Chapter 14

9.9K 696 53
                                    

Kulihat mobil Aldo masih ada di halaman depan rumah mewahnya. Aku yakin dia ada di dalam. Entah apa penyebab dia tak pernah lagi menemuiku. Awalnya, aku pikir dia sedang disiksa di penjara, tapi itu semua jelas tak mungkin karena Bagas-lah tersangka kecelakaan itu, bukan Aldo.
Beberapa kali aku memencet tombol di samping pagar putih tinggi menjulang itu dan keluarlah seorang wanita dengan tubuh tambun tergesa menemuiku.

"Mbak Rei ya!" wanita itu tersenyum saat mengenaliku.

"Eh, iya. Aldo ada kan?" tanyaku to the point tanpa mempermasalahkan darimana ia tahu tentang aku. Bahkan, aku tak perlu bersusah payah memikirkan sejak kapan wanita itu ada di rumah Aldo.

"Ada Mbak," jawab wanita itu singkat sambil cepat-cepat membukakan pintu pagar untukku.

"Baguslah," batinku. Untung saja aku tidak perlu menemui Aldo di kantornya. Meskipun kantor itu miliknya sendiri, tetapi tetap tidak pantas rasanya bila aku membicarakan urusan pribadi kami di tempat itu. Meskipun aku juga belum menemukan jawaban mengapa Aldo sekarang tinggal di rumah keluarganya, bukan di apartemennya sendiri.

Aku kembali masuk ke dalam mobil setelah pagar itu terbuka lebar. Melaju perlahan, tanpa peduli dengan wanita tadi yang harus setengah berlari setelah menutup pagarnya kembali. Kuhentikan mobil tepat di depan anak tangga, tempat Aldo mengusap kepalaku ketika pertama kali ia mengajakku kemari. Dadaku sesak membayangkan kejadian itu lagi.

"Mari masuk, Mbak!" pinta wanita tadi yang ternyata sudah berada di hadapanku tanpa kusadari.

"Eh, iya," kataku tersadar dan kemudian mengikutinya masuk ke dalam rumah.

Belum sempat ia memanggil Aldo atau bahkan mempersilakanku duduk, Aldo sudah terlebih dulu muncul di hadapanku. Tampaknya ia sudah bersiap akan pergi.

"Rei?" Ia terkejut. Sangat terkejut.

"Halo, apa kabar?" Aku berusaha setenang mungkin.

Gestur tubuhnya terlihat tak nyaman saat melihatku memergokinya di sana. "Ada yang bisa kubantu?" tanyanya dengan nada sedingin es batu di kutub utara.

"Iya, aku butuh waktumu sebentar aja karena aku tahu kamu sibuk," kataku tersenyum.

"Oh, baiklah. Silakan duduk!" Sikapnya masih kaku.

"Terima kasih, tapi aku nggak akan lama kok. Aku hanya butuh penjelasan atas apa yang terjadi. Kenapa bisa laki-laki itu yang menanggung semua ulah kita? Uhm—sorry—ulahku," tandasku. "Kenapa juga ada kalimat fitnah yang mengatakan, bahwa dia mabuk dan dialah penyebab utama kecelakaan itu? Padahal aku tahu benar dia tidak mabuk. Aku yang salah karena membuatmu lepas kendali, tapi kenapa justru dia yang di borgol?" lanjutku. "Lalu, kemana saja kamu selama ini? Kenapa kamu menghilang? Kenapa kamu seolah menghindar dari aku?"

Aldo menghela napas panjang. Ia menyentuh bahuku tapi aku menepisnya. "Maaf, tapi aku lakukan ini semua demi kita."

"Apa maksudmu?" tanyaku terbelalak.

"Aku tahu benar seperti apa kondisi laki-laki itu dan aku pun tahu benar apa yang akan terjadi pada kita, jika polisi tahu kejadian sebenarnya. Jadi, aku melakukan ini semua demi kita." Aldo menatapku begitu teduh, meskipun aku tahu benar ia sedang dilanda stres berat. Wajahnya terlihat kusam dan tak bergairah seperti terakhir kali kumelihatnya. Kantung matanya terlihat begitu jelas. Ada kelelahan tersirat di sana.

"Demi apapun itu, aku tak pernah suka jika caramu kotor seperti ini!"

Tatapan mata Aldo berubah tajam. "Jadi, kamu lebih memilih di penjara?"

"Aku akan lakukan apapun, agar bisa menebus semua yang telah aku lakukan, bukan malah memutar balikkan fakta dan memfitnah orang lain seperti pengecut!" teriakku membahana.

"Tutup mulut kamu, Reinayya!" terdengar teriakan yang jauh lebih melengking tinggi daripada milikku dari arah tangga. Tak lama kemudian, aku melihat ibu Aldo berjalan ke arah kami dengan wajah penuh amarah menatapku. "Ini semua kami lakukan untuk kamu! Tapi apa yang kamu berikan pada kami sekarang? Cacian dan makian!" ujarnya berang dengan kedua mata melotot. Emosinya begitu kentara.

"Tante, terima kasih karena telah dengan sangat repot sekali membantu saya, tapi tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada Tante dan seluruh keluarga Aldo, saya lebih baik di penjara daripada harus menyiksa orang lain dengan cara kotor seperti ini!" tukasku tepat ketika wanita yang selalu terlihat modis itu sudah berdiri di hadapanku dengan tatapan super kejam ala penyihir jahat.

Tanpa bisa kuhindari, satu tamparan keras di wajahku kuterima dari tangan wanita itu.

[TAMAT] Married by AccidentWhere stories live. Discover now