CHAPTER 11

5.1K 293 1
                                    

Sepulang dari kampus, Rose meminta Nial mengantarnya ke salah satu mall milik Ayahnya. Ia ingin mencari hiburan. Sebenarnya hanya ingin mencari kesempatan untuk berdua dengan Nial.

Ntahlah, Rose merasa tertarik dengan sifat dingin Nial. Bukan hanya ingin mengambil apa yang selama ini Grace inginkan. Betapa puasnya dia. Belum lagi, Elina—Ibu dari Nial sangat mendukung kedekatan mereka.

Sedangkan Nial sendiri hanya pasrah. Setiap kali Nial menolak semua yang Rose inginkan, ia akan mengancam berbuat onar di kampusnya mengatas namakan Nial. Selama hampir Empat Tahun ia menjadi mahasiswa di Universitas Hamburg Alphard, ia tidak pernah terlibat masalah apapun. Kecuali setelah kedatangan Rose. Yang selalu mengusiknya melebihi Grace. Ternyata memilih Rose dari pada Grace sama saja keluar dari kandang Harimau dan masuk ke kandang Singa. Sungguu sial.

Saat ini mereka sedang berada dalam sebuah Cafe. Nial yang sedang melamun, terbuyar dengan teriakan Rose di depannya.

"Apa yang kau lakukan! Kau buta ya!" Bentak Rose pada seorang Waiters yang tak sengaja menumpahkan minuman pesanannya ke gaun Rose.

"Maafkan saya, Nona. Saya tidak senga—

"Kau merusak Gaunku! Gajimu selama satu tahun pun tidak akan pernah cukup untuk membeli gaun ini!" bentaknya lagi.

"Sudah lah, Rose. Kau bisa membelinya lagi..." Nial mencoba menghentikan kemarahan Rose dengan ikut bangkit dan menatapnya lembut.

"Kau membelanya?" Rose tersenyum remeh. Ia kembali menatap Waiters tersebut dengan tatapan tajam. "Panggil Managermu sekarang!"

"Ada yang bisa saya bantu, Nona Guen?" Seorang dengan setelan jas datang ke meja Rose.

"Aku meminta kau memecat gadis ini. Dia menumpahkan kopi pada gaunku dan menggoda tunanganku." Rose menunjuk Waiters yang wajahnya sudah memucat.

"Nona, tolong maafkan saya. Saya akan membayar kerugian yang sudah saya timbulkan, tapi tolong jangan pecat saya, saya memiliki seorang anak, Nona. Tolong saya." Oh, dia bukan gadis. Wanita lebih tepatnya. Wanita itu memohon di kaki Rose.

"Rose sudahlah..." Nial menggenggam tangan Rose. Namun segera di tepisnya secara kasar.

Ia tersenyum smirk. "Aku tidak peduli." Rose kembali menatap Manager cafe tersebut. "Pecat dia, atau aku akan menutup cafemu ini!"

"Baik, Nona Guen. Maafkan atas kelalaian pegawai kami." Manager tersebut tersenyum lembut pada Rose. "Kau di pecat Ellisa."

Wanita itu menangis masih di bawah kaki Rose. Ia tersenyum puas. Lihatlah, betapa sekarang dia berubah menjadi Rose yang jahat dan arogan.

"Dan kau, Nial. Aku akan mengadukanmu pada Aunty Elina." Rose memgambil tas jinjing bermerk LV dan segera pergi.

Kepergiannya tidak membuat Nial mengejarnya. Nial justru mengetatkan rahangnya sambil melihat kepergian Rose. Ia menglambil dompetnya dan mengeluarkan uang beberapa lembar lalu menunduk dan memberikannya pada wanita bernama Ellisa tersebut.

"Kau terlihat seumuran denganku. Pakailah uang ini untuk memenuhi kebutuhan anakmu." Nial tersenyum lalu berdiri dan meninggalkan cafe tersebut.

Dari sebrang cafe tersebut, Frans menatap tajam pada Rose yang sedang berjalan keluar sendirian. Setelah lampu berwarna merah menyala, ia segera menyebrangi zebra cross. Ia menyeringai saat Rose belum menyadari keberadaannya. Ia bersembunyi di balik salah satu mobil. Setelah Rose semakin mendekat ke mobilnya, Frans segera menghampirinya dari belakang dan membekap mulutnya.

"Hmpph..." teriakan Rose teredam tangan Frans yang masih membekap dan menyeretnya.

Sampai perlahan - lahan kesadarannya terenggut. Dari arah belakang Frans, beberapa orang berbadan besar dengan penampilan yang serba hitam menghampirinya. Salah satu dari orang tersebut mulai menyerang Frans dan yang lain mengambil alih tubuh Rose yang terkulai.

"Ya Tuhan, apa yang terjadi denganmu, sayang?" Elina memangku kepala Rose dengan wajah panik. "Percepat lajunya, Matt." perintahnya pada supir pribadi keluarganya.

Mereka yang menyerang Frans adalah para Bodyguard yang mengawal Elina. Suamonya pasti memberikan Elina beberapa Bodyguard untuk berjaga jika suatu saat sesuatu terjadi dengan Elina.

Mobil Elina sampai di Rumah Sakit milik Thomas. Para suster yang menyiapkan bangsal segera mendorongnya menuju UGD. Dokter yang sudah siap pun segera memeriksanya.

Dari jauh, ia melihat Suaminya bersama dengan Thomas berlari tergopoh - gopoh. "Bagaimana keadaan Rose, Elina?" Thomas bertanya dengan wajah panik.

"Aku belum tau. Tapi aku yakin Rose akan baik - baik saja." Elina tersenyum dengan wajah ragu.

"Bisa kau ceritakan kronologisnya, sayang?" Suaminya bertanya.

"Tadi aku baru saja pulang dari Toko perhiasanku, dan di jalan aku melihat Rose di seret dengan mulut di bekap oleh seorang pemuda." jelasnya.

"Lalu dimana, Nial?" Suami Elina bertanya.

Oh, dia melupakan Putranya itu. Bukankah memang sejak pagi mereka berangkat bersama? Nial dan Rose.

"Aku akan menelfonnya." Elina bergerak menjauh.

"Aku akan menelfon Vanya." Thomas ikut beranjak.

Tak lama setelah mereka kembali dari menelfon, dokter yang menangani Rose membuja pintu.

Dokter itu tersenyun dan membungkukkan badan menatap Thomas. "Saya akan membicarakan ini di ruangan saya, Tuan. Silahkan." Dokter yang di ketahui bernama Keenan tersebut membawa Thomas ke dalam ruangannya.

"Apa sesuatu terjadi pada Rose, Keenan?" tanya Thimas langsung setelah duduk di hadapan Dokter Keenan.

"Nona Rose hanya terlalu banyak menghirup racun dari obat bius tersebut, Tuan. Dan itu menyebabkan kesulitan bernafas beberapa saat sebelum Nona Rose pingsan." Dokter muda tersebut tersenyum dengan lembutnya.

"Lalu apa ada luka serius di tubuhnya, Keenan?"

"Tidak ada, Tuan. Kita hanya perlu menunggu tidak sampai Dua puluh empat jam agar Nona Rose bangun dari pingsannya."

"Syukurlah..." Thomas menghela nafas lega. "Terima kasih, Keenan."

"Sama - sama, Tuan. Sudah kewajiban saya sebagai Dokter."

Thomas pamit dan segera menuju ke ruang rawat Rose yang sudah di pindahkan. Di depan ruangan Rose, terlihat Hans sedang memarahi Nial.

"Seharusnya kau menjaganya, bukan malah membiarkannya pergi!" bentak Hans pada Nial.

"Sudahlah, Hans... Ini bukan kesalahan putramu, dia sudah menjaga Rose dengan baik." Thomas menyela sebelum Nial menimpali ucapan Ayahnya.

"Ini memalukan, Thomas. Maafkan kelalaian putraku." Hans menlmijit pelipisnya pelan.

"Tenanglah, Hans. Aku sudah menghubungi para bodyguardmu untuk menjaga pelakunya."

"Syukurlah, Thomas. Sekali lagi maafkan kelalaian putraku." Hans kembali menatap Nial setelah Thomas memasuki ruang rawat Rose.

"Tugasmu sekarang adalah menjaga Rose sampai sembuh."

DARK ROSE ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang