CHAPTER 25

4.5K 231 1
                                    

Mereka sudah sampai di tempat di adakannya festival musik tersebut. Dengan baju cropped top tanpa lengan berwarna hitam di padukan dengan celana bludru berwarna navy juga ransel kecil yang tersampir di kedua pundaknya, Rose berjalan sambil menggandeng tangan Nial dengen erat. Di sebelah mereka Rachelle dan Ben ikut berjalan.

Mereka mencari tempat yang jauh dari panggung festival tersebut untuk menunggu acaranya di mulai. Rose yang sangat suntuk menempelkan tangan Nial pada dagunya dan Nial diam-diam mengambil foto.

"Kapan acaranya akan di mulai?" keluh Rose menghela napasnya.

Lalu tak lama kemudian suara musik mulai terdengar. Suara beat yang keras khas seperti di club-club malam berdengung karena Martin Garrix yang berada di panggung tersebut.

"It's my time, Baby." Rose segera menarik tangan Nial untuk berlari menuju arah panggung dan mulai menggerakkan tubuhnya bebas.

"Oh, ini yang aku rindukan." Rachelle ikut menari dan merangkul leher Ben.

\(○^ω^○)/

Sepulang dari festival musik tadi siang, Rose, Nial, Rachelle dan Ben langsung kembali ke penginapan. Waktu sudah menunjukan pukul Lima sore dan Rose masih bergelung hangat di bawah selimut dengan Nial yang setia memeluknya hangat.

"Bangunlah, sayang, aku harus segera mandi." Nial mengelus kepala Rose dengan lembut.

"Nanti saja, ini sangat nyaman untuk segera berakhir." Rose semakin mendekatkan diri pada dada bidang Nial yang tak di tutupi apapun.

"Aku masih bau, Rose."

"Kau wangi, dan aku nyaman." Rose mengelus dada bidang Nial halus.

Oh, ayolah. Nial sedang berusaha agar tidak berbuat macam-macam dengan Rose. "Sayang kau harus tau kalau aku sangat tidak nyaman," Nial menggenggam tangan Rose yang sejak tadi mengelus dadanya lalu mengecupnya pelan.

"Badanku lengket dan bauku sangat tidak enak. Jadi, biarkan aku mandi sebentar." Nial mengelus rambut panjang Rose sambil tersenyum kecil.

"Baiklah-baiklah." Rose menghela napasnya kasar lalu berbalik memunggungi Nial.

Nial tersenyum dan menarik Rose mendekat sampai pinggung Rose menempel pada dada telanjangnya. "Dinner romantis?" tawar Nial sambil mencium cuping telinga Rose.

"Kai berusaha merayuku agar aku tidak marah, huh?"

"Tidak, aku sudah merencanakan itu sejak jauh-jauh hari."

"Lalu bagaimana dengan Rachelle dan Ben?"

"Yang terpenting adalah kita berdua."

Rose tersenyum senang dan segera berbalik lalu mencium bibir Nial lembut. "Mandilah, jangan terlalu lama. Aku akan menyiapkan pakaianmu."

Rose bangkit dari bed dan membenahi baju Nial yang ia kenakan lalu keluar kamar untuk minum. Nial sendiri masih duduk dan bersandar pada kepala ranjang. Ia mengambil ponselnya yang tergeletak di nakas sebelah ranjang. Ada satu pesan dari nomor tak di kenal. Nial segera membukanya.

"Jika aku tidak bisa memilikimu, maka tidak satupun orang yang bisa memilikimu, Nial. Kau terlalu mudah untuk ku kecoh seperti ini. Dan kita lihat apa yang akan terjadi jika Rose mengetahui semuanya."

Nial menggenggam ponselnya erat sampai suara pintu tertutup menyadarkannya. Nial segera menghapus pesan tersebut dan beranjak turun dari ranjang.

"Kenapa kau baru saja turun dari ranjang?" tanya Rose setelah kembali dari dapur.

"Tidak apa-apa. Hanya baru memikirkan apa yang harus kita lakukan besok pagi."

"Aku ingin bersantai di halaman belakang. Bagaimana menurutmu?"

"As you wish, Baby." suara Nial menghilang setelah pintu kamar mandi tertutup dan mulai terdengar gemericik air.

\(○^ω^○)/

Seperti yang Nial katakan tadi sore, sekarang mereka berdua tengah duduk berhadapan di salah satu restoran mewah yang ada di Los Angeles dengan pemandangan indah yang dapat mereka lihat dari lantai Sembilan tersebut. Sebelumnya, Nial sudah mereservasi satu meja dengan ruangan VIP, jadi di dalam ruangan tersebut hanya ada mereka berdua.

Mereka sudah selesai makan malam, dan hanya berbincang-bincang santai.

"Kapan kau akan bekerja? Kau langsung berlibur setelah penyerahan jabatanmu." ujar Rose dengan menatap Nial lembut.

"Perlukah aku memberi alasan?" jawab Nial balik bertanya.

"Karna aku?" Rose menebak dengan senyuman mengejek.

"Kalau aku berkata karena Rachelle, bukankah sangat aneh?"

Mereka terkekeh bersama. Lalu Nial meraih tangan kiri Rose. Tangan lembut dan halus itu menjadi semakin indah karena cicin berlian yang tersemat pada jari manis Rose. Nial mengelus punggung tangan Rose.

"Bisakah kau sering mengunjungiku saat aku berada di Jerman? Aku bukan tipikal orang yang bisa menahan rindu." Rose menatap Nial sendu.

"Akan ku luangkan waktuku untukmu." kemudian, Nial mencium punggung tangan Rose tersebut dengan lembut.

Ponsel Nial berdering dengan nyaring. Dan nama Jack lah yang muncul pada layar tersebut. Nial sendiri hanya melirik ponselnya sebentar lalu kembali menatap Rose dengan senyum lembutnya.

"Angkatlah, mungkin itu penting." ujar Rose dengan tersenyum.

Rose tau, Jack menelpon karena perihal Ellisa, dan Nial pun sangat sadar untuk tidak mengangkat panggilan dari Jack tersebut.

"Tidak ada yang lebih penting dari pada waktuku bersamamu."Nial mematikan panggilan dari Jack, lalu menonaktifkan ponselnya.

Mereka sama-sama terdiam. Sampai helaan napas Rose terdengar. "Ayo kita pulang, aku ingin tidur dan di peluk olehmu." ujar Rose.

"Kau tidak ingin berjalan-jalan lagi?" tawar Nial.

Rose menggeleng. "Aku ingin tidur saja, Nial, aku ingin memelukmu sampai kau tidak bisa bernapas." kemudian terkekeh.

Mereka bangkit dari kursi lalu bergandengan tangan meninggalkan restoran mewah tersebut. Nial kemudian membukakan pintu mobil untuk Rose.

"Rose, kau harus tau bahwa aku selalu menahan hasrat untuk tidak berbuat macam-macam padamu saat kita berada di atas bed." ujar Nial sambil menatap lurus jalanan di depannya.

Rose tersenyum. "Kenapa kau menahannya? Kau bahkan tau jika aku tidak akan menolak apapun yang kau mau."

"Karna aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk tidak menyentuhmu sebelum waktunya, Rose." Nial menggenggam tangan Rose dan menciumnya.

"Kau bisa menungguku sampai aku kembali kesini lagi?" tanya Rose resah.

"Tentu saja, sayang. Aku tidak mungkin menghianatimu."

"Aku hanya takut kecewa, Nial. Ku harap kau benar-benar bisa menjaga hatimu."

"Saat kau di kecewakan, ingatlah seberapa berarti orang tersebut di hatimu, tidak perlu kau balas. Karna Tuhan selalu adil dalam memberi takdir."

Lamborghini hitam tersebut sudah memasuki wilayah penginapan yang mereka tempati. Nial turun dan membukakan pintu untuk Rose.

"Gendong."

Nial kemudian merendahkan tubuhnya dan memunggungi Rose. Tapi ia tidak merasakan beban apapun dan justru menemukan hils hitam di depannya. Nial memdongakkan kepalanya.

"Kau ingin ku gendong bukan?" tanya Nial bingung.

Rose hanya tersenyum dan jastru menyuruh Nial untuk berdiri di hadapannya. Setelah Nial berdiri, Rose merangkulkan kedua tangannya ke leher Nial dengan ringisan lebarnya.

"Ada apa? Hmm?" Nial merengkuh pinggang Rose agar semakin merapat dengannya.

Rose tiba-tiba melompat dan mengaitkan kakinya pada pinggang Nial dan Nial tersenyum lalu mencium bibir Rose dengan gemas.

"Bisakah kau tidak semenggemaskan itu? Kau membuatku menjadi tambah mencintaimu."

🌹🌹🌹

DARK ROSE ✅Where stories live. Discover now