CHAPTER 5

6.4K 318 3
                                    

Di tengah perjalanan Nial menuju rumahnya, ia melihat seorang gadis dengan rambut dark brown dengan ombre blonde menangis di sebuah halte bus. Ia menepikan mobilnya lalu turun dibikuti Ben di belakangnya. Ia menghampiri gadis tersebut.

"Hello girl. Kenapa kau menangis?" tanya Nial lembut sambil mengelus puncak kepala gadis tersebut.

Gadis tersebut belum menjawabnya dan masih terisak.

"Hai cantik, jangan takut. Kami orang baik, katakan apa yang membuatmu menangis?" Ben ikut membujuknya.

"Benarkah kalian orang baik?" tanya gadis itu mulai mendongakkan wajahnya.

"Yeah... Apakah kita terlihat seperti preman? Preman mana yang memakai mobil lamborghini?" Ben terkekeh.

Gadis itu tersenyum pada Nial dan Ben.

"Sekarang katakan apa yang membuatmu menangis?" tanya Nial lagi.

"Aku di ejek gadis manja oleh teman - teman ku." Wajah gadis itu kembali murung. "Mereka bilang, aku hanya beruntung menjadi anak Daddy ku, kalau tidak, aku pasti akan menjadi gelandangan." tangisnya kembali pecah.

"Hei, jangan menangis lagi. Setiap orang tidak pernah memilih mereka akan lahir di keluarga mana. Mereka hanya iri padamu, jangan terlalu di fikirkan. Fokus saja untuk belajar. Oke?" nasihat Nial tersenyum mengelus puncak kepala gadis tersebut.

"Terima kasih, kakak tampan." gadis itu tersenyum manis.

Nial terkekeh. "Jangan panggil aku seperti itu. Namaku Nial, dan ini temanku, Ben."

"Aku Ben, gadis manis. Siapa namamu?" tanya Ben.

"Aku Khayla." cicit gadis itu.

"Baiklah Khayla, kenapa kau belum pulang? Ini sudah sore." Nial melirik jam tangan di pergelangan tangan kirinya.

"Aku sedang menunggu supirku, tapi ia tak kunjung datang." wajah Khayla berubah menjadi murung.

"Bagaimana kalau kami antar?" usul Ben.

Khayla terlihat berpikir. Sedetik kemudian ia menatap Nial dan Ben bergantian. "Tidak usah. Aku takut merepotkan kalian."

"Tidak apa Princess, sebutkan saja alamatmu." Nial tersenyum lagi.

"Eum... Aku akan meminta Dad untuk menjemputku, tapi aku tidak membawa ponselku, bolehkah aku meminjam ponsel kakak?" Khayla menatap ragu pada Nial.

"Tentu saja" jawaban tersebut membuat Khayla berbinar senang.

Setelah menerima ponsel Nial, ia mengambil sebuah buku dari tasnya lalu mendial nomer Daddy nya.

"Dad, ini aku. Khayla.... Kenapa Sam belum menjemputku?.... Lalu, Bisakah Daddy menjemputku?.... Baiklah, aku akan menunggu mereka datang.... Ya, Dad.... Aku meminjam ponsel Kak Nial.... Akan aku ceritakan setiba di rumah.... Baiklah.... Daddy! Jangan menyebutku seperti itu.... Okay, love you too, Dad"

Khayla mengembalikan ponsel tersebut kepada pemiliknya. "Terima kasih, Kak." ujarnya tersenyum.

"Sama - sama. bagaimana? Kau pulang di jemput siapa?" Nial bertanya setelah memasukkan ponselnya kedalam saku kemejanya.

"Aku akan menunggu Kakak ku, Kak Nial dan Kak Ben bisa pulang. Dan terima kasih sudah menenangkanku." Khayla tersenyum.

"Kami akan menemanimu sampai Kakakmu datang." Nial tersenyum.

Kenapa hari ini Nial terlihat banyak tersenyum? Tidak seperti biasanya.

Setelah menunggu beberapa menit. Datanglah sebuah mobil Lamborghini merah berhenti di depan mobil Nial. Dua laki - laki kembar turun dari lamborghini merah tersebut.

"Baby Khay, ayo kita pulang." ujar salah satu dari mereka menggamit tangan Khayla.

"Darel, tunggu dulu." Khayla melepas tangan Darel.

"Oh hai, siapa kalian?" tanya Darel melihat Nial dan Ben.

"Mereka yang sudah membuatku berhenti menangis, Darel. Mereka Kak Nial dan Kak Ben." Khayla mengenalkan Nial dan Ben pada kakaknya. "Kharel, kemarilah." ia memanggil Kharel yang sedang bersandar di badan mobil.

"Aku Darel, dan ini kembaranku Kharel." Darel menyalami Nial dan Ben bergantian dan di ikuti Kharel.

"Aku Nial."

"Aku Ben."

"Terima kasih sudah membantu adikku yang manja ini." Kharel tersenyum tulus.

"Kharel..." Khayla merengek.

"Tunggu, apa kalian putra putri dari Mr. Thomas Alphard?" Tanya Ben.

"Bisa dibilang begitu." Darel menjawabnya dengan terkekeh. "Baiklah, aku harus segera membawanya pulang. Sekali lagi terima kasih, Nial, Ben."

Darel menggandeng tangan Khayla menuju mobilnya.

"Semoga kita bisa berjumpa lagi." Kharel tersenyum lalu ikut meninggalkan Nial dan Ben menyusul Darel.

Lamborghini tersebut sudah hilang dari pandangan mereka.

"Nial, aku tidak percaya ini. Kita barusaja bertemu dengan anak - anak dari Mr. Alphard?" Ben berteriak histeris.

"Sudahlah, dasar kampungan." Nial beranjak memasuki mobil sambil terkekeh mendengar umpatan Ben. Mereka meninggalkan halte tersebut dan melanjutkan perjalanannya.

▶⚪⚫⚪◀

"Rose, bagaimana menurutmu?" Noura menunjukan Gaun malam dengan potongan dada rendah dan punggung yang terbuka berwarna merah.

"Tidak terlalu buruk, kau mau itu?" jawab Rose menilai Gaun yang di pilih Noura.

"Ya, aku akan ambil yang ini." jawab Noura bersemangat.

"Okay, bantu aku memilih dan aku akan membayarkan itu untukmu." ujar Rose sambil memilih baju untuknya.

"Baiklah tuan putri, ayo kita cari gaun yang pas untukmu." Noura beranjak ke tempat lain mencari gaun untuk Rose.

Noura kembali menghadap Rose dengan tiga gaun dengan model yang berbeda. "Cobalah, Rose."

"Kau tau aku tak suka memakai gaun, Nou." Rose kembali menatap baju - baju di hadapannya.

Ia akhirnya memilih baju bermodel Crop top tanpa lengan dengan motif garis garis berwarna pink dan putih yang di padukan dengan ripped jeans.

"Aku akan mengambil ini."

Rose menyerahkan baju pilihannya pada pelayan yang mengikuti mereka. Ia mengambil kartu kredit dan memberikan pada pelayan yang lain.

Tak berselang lama. Pelayan tersebut kembali dengan bebetapa kantong belanja milik Rose dan Noura. Setelah selesai berbelanja baju, Rose memutuskan untuk pulang. Ia merasa lelah, dan meminta Noura mengantarkannya.

DARK ROSE ✅Where stories live. Discover now