CHAPTER 14

4.6K 284 1
                                    

Pagi ini Rose bersiap dengan santai. Ia akan berangkat bersama dengan dua adik kembarnya, lagi pula ia tidak memiliki jadwal kuliah pagi. Baiklah, tidak masalah asal tidak berangkat bersama Nial.

Tunggu dulu. Apa ia berusaha menjauhi Nial? Sejujurnya, iya. Rose malu mengakui perasaannya terhadap Nial, yang justru di balas sekedarnya oleh laki - laki tersebut. Tapi Rose tidak akan menyerah, biarlah hari ini saja ia menjauh. Ia sedang berperan seperti kekasih yang sedang merajuk. Okay, kita lihat saja seberapa jauh Rose bisa menjauhi Nial.

Di sepanjang perjalanan menuju kampus, Rose dan Kharel diam. Tapi tidak untuk Darel. Ia bercerita apapun untuk mengisi kesunyian tersebut. Bahkan suara Darel mengalahkan Radio yang sedang di putar di dalam mobil tersebut.

"Apa kalian berdua mendadak bisu?" tanya Darel setelah menghela nafasnya.

"Aku saja tidak tau apa yang kau bicarakan, bagaimana aku akan menanggapinya?" Rose melirik Darel sejenak.

"Ah, Rose. Apa membuat tatto itu sakit?" Darel mengubah pembicaraan mereka.

"Tentu saja iya. Kau ingin memilikinya?" Rose menatap tatto di sekitar ruas - ruas jari bagian atasnya. Di lengan kanan dan kirinya juga terdapat beberapa tatto.

Rise mendapatkan tatto - tatto tersebut saat ia pertama masuk kedalam kampus lamanya. Itu semua karna keinginannya sendiri, dan Ayah ataupun Ibunya tidak bisa melarang keputusan Rose. Baru - baru ini Rose mendapat tatto berbentuk heart break pada pergelangan tangan kanannya.

"Aku ingin satu tatto dalam tubuhku, itu tidak cukup menyakitkan bukan?" Darel bertanya sambil sesekali melirik Rose.

"Ayolah, kau laki - laki. Hanya satu tatto saja kau takut?" Rose terkekeh.

"Oh shit, baiklah. Aku akan memberi tatto pada pergelangan kaki ku. Bagaimana menurutmu, Kharel?" Darel melirik Kharel lewat kaca.

"Not bad, aku juga ingin." Kharel menyunggingkan senyumnya kecil.

"YES! WOHOO" Darel tiba - tiba berteriak. "Kau twins terbaik sedunia, Kharel." lanjutnya.

Rose hanya menghela nafasnya. Darel memang seperti itu, berbanding dengan Kharel yang tetap tenang. "Kalian perlu meminta izin Daddy untuk itu." Rose membuka suaranya yang seketika menyurutkan semangat Darel.

"Haruskah? Bukanya kau dulu juga tidak meminta izin Daddy?" Darel memincingkan matanya menatap Rose.

"Karna aku anak pertama? Apa Daddy bisa melarangnya?" Rose menyembunyikan senyumnya.

"Apa hubungannya membuat tatto dan anak pertama?" Darel diam memikirkannya.

"Dasar bodoh, kau di bohongi oleh Rose, Darel." Kharel menyeletuk.

Seketika Darel menghentikan mobilnya. "Turun kau." Matanya memincing menatap Rose.

"Hei, aku hanya bercanda." Rose tertawa.

"Untung kau Kakak ku, jika bukan, sudah ku tendang kau."

"Sudahlah cepat jalankan mobilnya, kalian bisa terlambat." ujar Rose membuat Darel kembali menginjak pedal gasnya.

👾👾👾

Nial sedang berdiri di depan papan informasi. Disana tertera kabar bahwa sidang skripsi di ajukan menjadi satu minggu lagi. Nial menghela nafasnya, untung ia sudah menyelesaikan skripsinya. Ia beranjak pergi dari depan papan informasi dan ingin menuju ke perpustakaan. Namun niatnya terhenti karna tiba - tiba Grace sudah berada di depannya, entah muncul dari mana.

"Nial, katakan semua berita itu bohong. Kau tidak bisa seperti ini kepadaku, kau masih pacarku, kenapa kau berpacaran dengan bitch itu? Katakan semuanya bohong, Nial. Aku tau kau tak akan mungkin menghianati ku." Grace merangkul lengan kiri Nial.

"THAT BITCH!" semua orang menoleh ke asal suara.

