CHAPTER 34

4.6K 199 0
                                    

Hari itu mereka habiskan untuk berjalan-jalan di sekitar kota frankfurt dari pagi sampai malam tiba. Saat ini Rose dan Nial sedang menikmati hidangan makan malam mereka di salah satu restoran terbaik yang ada di sana.

"Kau akan menetap satu bulan bukan?" tanya Rose sambil mengunyah dagingnya.

"Itu terlalu lama, Sayang. Mungkin tiga hari lagi aku sudah harus kembali ke New York." Nial tersenyum.

"Satu bulan lagi, aku akan melaksanakan wisuda, bisakah kau datang untukku?"

"As you wish, Maam. Aku tidak pernah bisa menolak permintaanmu," ujar Nial masih saja di sertai senyum tulusnya. Tangan kanannya juga sudah menggenggam tangan kiri Rose di atas meja.

"Kau benar-benar tidak menyembunyikan apapun dariku kan, Nial?"

"Sayang, ayolah. Aku tahu kau tidak pernah main-main dengan ucapanmu. Jadi, apa kau percaya jika aku sudah tidak pernah bertemu Ellisa setelah ia kupecat sesuai keinginanmu?"

Rose tersenyum lembut lalu membalas genggaman Nial pada tangannya. "Maaf jika aku menjadi tunangan yang posesif untukmu. Aku tahu jika sikapku ini menyebalkan, tapi apa kau tahu jika di tinggalkan orang yang kita cintai untuk wanita atau pria lain begitu menyakitkan, Nial?"

Nial terdiam membiarkan Rose mengutarakan isi hatinya. Ia tahu jika selama ini Rose masih menyimpan sakit hati dari sang mantan kekasih dan mantan sahabatnya, dan Rose jarang mengeluh tentang itu.

"Aku berada jauh darimu, bukankah menjalani hubungan jarak jauh sangat tidak enak, Nial?" lanjut Rose masih tersenyum. Sorot matanya terlihat berbeda. "Jika kau merasa keberatan dengan sifat posesifku, kau bisa pergi dariku sekarang. Toh, jika kau pergi sekarang terasa sama saja bukan? Intinya aku di tinggalkan karena wanita lain, atau karena sifat burukku?" Rose tertawa sumbang melepas genggaman tangan Nial. "Pergilah, Nial."

Nial menatap tajam Rose yang ada di depannya. Ia memilih bangkit dan mendekat ke kursi Rose, lalu menarik wanita itu dengan sedikit kasar untuk berdiri di depannya. Matanya terlihat menggelap dan tajam. Nial tidak mau menunggu dan ia segera mencium bibir Rose dengan kasar. Tentu itu bukan kecupan rindu atau sejenisnya. Nial marah dan ia sangat marah dengan apa yang Rose katakan padanya tadi.

"Ini peringatan dariku, Rose. Jangan kau ulangi permintaanmu tadi atau kau tidak akan termaafkan," ujar Nial dengan napas yang memburu setelah melepas ciumannya. Kedua tangannya berada di sisi wajah Rose dengan ibu jari yang mengusap pipinya lembut. "Kau milikku dan tentu saja aku milikmu, kau bisa mengaturku semaumu karena memang kau berhak." Nial memberi jeda untuk mengambil napas. "Menikahlah denganku, Rose. Will you be my the one and only women in my life, Rossi Guena Alphard?"

"Kau yakin ingin menikahi wanita sepertiku?" tanya Rose meneteskan air matanya sambil meremas kedua tangan Nial yang ada di sisi wajahnya.

"Ya, wanita sepertimu atau lebih tepatnya kau lah yang aku inginkan menjadi wanita satu-satunya dalam hidupku, wanita yang akan menjadi ibu dari anak-anakku, wanita yang akan menemaniku sampai tua nanti. Mau kah kau?"

"Aku..." suara Rose tercekat di tenggorokannya untuk menjawab. "Tentu aku mau, Nial. Tapi aku harus menyelesaikan urusan pekerjaan dan juga kuliahku terlebih dahulu."

"Aku akan menunggumu, Sayang." Nial mencium bibir Rose lagi, kali ini ciumannya lebut dan dalam. Tidak ada emosi dan murni ciuman penuh cinta yang di berikannya, Rose juga mengimbangi ciuman tersebut sampai akhirnya terlepas.

Mereka sama-sama terengah dan akhirnya tersenyum. "Jangan pernah berkata aku harus meninggalkanmu, Rose. Apa kau lupa jika aku akan pergi saat kau memintanya?"

Rose mengangguk. "Maafkan ku, aku hanya tidak tahu lagi cara agar kau tetap bersamaku." air mata yang tadi sudah mengering kini tertimpa lagi.

Dengan lembut, Nial memeluk Rose dan mencium puncak kepalanya berkali-kali. "Jangan biarkan aku meninggalkanmu, Rose."

DARK ROSE ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang