53

150 22 0
                                    

Bali.....

Dari dalam villa, sosok Fadil keluar dengan langkah santai dan pandangan menyapu seluruh halaman belakang. Terpaan angin khas pantai menerpanya dengan sejuk, namun tidak sama sekali mengganggunya.

Dia seperti tengah mencari seseorang. Sampai kakinya menuju batas halaman, dimana ada tangga turun ke pantai yang luas.

"Ck," dia berdecak saat melihat orang yang dia cari ternyata tengah duduk di bawah pohon kelapa di bawah sana.

"Akashi." Panggilnya sambil berjalan menuruni beberapa anak tangga dan berjalan menghampiri Akashi yang sedang duduk di sebuah batang pohon yang tumbang.
"Abang cariin juga, malah disini." Gumamnya ikut duduk di samping Akashi.

Anak laki-laki itu hanya menoleh sejenak, kemudian kembali pada buku musiknya.

"Tante Karin, nyariin kamu lho." Beritahu nya.

Ia memperhatikan bocah yang sudah seperti adiknya sendiri. Menurut cerita, Akashi lah yang pertama kali melihatnya hanyut di sungai setahun yang lalu.

Dan saat dia bangun dari koma nya dia melupakan segalanya. Hanya mengingat nama saja. Entah mengapa, bisa terjadi seperti itu. Menurut, Karel. Selaku dokter yang menangani nya, dia mengalami geger otak. Sehingga menyebabkan banyak memori yang hilang. Mungkin di sebabkan oleh benturan keras.

Kata Karel juga dia koma hampir 3 bulan lamanya.

Mengetahui dirinya yang kehilangan semua memori, membuatnya merasa sangat asing. Selalu bertanya-tanya tentang siapa dia sebenarnya. Atau bagaimana dengan keluarga nya. Opa Wiliam sudah membantu mencari, tapi sampai saat ini belum ada titik terang apapun.

Tapi, berkat kehadiran Akashi yang selalu bersamanya. Dia sedikit merasa nyaman. Dengan perlahan mulai terbiasa dan mulai dekat dengan bocah laki-laki yang punya sifat yang sangat pendiam. Tapi, bersamanya bisa menjadi sangat bawel dan juga cerewet.

"Aku enggak mau Tante Karin jadi mamaku." Ucap Akashi dengan nada suara pelan dan acuh tak acuh.

Ia langsung tersadar dari lamunan dan menoleh pada Akashi. Anak itu masih sibuk menulis beberapa not balok di sana.

"Aku enggak mau Papa nikah lagi." Lanjut Akashi.

Dia menghela napas berat, merangkul bahu Akashi dengan nyaman. Dia bisa mengerti perasaan anak umur 10 tahun itu. Pasti sangat berat rasanya, saat tiba-tiba orang asing datang dalam kehidupan kita. Apalagi jika akan menggantikan sosok yang sangat penting dalam hidup.

"Kamu enggak suka sama Tante Karin?." Tanya Fadil.

"Suka." Dia langsung mengernyitkan dahinya. "Tapi, Tante Karin bukan Mama ku. Aku enggak mau punya Mama baru lagi."

Dia mulai mengerti. Dan wajar sih, Akashi masih kecil. Tentu pemikiran nya masih belum dewasa.

"Akashi, dengerin Abang ya." Katanya membuat anak itu menatapnya. "Tante Karin enggak akan gantiin posisi Mama kamu. Tante Karin juga enggak akan pernah bisa jadi seperti Mama kamu. Dan kamu juga enggak perlu mencari pengganti."

"Tapi, Papa bilang kalau Tante Karin akan menjadi Mama ku nanti setelah menikah dengan Papa."

"Memang benar, tapi bukan berarti akan menggantikan Mama kamu. " Jelas Fadil mulai kesulitan. "Mama kamu akan selalu ada di sini." Lanjutnya menyentuh dada Akashi.

"Enggak akan ada yang bisa mengganti kan nya. " Lanjut Fadil lagi. "Tante Karin hanya akan meneruskan tugas Mama kamu. Menemani Papa, Nemani kamu, jaga kamu dan juga meneruskan perhatian dan kasih sayang dari Mama kamu."

Akashi diam menatapnya dia bisa melihat kalau anak itu masih ragu dan tidak mempercayai nya.

"Tapi, Papa akan melupakan aku." Ujar Akashi lirih dan kembali pada buku musiknya.

