Chapter 58

4.7K 285 9
                                    

"Nggak, Bagas!" teriakku sambil merampas kunci mobil dari tangan suamiku itu. Mataku melotot sebagai pertahananku terhadapnya.

Bagas tengah menatapku dengan wajah setengah tersenyum. Entah apa yang di kepalanya. Sepertinya ia bahagia melihatku uring-uringan seperti itu.

"Aku bilang nggak ya nggak! Kita naik subway aja!" kataku lagi sambil buru-buru membuka tas untuk meletakkan kunci mobil di sana. Tapi sayang, Bagas lebih cepat dariku. Ia berhasil mendapatkan kunci itu lagi. "Bagas!" teriakku makin berang.

"Kamu kenapa sih marah terus sejak bertemu Caitlyn semalam? Masih cemburu?" goda Bagas.

"Jaga bicaramu, ya! Buat apa aku cemburu? Kamu ingat kan kalau kita ini menikah cuma pura-pura? Jadi terserah kamu aja kalau memang mau sama Caitlyn!" sungutku.

"Memangnya kalau aku melakukan itu, papamu nggak bakal bertanya-tanya dan bingung?"

"Ih, kamu ini memang manusia paling nyebelin sedunia ya!"

Bagas tertawa dan itu semakin membuatku tak keruan. "Ya sudah. Ayo kita berangkat!"

"Nggak, Gas! Kita nggak akan naik mobil kalau kamu yang nyetir! Kita naik subway aja!"

Ayolah, Rei. Kenapa sih kamu segitunya? Aku nggak boleh nyetir mobilmu?" tanyanya dengan kedua alis terangkat.

"Bukan nggak boleh, tapi nggak sekarang! Kondisimu..."

"Kondisiku baik-baik aja, Ok?" Bagas menekan kedua bahuku dengan tangannya, kemudian menatapku lekat. Seolah ia ingin aku menatap matanya juga dan percaya akan keyakinannya untuk kembali mengemudikan mobil.

"Bagas, kenapa kamu selalu memaksa Rei sih?" tanya Ibu yang tergesa-gesa sambil menenteng dua tas dan tangan satunya lagi menggandeng Medina. Gadis itu terlihat lucu dengan mata membulat, rambut dikuncir dua, mengenakan mantel berbulu panjang dan syal berwarna pink terlilit di lehernya.

"Bu, Bagas Cuma mau nyetir mobil lho! Bukan bungee jumping!" tandas lelaki itu masih tak mau kalah. "Ayo cepat ke mobil. Kalian nanti terlambat!" kata Bagas sambil mendorongku lembut.

"Rese," gumamku kesal.

Ternyata, Bagas berhasil membuktikan padaku dan Ibu bahwa ia masih bisa mengemudi dengan baik. Cara mengemudinya juga sempurna. Ia paham rambu dan marka di kota itu. Ia bahkan tidak kaku sama sekali, meskipun setirnya ada di sebelah kiri. Melihatnya berada di balik kemudi, membuatku kembali terngiang akan kejadian kecelakaan itu.

"Reinayya," panggil Bagas.

Aku tersentak dengan suara itu dan tersadar dari lamunan. "Ya?"

"Sudah sampai," kata Bagas yang dengan isyarat matanya menunjukkan padaku, bahwa kami sudah berada di depan rumah sakit tempatku bekerja.

Aku meringis dan kemudian merapatkan jaketku. "Ibu, Rei pamit dulu. Ibu sama Medina hati-hati ya di Cox Farm," kataku sambil mencium tangan Ibu yang duduk di bangku belakang bersama Medina.

"Iya, Rei. Nanti Ibu pasti telepon kalau sudah sampai di sana," kata Ibu yang mengusap kepalaku cepat.

"Anak cantik, kita ketemu tiga hari lagi ya!" Mataku beralih pada Medina dengan tangan mencubit pipinya pelan.

Medina meringis menunjukkan deretan giginya yang rapi dan mungil, meskipun ia sangat doyan mengunyah cokelat. "Kakak jangan kangen aku ya!"

Aku tergelak. "Pasti Kakak kangen sama kamu, tahu!"

"Sudah buruan sana, kamu terlambat!" kata Bagas mengingatkanku.

Dengan satu tangan, aku menenteng tas dan satu lagi membuka pintu mobil. Sejenak aku berdiri menatap mereka dan melambaikan tangan sebelum akhirnya masuk ke dalam rumah sakit.

[TAMAT] Married by AccidentWhere stories live. Discover now