63

337 34 3
                                    

Fadil tau jika orang yang tidur di sampingnya belum tidur. Walau jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari. Membuatnya menghela napas dan akhirnya memilih untuk bangun. Dia langsung menoleh pada Noah, sahabatnya itu sedang menatap langit-langit kamar yang gelap.

"Keluar yuk." Ajak nya.

Noah menatapnya sejenak, kemudian bangun dari baringan nya. Keduanya langsung keluar kamar, meninggalkan Akashi yang masih terlelap di atas tempat tidur. Romi dan dua temannya yang lain tidak jadi menginap. Nara memilih untuk menemani Zaki. Sedangkan Romi memilih pulang ke rumah sendiri.

Saat keduanya sedang menuruni tangga, mereka melihat Satria yang juga baru keluar kamar.

"Abang mau kemana?." Tanya Noah heran.

"Kalian juga mau kemana?." Tanya Satria kembali. Membuat Noah mendelik sendiri.

"Gak tau tuh." Jawab Noah tidak minat mengindikkan dagu pada dirinya.

"Jajan bang, di minimarket depan sana." Jawabnya kemudian.

"Yaudah, bareng kalau gitu. Abang juga."

Mereka mengangguk, dan malah jalan bertiga dengan saling beriringan. Satria berjalan di tengah-tengah keduanya.

"Kamu beneran mau kuliah di Amerika?." Tiba-tiba Satria bertanya pada dirinya.

"Bucin." Dumel Noah, membuat dirinya mendelik dan Satria terkekeh sendiri.

"Mama bilang ya?." Tanya Fadil pada abangnya.

Satria mengangguk. "Mama bukan mau larang kamu." Ujar Satria dengan tenang. "Cuma kondisi sekarang berbeda dengan setahun yang lalu. Mama masih trauma sama kejadian kecelakaan kamu."

Ia sudah menebak hal tersebut. "Noah, maaf ya. Kami enggak ngasih tau kamu tentang kecelakaan itu. Mama ngelarang, karena takut sama kondisi kamu." Lanjut Satria tidak enak.

"Gapapa kok, Bang. Aku ngerti." Jawab Noah.

Dia sempat marah, saat tidak ada yang mengabarinya tentang hal penting itu. Dia baru tau akhir-akhir ini, tidak sengaja mendengar obrolan Papanya dengan Papanya Fadil melalui telfon. Karena ingin memastikan, dia langsung terbang ke Indonesia untuk memastikan semuanya.
Sekarang dia bersyukur, sahabat nya baik-baik saja.

"Sheila."

Fadil dan Noah mengangkat pandangan mereka kedepan. Dan sedikit terkejut saat melihat Sheila dan Salsa berjalan bersamaan dari arah yang berlawanan.

"Mau ke minimarket juga?." Tanya Satria dengan nada ramah.

Noah sudah meliriknya dengan kerlingan jail. Membuat ia mendengus malas. Apalagi saat melihat senyum Sheila yang begitu manis untuk abangnya itu.

"Abang juga ?." Tanya Sheila.

"Abang juga?. Kita berdua enggak keliatan Dil. Seharusnya kalian ya,?." Saut Noah dengan nada meledeknya.

Sheila hanya mendelik, kemudian memutar bola matanya dengan malas. Dan menemukan Salsa yang menatap ke arah lain. Membuat gadis itu langsung sadar akan situasi.

"Bareng aja yuk." Ajak Satria kembali bersuara, tanpa menyadari situasi canggung yang mulai menerpa.

Kedua gadis itu mengangguk, kelimanya langsung berbelok menuju gerbang utama komplek. Jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah Salsa. Fadil memilih berjalan sedikit di belakang Sheila dan Satria. Sambil terus mendengus dalam hati. Membuat Noah terkekeh sendiri memperhatikan sahabatnya itu.

"Nara mana, Dil?." Tanya Salsa tiba-tiba.

"Pergi sama Zaki, nginep di sana kayaknya." Jawab Fadil.

Salsa mengangguk saja, ujung matanya melirik Noah yang tengah mengamati dua orang di depan mereka yang sedang mengobrol. Hingga mereka semua tiba di minimarket yang mereka tuju.

***

Salsa memilih keluar lebih dulu dari dalam minimarket, saat melihat Noah sudah lebih dulu keluar dan duduk di meja depan sana.
Dia menghela napas dan menghampiri Noah. Gadis itu langsung menarik kursi di depan Noah dan duduk disana.

Untuk satu menit lebih keduanya sama-sama diam.

Salsa melirik Noah, dan terkejut saat menangkap cowok itu memandangi dirinya.

"Apa?." Akhirnya dia bersuara.

Noah hanya mengulum senyum, lalu menggeleng. Cowok itu menoleh kebelakang, ke tempat Fadil dan Sheila yang sedang memilih jajanan. Sedangkan Satria entah ada dimana.

"Gimana kabar kamu?." Tanya Noah akhirnya.

"Baik." Nada itu terdengar dingin. Bahkan Salsa tidak menanyai dirinya balik.

Keduanya kembali diam tanpa obrolan, sampai Satria keluar bersama dengan Fadil dan Sheila.

"Kalian berdua kita anter ya.? Udah malam banget ini." Ujar Satria. Namun, sejenak kemudian ponsel di saku celana pendeknya bergeter. Saat ia melihat, ternyata kontak istrinya. Maka ia langsung menjawab nya.

"Abang pulang aja duluan, biar aku yang nganter Sheila sama Salsa." Ujar Fadil.

Satria mengangguk, dia pun langsung memilih berbelok menuju rumah. Noah hendak mengikuti Satria, tapi lebih dulu di tarik oleh Fadil.

"Lo temenin gue. Masa gue balik sendiri nanti." Keluh Fadil.

Noah mendengus dan akhirnya memilih menurut saja.
Mereka berempat berjalan bersama sambil mengobrol, Fadil dan Sheila seperti tidak ingin memberi moment untuk dua manusia yang sedang di landa rasa canggung.
Terbukti, dengan Sheila memilih jalan bersama dengan Noah, dan Fadil dengan Salsa.

***

"Lo gapapa kan?."

Noah mengernyitkan dahi mendengar pertanyaan khawatir tersebut keluar dari mulut seorang Sheila.

"Kenapa emangnya.?." Tanya dirinya heran.

"Ya,, gue tau kali tentang perasaan Lo ke sepupu gue itu." Ujar Sheila menatap pada Salsa dan Fadil yang berjalan dalam jarak lumayan jauh.

"Oh, gak kok. Gue baik-baik aja."

"Kenapa sih, Lo gak pamitan sama dia?." Noah kembali mengernyit kan dahinya.

"Gue pamit kok."
"Ya, cara pamit Lo salah."

"Gue gak mau bikin hubungan dia Sama Nara rusak gara-gara gue." Kata Noah jujur. "Salsa.. keliatan bahagia banget karena bisa pacaran sama Nara." Lanjut Noah sempat menjeda ucapannya.

"Keputusan gue pindah ke Belanda ikut bokap, makin bulat waktu gue sadar kalau ternyata gue enggak sama sekali punya kesempatan buat miliki dia." Lanjut Noah mulai curhat.

"Kesian banget Lo.. ckckck. Sabar ya." Sheila malah menepuk-nepuk bahu nya memberi semangat.

Noah hanya bisa mendelik, karena tau kalau Sheila tidak tulus sama sekali.

"Lagian, dia enggak akan ngerasa kehilangan juga kan? Toh, kita cuma temenan doang, dan enggak ada-".

"Sok tau Lo." Saut Sheila menyela. Noah langsung berhenti melangkah. Bukan terkejut, tapi karena tiba-tiba merasa dadanya nyeri.

Melihat itu Sheila langsung ikut berhenti, dan menyentuh bahu Noah.

"Lo gapapa kan?." Noah menggeleng, mencoba untuk tenang. Dengan perlahan dia menarik dan membuat napas.

Saat dia sedang membungkuk, tiba telapak tangan seseorang menyentuh pipinya dan kemudian dada kirinya. Dia terkejut saat melihat Salsa lah orangnya. Menatapnya dengan cemas dan sifat khawatir.

"Lo pucat banget? Lo sakit? Bagian mana?." Panik Salsa.

Sheila langsung terhenyak, sedikit kaget dengan reaksi sahabat sekaligus sepupunya itu.

"Gapapa kok." Noah langsung menguasai dirinya kembali. Dia menyentuh tangan Salsa di pipinya dan menurunkan nya. "Cuma kesedak minum aja." Lanjutnya.

Salsa belum bisa percaya, tapi situasi membuatnya harus mundur dan menjauh. Walau dia penasaran, karena dari pengamatan tadi, dia sempat melihat Noah memegangi dadanya sendiri. Lalu wajahnya yang pucat. Tapi, lagi-lagi keadaan yang membuat mereka berdua berhenti dan membiarkan semua dalam berjarak.

***

Fadil & SheilaWhere stories live. Discover now