Rose berteriak di ujung lorong dengan mata melotot. Ia segera berjalan cepat menuju Nial dan Grace.

Semua mahasiswa yang menyaksikan kejadian tersebut menjadi antusias dan mengeluarkan ponsel masing - masing.

Sampai di depan Nial dan Grace, Rose diam dengan tatapan dingin. "Jauhkan tanganmu dari lengan tunanganku, bitch." geram Rose dingin.

"Hei, kau yang bitch. Kau merebut Nial dariku, apa kau tidak sadar? Jangan terlalu banyak bermimpi!" Grace berteriak menunjuk wajah Rose.

Terdengar geraman Rose. Ia mengangkat tangannya dan akan melayangkan satu tamparan pada pipi mulus Grace, namun tangan Nial mencekalnya.

"Jangan berlaku kekanak - kanakan." ujar Nial dengan santainya.

"Tapi, dia—

"Dia orang gila, jangan dengarkan semua ucapannya. Ayo kita pergi." Nial menarik tangan Rose menjauh dari lorong tersebut.

Rose membalikan badan dan tersenyum mengejek pada Grace yang wajahnya sedang memerah padam dan di tangani oleh dayang - dayangnya.

Sampai di taman belakang, Nial duduk di sebuah bangku dan di ikuti oleh Rose di sebelahnya. Sejenak, mereka saling diam.

Rose yang sudah tidak tahan untuk meluapkan kekesalannya segerap memiringkan tubuhnya menghadap ke Nial yang sedang membaca buku. Ia merebut buku tersebut lalu menaruhnya di ujung bangku yang kosong. Nial menoleh dengan wajah yang sangat datar.

"Kenapa kau diam saja saat Grace merangkul mu? Kenapa kau mencegahku menampar Grace? Kenapa kau tidak membiarkannya? Jalang itu butuh pelajaran untuk menjauhi tunangan seseorang!"

Nial menghela nafas sejenak. Tangannya terangkat menyingkirkan beberapa helai rambut Rose yang menutupi sebagian wajahnya dan menyelipkannya di belakang telinga, menyeka keringat pada dahi Rose, lalu mengelus pipi Rose dengan Ibu jarinya.

Rose seketika terdiam dan terpaku menatap mata tajam Nial. Terlebih saat Nial semakin mendekatkan wajahnya pada wajah Rose. Rose terbelalak dan tubuhnya terasa tegang karna Nial menciumnya. Mencium bibirnya. Hanya kecupan - kecupan ringan sebelum Nial kembali menjauhkan wajahnya.

"Masuklah ke kelasmu." pesan Nial beranjak mengambil bukunya di belakang tubuh Rose lalu mengelus puncak kepala gadis itu. Ada sedikit senyuman samar dari bibir Nial saat melihat tatapan polos Rose.

"Jangan melamun, berbahaya." Nial berbalik dan berjalan meninggalkan Rose.

Kesadaran Rose seketika kembali saat Nial berjalan menjauh. Ia segera branjak dan menyusul Nial dari belakang. "Nial! Tunggu aku!" nafasnya terengah saat sampai di sebelah Nial.

"Apa itu tadi adalah jawaban kalau kau memiliki perasaan yang sama terhadapku?" Rose bertanya masih dengan berjalan beriringan dengan Nial.

"Tadi apa?" Nial bertanya cuek.

"Kau menciumku, mengelus kepalaku, membenarkan rambutku, kau juga—

"Jangan terlalu percaya diri. Kau bukan tipe ku sama sekali." potong Nial cepat.

Rose menghentikan langkahnya seketika. Menatap punggung tegap di depannya yang semakin menjauh. Ucapan Nial benar - benar mempengaruhi moodnya.

Benarkah Nial tidak memiliki perasaan yang sama terhadapnya? Lantas, kenapa ia melakukan semua itu terhadapnya? Kenapa ia menerima tawaran pertunangan mereka? Orang tua dari masing - masing tidak memaksanya. Kenapa Nial seolah memberinya harapan yang sekaligus membangun benteng pertahanan yang susah di gapai oleh Rose?

"Nanti malam ada acara makan malam keluarga untuk membahas pertunagan kita, jangan sampai lupa." suara Nial kembali mengembalikan kesadarannya.

"Mana mungkin aku lupa dengan acara itu." Rose tertawa lalu berlalu meninggalkan Nial.

Dia terlalu pintar menyembunyikan semua yang di rasakannya dari semua orang.

Dan lihat, ia tidak akan pernah bisa marah atau menjauh dari orang yang di sayanginya.

DARK ROSE ✅Where stories live. Discover now