Dia langsung terkejut mendengarnya. Menelan ludahnya dengan susah payah. Hal ini adalah yang paling telak. Dirinya sangat tau bagaimana kondisi keluarga Akashi. Hubungan Kakek William, Karel dan Akashi tidak bisa di katakan baik. Maka dari itu, dia selalu berusaha mendekati Akashi,memanjakan sampai berusaha untuk selalu ada.

Mereka kehilangan orang-orang yang mereka sayangi. Dan meninggalkan luka serta sepi yang menyelimuti. Sehingga masing-masing mulai mencari pengalihan sendiri-sendiri. Sampai lupa, Jika masih ada anak kecil yang masih butuh kasih sayang, perhatian, tumpuan dan juga kekuatan.

Namun, dua orang dewasa itu nyatanya terlalu terbelenggu dalam luka dan ego sendiri.

***

Fadil duduk termenung di pasir pantai, mmenatap senja yang sebentar lagi datang. Dia sedang merenungi semua yang dia alami akhir-akhr ini. Walau sulit tapi dia harus ikhlas menerima kenyataan kalau dirinya sebatang kara sekarang. Tidak memiliki siapapun, dan tidak meningat siapn pun juga.

Di saat dia sedang mencoba untuk berusaha mencari memori nya yang hilang, tiba-tiba seseorang menghampirinya dan langsung duduk di sampingnya.

sret

" Mang Alang." Ucap Fadil sedikit kaget.

Pria muda itu mengulum senyum penuh makna. Membuat Fadil yang melihat itu hanya bisa menatap penuh curiga.

Dia ingat, beberapa kali berurusan dengan Mang Alang, yaitu adik dari Karel. Pria umur 27 tahun itu selalu saja usil. Dan suka menyusahkan dirinya.

"Dil, mau ikut ke Jakarta gak Minggu depan." Tawar Mang Alang dengan kerlingan penuh harap.

"Ngapain?." Tanya Fadil heran.

"Jadi gini, Minggu depan itu tim bola Mang Alang ada macth persahabatan di Jakarta. Dan, satu pemain kita cidera. Jadi, Mang Alang mau kamu menggantikan nya sebentar." Jelas Mang Alang dengan penuh harap dan muka melas.

"Aku enggak pernah main bola, Mang."

"Ck," decak Mang Alang tidak percaya. "Mang Alang sering liat kamu main bola sama Akashi di halaman belakang rumah." Kata Mang Alang tidak terima alasan dirinya. "Mang Alang ini bisa tau, mana yang bisa main dan mana yang memang jago main. Gini-gini Mang Alang punya mata elang dan pandai menganalisa."

"Ogah ah, kalau aku ikut. Entar Akashi sama siapa?."

"Ya ikut juga." Jawab Mang Alang. "Mang juga tau kali, kalau Akashi sekarang enggak bisa jauh-jauh dari kamu." Lanjut nya masih berusaha.

"Ya.. sekalian Dil, mana tau kamu disana nanti bisa dapat Ilham, dapat petunjuk gitu dari Allah. Tentang jati diri kamu. Mana tau, dengan kamu jalan-jalan bisa memberi sedikit pentunjuk di kepala kamu." Jelas Alang lagi.

Fadil diam sebentar, jujur saja dia juga sangat ingin mengetahui tentang dirinya. Selama ini hanya muncul beberapa gambar buram dan enggak jelas.
Terkadang muncul tempat-tempat yang sama sekali tidak ia ketahui, atau muncul seseorang yang memanggil namanya dalam mimpi.

"Boleh deh."

"Yes!." Seru Alang senang.

"Tapi aku dapat bayaran kan?."

"Dih, perhitungan banget sih!."

"Iya lah! Di sana aku kan juga butuh jajan. Buat jalan, makan dan beli oleh-oleh." Kata Fadil.

Alang langsung berdecak. "Kamu kamu di kasih jajan sama Om Wiliam."

"Mau enggak nih?." Tanya Fadil tidak berminat untuk membantu.

Alang kembali berdecak sebal, tapi tidak punya pilihan lain selain menyetujui syarat dari dirinya. Membuat ia juga terkekeh sendiri, karena berhasil mengelabui om nya Akashi itu.

Kedua nya pun mulai mengobrol tentang bola. Alang juga mulai memperlihatkan video bola pada Fadil. Sehingga ia pun mulai lupa dengan segala renungan tadi.



Fadil & SheilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang