27 - Salsa

2.2K 238 9
                                    

Dari lantai dua, saat ia keluar kamar. Fadil bisa mendengar samar-samar suara ramai dari arah ruang makan. Dan, itu terdengar sedikit aneh menurut Fadil. Biasanya jika pagi seperti ini tidak akan ada yang terlalu ria. Apalagi jika tanpa dirinya.

Ia yakin, Abang nya tidak pulang Minggu ini. Entah kenapa, akhir - akhir ini Abang nya itu sedikit aneh. Tapi ia tidak mau terlalu memikirkan nya, Abang nya sudah dewasa, dan sudah bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.

"Noah " ucap Fadil, begitu ia masuk keruang makan dan melihat Noah duduk di kursi meja makan, dengan Putri, adiknya di pangkuan Noah. Cih, anak itu masih saja manja pada sahabat nya itu.

"Oh, Haii.. good morning My friend " sapa Noah dengan semangat.

Fadil hanya mengangguk. Seharusnya ia memang sudah tidak terkejut lagi dengan kehadiran Naoh. Sahabatnya itu pasti akan selalu senang merecoki nya, datang seenak jidat kerumah nya dan akan menganggap seperti rumah nya sendiri. Bahkan ,tidak malu-malu seolah semua keluarga Fadil adalah keluarganya juga.

"Kamu mau numpang sarapan di sini ?" Tanya Fadil, ikut duduk di samping Noah.

"Hehehe.. loe tau aja. " Jawab Noah dengan kekehan ringan. "Loe kan tau, sarapan di rumah loe itu adalah hal yang paling hangat. " Lanjut Noah memberikan roti yang sudah ia bubuhi selai coklat pada Fadil. "Beda sama rumah gue, sepi kayak kuburan "

Fadil hanya tersenyum kecut mendengar itu. Ia melirik kedua orang tua nya dengan tidak enak, ia memang tau bagaimana kondisi keluarga Noah. Apalagi ketika sahabatnya bilang kalau kedua orang tuanya sudah pisah. Membuatnya semakin prihatin pada sahabatnya. Noah memang memiliki segala-galanya . Kedua orang tua nya, terutama sang Papa selalu memberikan apapun yang di inginkan Noah. Memanjakan nya dengan uang, tapi, Noah tidak pernah mendapatkan perhatian dan kasih sayang keduanya.

Namun ia salut dengan Noah, sahabat nya itu selalu bisa menyikapinya dengan dewasa. Walau sesekali ia dapat melihat tatapan iri dari mata Noah pada nya dan keluarganya. Makanya ia tidak pernah keberatan dengan keberadaan Noah di tengah-tengah keluarganya.

"Btw, gue datang pagi-pagi hari Minggu gini. Bukan karena gue kangen sama Putri doang, tapi gue mau nagih janji loe " ujar Noah mencubit gemas pipi gadis kecil di pangkuan nya.

"Janji,? Apa ?" Tanya Fadil bingung.

Noah langsung menatap Fadil dengan tatapan lasernya. Kemudian menghela napas berat.

"Loe janji mau ngenalin gue sama Salsa "

"Eh,! Kak Salsa ?" Ujar Putri tiba-tiba.

"Lho! Puput kenal?" Heran Noah.
"Kalo Kak Salsa temen nya Bangdek, Puput kenal. Rumah nya juga ada di dekat rumah Puput. Ya, kan Bangdek ?"

Noah langsung menoleh pada Fadil dengan picingan matanya. Kemudian langsung menyengir lebar.

"Oke! Kalau gitu gampang dong " ujar Noah lagi. "Cepetan sarapan, setelah itu kita kerumah Salsa " ujar Noah dengan semangat empat delapan.

Fadil hanya bisa menghela napas beratnya, memandangi kedua orang tuanya yang sudah tertawa renyah akibat ulah receh Noah. Namun, ia juga senang melihat keceriaan Noah. Karena, hanya begini ia bisa melihat binar bahagia yang benar-benar terpancar dari mata sahabat nya itu.

***

Fadil berjongkok dengan malas di atas trotoar jalan komplek perumahan yang keluarganya tinggali. Tepatnya di depan sebuah rumah besar dan mewah, memandangi Noah yang terlihat sudah seperti maling karena terus saja mengintip pada rumah besar dan mewah itu.

Yap!

Setelah ia bosan mendengar Noah, terus saja merengek meminta untuk di kenali ada Salsa. Ia akhirnya menyerah dan mau di ajak ke rumah Salsa.

Fadil & SheilaWhere stories live. Discover now