CHAPTER 28

4.6K 238 8
                                    

"You stress me out, you kill me.
You drag me down, you fuck me up.
We're on the grown, we're screaming.
I don't know how to make it stop.
I love it, I hate it, and I can take it.
But I keep on coming back to you."
(Back to you-Louis Tomlinson feat Bebe Rexha)

🌹🌹🌹

Ben dan Rachelle belum juga kembali sejak pagi mereka mengatakan ingin joging di sekitar Hollywood sign, sedangkan Rose masih juga diam terhadap Nial walaupun sekarang mereka berada dalam satu ruangan dengan jarak tubuh mereka yang sangat tipis.

"Kau ingin sarapan apa?" tanya Nial.

Rose hanya menggeleng dan tetap diam berada di rengkuhan tubuh hangat Nial. Tadi Nial sempat menelfon Ibunya— Elina. Dan Elina berkata, jika Nial harus tetap bersabar sampai Rose menerima maafnya. Sampai Rose bisa kembali pada Rose yang biasa ia kenal. Elina juga berkata, apa yang di rasakan Rose memang sangat menyakitkan. Dengan keadaan mereka sebentar lagi akan menjalani hubungan jarak jauhnya, Nial membohongi Rose. Dan itu alasan timbulnya rasa ragu Rose terhadap kesetiaan Nial walaupun Nial berkata ia tidak menjalin hubungan apapun dengan Ellisa. Namun tetap saja, semua wanita hanya ingin bukti, bukan sekedar janji berujung sakit hati.

"Berikan Rose waktu untuk berpikir sendiri bagaimana kelanjutan hubungan kalian kedepannya, bagaimanapun juga, kau tetap yang bersalah disini Nial. Kau membohingi Rose." ujar Elina sebelum mematikan sambungan teleponnya.

"Kau ingin berjalan-jalan? Ke pantai mungkin?" tanya Nial lagi dan Rose masih saja menggelengkan kepalanya.

"Tinggalkan aku sendiri, Nial." pinta Rose lirih dan berbalik memunggungi Nial.

Nial tersenyum lembut. "Ya, sayang. Tenangkan dirimu, aku mencintaimu." Nial mencium kening Rose lalu turun dari ranjang dan pergi meninggalkan Rose di dalam kamar mereka.

Dengan langkah beratnya, Nial berjalan menuju ruang olahraga yang tersedia di penginapan tersebut. Tanpa pelindung apapun, Nial langsung meninju samsak yang menggantung di tengah ruang boxing. Rasa sakit di jari-jari tangannya tidak membuatnya berhenti, Nial terus berteriak sambil meninju samsak tersebut hingga berayun kesana kemari.

Tenaganya sudah mulai habis, pukulannya melemah, Nial menangkap samsak nya agar kembali diam dan akhirnya tubuhnya jatuh dengan lemah, napasnya tersenggal-senggal, perlahan, sangat pelan, mata Nial mulai menurunkan air. Kembali berteriak mengosongkan rongga dadanya yang terasa menyesakkan. Ada apa ini? Apa yang terjadi padanya?

Oh, come on, dude. Your shit man! Don't cry. Walaupun hatinya terus berkata seperti itu, air matanya tidak berhenti keluar. Sialan. Umpatnya dalam hati.

"Hei, bro. What's up? You okay?" tanya Ben di depannya sambil menyodorkan sebotol air mineral.

"I'm okay." jawab Nial bangkit.

"No, your not," Ben mensejajarkan tubuhnya dengan Nial. Mereka menatap taman di pekarangan belakang penginapan yang terhalang kaca bening ruang olahraga tersebut. "Seumur hidup aku mengenalmu, baru pertama kali aku melihatmu menangis, dan itu karena satu-satunya wanita di hidupmu. It's so fucking crazy, Man." Ben tertawa lalu meninju lengan Nial pelan.

"Ya, entahlah." Nial terkekeh lalu meminum air mineral yang Ben sodorkan padanya tadi.

Terdengar helaan napas kasar Ben. "Aku dan Rachelle sama-sama tidak tau apa yang terjadi dengan kalian. Dan aku hanya mengingatkan, ini moment-moment terakhirmu sebelum Rose pergi, perbaikilah semuanya, Nial."

Sejenak tidak ada yang mengatakan apapun, dan ruangan itu terasa sangat sunyi. Tanpa suara, Rose datang dan segera memeluk Nial dari belakang. Ben yang merasa harus memberi mereka ruang pun pergi dari ruang olahraga tersebut.

DARK ROSE ✅Where stories live. Discover now