CHAPTER 7

5.8K 361 5
                                    

Pagi ini, Nial pergi ke apartementnya untuk mengambil beberapa buku yang akan di jadikan referensi untuk melengkapi skripsinya. Ia memasuki lift bersama dengan seorang wanita yang terlihat lebih muda Dua Tahun di bawahnya. Wanita itu tersenyum dan Nial hanya membalasnya dengan senyuman tipis.

"Kau tinggal disini?" tanya Wanita itu dengan memandangi pantulan dirinya di dinding lift.

"Ya." Nial menjawabnya dengan singkat.

Wanita itu tersenyum, lalu berkata. "Kau terlalu kaku di depan seorang wanita. Jangan canggung, nanti tidak akan ada yang mau menjadi kekasihmu."

Lift terbuka di lantai yang wanita tersebut tuju. Wanita tersebut keluar dan Nial menutup lift kemudian memencet tombol untuk menuju ke lantai dimana apartementnya berada. Ia mendengus saat mengingat kata - kata wanita tersebut yang menyebutnya terlalu kaku.

Dia memang orang yang cuek. Bukan karna masa lalu atau permasalahan tertentu. Nial memang orang yang cuek dengan sekitarnya, terutama wanita. Di akuinya, wanita yang bersama dengannya di lift barusan tergolong wanita yang cantik, sangat cantik. Tapi ia tidak tertarik sama sekali. Dan itu juga bukan karna dia jenis pria penyuka sesama jenis. Ewh, memikirkannya saja Nial mual.

Ting!

Lift berhenti di lantai yang ia tuju. Nial segera keluar untuk sampai di kamarnya. Berbicara apartemen milik Nial ini, tergolong apartemen yang mewah dan hanya di huni oleh orang - orang dari kalangan atas. Nial mendapatkannya dari hadiah ulang tahunnya saat berumur Delapan Belas tahun dari sang Ayah.

▶⚫⚪⚫◀

Rose memasukan kartu aksesnya lalu menekan beberapa tombol password kamar Frans. Setelah bunyi bip terdengar, pintu tersebut terbuka. Rose tersenyum smirk.

Dari dalam, terlihat Frans dan Noura dengan wajah syoknya. Mereka sedang berada dalam posisi yang sangat intim di sofa ruang tamu. Rose langsung melangkahkan kaki jenjangnya tanpa ragu. Ia duduk di sofa yang berhadapan dengan Frans dan Noura.

"Selamat Pagi." Rose tersenyum manis.

Frans segera membenahi posisinya, begitupun dengan Noura. Mereka masih bergeming menundukan kepala. Sampai suara Rose kembali memecahkannya.

"Aku hanya akan berkunjung sebentar, Frans. Dan sekarang aku akan pulang. Maaf aku mengganggu kegiatan kalian." Rose beranjak dari duduknya dan melangkah keluar. "Dan satu lagi, Frans. Aku ingin mengatakan kalau hubungan kita sudah berakhir." ujarnya sebelum kembali melangkah dan menutup pintu.

Rose menghela nafasnya. Ia memang tegar, tapi tidak bisa di bohongi. Ia tetap perempuan, dan hatinya tetap merasakan sakit dengan penghianatan yang di lakukan oleh mantan pacar dan sahabatnya.

Lift terbuka, Rose melangkah dengan wajah tertunduk. Setelah lift terbuka, Rose masuk. Ia menghela nafasnya berat.

"Kau lagi." Rose menatap pantulan dirinya dan seorang laki - laki di sebelahnya melalui dinding lift. Laki - laki itu menatapnya aneh.

"Kau tau? Aku baru saja melihat pacarku berselingkuh dengan sahabatku. Menyedihkan bukan, kisah cintaku?" ucap Rose pada laki - laki tersebut yang tidak di tanggapi sama sekali.

"Mungkin Tuhan berkehendak agar kita berjodoh." Rose tersenyum.

Lift terbuka. "Namaku Rose, dan aku suka bunga mawar merah." Rose melangkah keluar lift dengan senyuman manisnya.

"Orang gila. Baru saja patah hati, senyum - senyum sendiri. Apa akibat sakit hati bisa sefatal itu?" laki - laki itu menggelengkan kepalanya lalu ikut keluar dan menuju ke mobilnya.

Rose masih duduk di belakang kemudinya dengan wajah datar. Ia beberapa kali menghela nafas kasar. Ia tersenyum miris. Betapa sialanya dia, di hianati oleh sahabatnya sendiri. Oh, ini bukan perihal Frans. Tapi perasaan kecewanya lebih tertuju pada Noura. Apa kurangnya Rose pada Noura? Semua ia belikan untuk sahabatnya tersebut. Kalau saja Noura jujur memiliki hubungan dengan Frans, ia akan melepas Frans untuk Noura. Bukan dengan bermain di belakangnya. Dan, Frans juga berhubungan dengan Mrs. Dee? Dosennya sendiri? Oh, astaga! Sungguh tidak tau malu.

Rose kembali menghela nafas kasar. Ia akan ke kantor Ayahnya dan mengajukan sesuatu mumpung hari ini tidak ada jadwal mata kuliahnya. Ia mengambil ponselnya di dalam tas, jam menunjukan pukul Sepuluh, biasanya Ayahnya sedang sibuk. Ia akan mencoba menelfon Asisten pribadi Ayahnya.

"Paman... Apa Daddy sibuk untuk satu jam kedepan?... Tolong katakan pada Daddy aku akan ke kantornya... Terima kasih, Paman..."

Setelah berbincang dengan Asisten pribadi Auahnya, ia segera melaju menuju gedung kantor ayahnya.

Jalanan yang lenggang dan dengan kecepatan sedang, Rose tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai di kantor Ayahnya. Ia segera menaiki lift menuju ke ruangan Ayahnya berada. Sampai disana, ia di sambut dengan salam hormat dari Sekertaris Ayahnya.

"Fred, apa Daddy di ruangannya?" tanyanya sebelum masuk.

Ayahnya selalu mengajarkan kesopan santunan terhadap semua orang. Dan itu berlaku dimanapun dan kapanpun, tak terkecuali kantor Ayahnya sendiri. Ia di wajibkan bertanya kepada Sekertaris Ayahnya yang berada di depan ruangan Ayahnya.

"Tuan Alphard sedang menemui tamu dari luar negri bersama Patrick, Nona." jawab Fredrick.

"Bolehkah aku menunggu di dalam ruangan, Dad?" tanyanya lagi.

"Tentu boleh, Nona." Fred tersenyum.

"Terima kasih, Fred. Jika nanti Daddy sudah tiba, katakan bahwa aku sudah menunggunya di dalam."

"Baik , Nona. Ada yang di perlukan lagi?"

"Tidak, Fred. Aku akan masuk."

Fred menunduk hormat sampai Rose memasuki ruangan Ayahnya.

Tak berselang lama, Ayahnya masuk dengan senyuman. "Ada apa, sayang? Tumben kau mau menemui Daddy di kantor." Thomas duduk di sebelah Rose.

"Dad, bolehkah aku pindah di Universitas milik Daddy? Aku muak melihat Frans dan Noura." ujarnya dengan nada memohon. "Tapi kalau Daddy tidak mengizinkan tidak apa - apa."

"Siapa bilang, Princess. Tentu saja boleh. Dad juga akan memasukan Darel dan Kharel kesana." Thomas mengelus kepala anak pertamanya tersebut.

"Terima kasih, Dad. Kau memang yang terbaik." Rose tersenyum seraya memeluk Ayahnya dengan erat.

"Kau sudah mengetahui semuanya, Princess?" Thomas masih mengelus kepala Rose dengan sayang sambil menatap kedepan.

"Apakah sebelumnya Daddy sudah mengetahuinya?" Rose segera bangun dan menatap Thomas.

"Ya, Daddy dan Mommy sudah mengetahui semuanya, sayang."

"Kenapa Daddy tidak memberi tau aku? Dan, sejak kapan Daddy mengetahuinya?"

"Daddy belum sempat mengatakannya padamu, sayang. Adik - adikmu pun sudah mengetahuinya." Thomas menegakkan tubuhnya. "Daddy melihat mereka berdua di jalan saat liburan kemarin."

"Sudahlah, Dad. Aku muak." Rose menyibakkan rambutnya.

"Kau orang baik, Rose. Jadi orang - orang di sekitarmu memanfaatkan kebaikanmu. Bukan maksut Daddy ingin membuatmu menjadi orang yang angkuh. Tapi, maksut Daddy lebih ke hati - hati dalam memilih teman, Rose." pensannya sambil menatap serius Rose.

"Iya, Dad."

"Besok akan menjadi hari terakhirmu di Harvard. Ambil semua milikmu yang sudah kau berikan pada Frans dan Noura. Orang tidak tau di untung seperti mereka tidak pantas menjadi orang terdekatmu, Rose."

"Of course, Dad. Tapi, bagaimana jika nanti mereka tidak mempunyai apa - apa dan hidup di jalanan menjadi gelandangan. Oh, aku sudah jahat pada mereka." Rose tersenyum smirk.

"Hitung - hitung menambah koleksi mobil mu, Rose."

"Besok akan aku minta semua, Dad." Rose beranjak berdiri. "Terima kasih kau sudah menyetujuiku untuk pindah, Dad. Aku akan pulang. Aku menyayangimu, Dad." Rose mencium kedua pipi Ayahnya lalu melenggang pergi.

DARK ROSE ✅Where stories live. Discover now