah kutemui," kata Josh berjalan mendekatiku. Ia bahkan dengan cepat sudah berada di hadapanku. Saking dekatnya, aku bahkan bisa mencium aroma parfumnya yang maskulin. "Ayolah, jangan seperti ini. Percayalah bahwa semua akan baik-baik saja."

"Nggak, ini nggak baik-baik aja. Ini bukan kebetulan dan ini bukan sesuatu yang tanpa alasan," kataku dengan kepala tertunduk lesu. "Aku merasa nggak berguna. Seperti ... seperti aku sedang berusaha mengkhianati Bagas."

Josh meletakkan kedua tangan kokohnya di bahuku, meredam gemetar di tubuhku yang sedari tadi menguasaiku. "Jangan pernah rendahkan dirimu sendiri, Rei. Kamu wanita baik yang mungkin saja sedang kurang beruntung hari ini, seperti aku."

"Apa maksudmu?" kutengadahkan kepala, menatap wajah lelaki itu.

"Seandainya saja aku berangkat lebih awal beberapa menit, mungkin aku tak perlu sakit karena melihatmu berciuman dengan suami pura-puramu itu," jelas Josh dengan tatapan syahdu.

Entah apa yang salah denganku, tetapi aku yakin sekali lututku semakin gemetar dan lemas. Pandanganku kabur.

"Rei? Kamu baik-baik saja?" Tangan Josh merosot memegang lenganku kali ini.

"Kepalaku pusing, dan aku mual, tapi ..." dan aku kehilangan kesadaranku saat itu juga.

[TAMAT] Married by AccidentWhere stories live. Discover now