Chapter 35

5.1K 286 0
                                    

"Sial!"

Aku mengumpat dalam hati dan merutuki tawaku yang ternyata membangunkan lelaki itu hingga memergokiku sedang mengamatinya tidur.

Bagas tergesa untuk duduk, kemudian menatapku. "Lagi apa kamu?"

Woaaaah ... Aku merasa bahwa ini semua adalah mimpi. Bagas yang hampir dipastikan tak pernah berbicara denganku sejak kejadian di rumah sakit beberapa hari lalu, tiba-tiba membuka mata dan mulutnya. "Maaf, aku tadi ..." Tenggorokanku mendadak tercekat.

Lelaki itu menggeser tubuhnya. Ia berusaha turun dari tempat tidur dan meraih kursi rodanya yang berada tak jauh dari tempatku terpaku tak berdaya.

"Kamu mau kemana, Gas?" tanyaku kikuk.

"Bukan urusanmu!" ketusnya yang terus mencoba meraih kursi roda, tetapi gagal karena benda itu terlalu jauh dari jangkauannya.

Aku mengulurkan tangan meraih kursi roda itu, spontan memegang tangannya untuk membantu membopong hingga ia bisa duduk di atas kursi itu. Namun, sekali lagi, aku menerima tepisan yang kali ini tidak bisa dikatakan halus.

"Semoga kamu tidak amnesia tentang ucapanku yang menyatakan agar jangan sekali pun menyentuhku!" seru Bagas berang.

Jantungku berdegup kencang. "Maaf ."

Bagas berhasil duduk di atas kursi rodanya dan kemudian berlalu meninggalkanku sendiri di kamar ini seperti biasanya. Ada secuil perasaan bersalah yang kembali menggelayuti. Semua semangat untuk berbenah dan mempersiapkan keberangkatanku besok pun sirna sudah. Kuhela napas panjang dan memilih untuk merebahkan diri ke atas tempat tidur. Entah angin apa yang membawaku berguling tepat di sisi Bagas tidur beberapa saat lalu. Samar, aku mencium seberkas aroma Gucci Guilty Black yang mengingatkanku pada aroma ketumbar hijau dicampur dengan lavender, berbaur orange blossom, nerolli, patchouli, dan cedar yang begitu kalem dan menenangkan. Entah mengapa jantungku jadi berdebar karena aroma itu. Apalagi bila aku ingat si pemilik aroma itu ada di balik pintu yang tak membutuhkan banyak langkah untuk kembali menangkap aromanya.

Entah setan atau malaikat yang telah berbisik padaku untuk kembali beranjak dari tempat tidur dan bergerak keluar kamar mencari Bagas. Ruang tengah kosong, ruang tamu kosong, bahkan dapur juga kosong. Aku mencarinya dengan setengah berlari. Jujur, aku takut terjadi sesuatu padanya.

"Bagas?" panggilku lirih karena takut Ibu dan Medina terbangun.

Tiba-tiba makhluk itu muncul seperti nessie di tengah danau. Ia baru saja masuk melalui pintu belakang dengan kursi rodanya yang sempat terantuk pinggiran pintu. "Ada apa lagi?" tanyanya dengan nada yang masih tetap sama. Dingin dan menyebalkan di telinga.

"Aku ... khawatir. Aku pikir kamu kemana tadi," kataku meringis sambil bersandar pada pinggiran meja marmer yang terasa dingin.

Bagas lagi-lagi terdiam dan dia meluncur begitu saja meninggalkanku di sana. Sepertinya aku ini lebih buruk dari seekor kutu buatnya. Dan entah mengapa, ada satu perasaan sakit yang kurasa di dalam hati ini. Perasaan tak diinginkan, seperti perasaan yang sempat menggelayutiku ketika aku masih bersama Aldo dulu. Sikapnya, kata-katanya, ekspresinya, hampir mirip dengan Aldo. Hanya saja, Bagas kelewat parah cueknya. Entahlah, dulu mungkin ia tak seperti ini. Bagas yang sekarang lebih mirip monster hasil persilangan genetika ciptaanku meminjam laboratoriumnya Oscorp.

[TAMAT] Married by AccidentWhere stories live. Discover now