CHAPTER 33

4.3K 197 0
                                    

Tiga bulan kemudian.

Rose baru saja selesai menandatangani berkas-berkas yang menumpuk di mejanya. Pekerjaannya selesai, dan sekarang waktunya ia kembali ke apartment untuk berhadapan dengan skripsinya. Rose lebih memilih tinggal di apartenent karena jarak tempuh antara penthouse dan kantor serta kampusnya sangat jauh. Ia menyelesaikan kuliahnya dalam waktu tiga bulan, entah apa yang ia lakukan dengan waktu secepat itu.

Rose menghela napas lalu beranjak dan merapihkan rambutnya kemudian melangkah keluar dari dalam ruang kerjanya. Sepi, waktu sudah menunjukan jam sembilan malam. Sudah tidak ada satu karyawanpun yang masih di gedung ini kecuali dirinya. Ia berjalan menuju lift khusus petinggi perusahaan dan turun menuju basement, sampai di bawah ia buru-buru keluar dan masuk ke dalam mobilnya. Di dalam mobilpun ia kembali berdiam diri. Hari ini hari yang sangat melelahkan untuknya, belum lagi sudah satu minggu ini Nial tidak menghubunginya sama sekali, telponnya tidak di angkat, pesan pun tidak di balas, itu membuat hati Rose takut.

Tangan Rose mencengkeram setir mobilnya dengan kuat. Gigi-giginya beradu menimbulkan suara, ia berusaha menahan emosinya. Namun ia kembali menghela napas dan meyakinkan dirinya apapun yang terjadi padanya dan Nial, semua akan baik-baik saja. Perlahan,kakinya menginjak pedal gas dan mulai meninggalkan gedung pencakar langit tersebut.

Jerman tidak kalah ramai dengan New York, jalanan malam pun masih terlihat ramai setiap harinya. Rose lagi-lagi menghela napasnya sesak, air matanya tiba-tiba luruh mengingat sosok Nial yang selalu ada untuknya. Mobilnya semakin tak terkendali karena Rose menginjak pedal gasnya kencang, sampai bannya berdecit saat ia menginjak rem secara mendadak di sebuah perempatan. Rose menatap ke sekelilingnya mencari sosok yang tadi mengejutkan untuknya.

"Mana mungkin ada Grace disini." Rose bermonolog lalu meremas rambutnya. "Kau hanya terlalu lelah, Rose. Jangan banyak pikiran sebentar lagi kau akan wisuda."

Klakson-klakson mobil di belakangnya berbunyi nyaring dan membuatnya kembali menjalankan mobilnya dengan normal. Sesampainya ia di basement gedung apartment, Rose segera turun dan masuk ke dalam lift. Wajahnya terlihat sangat lusuh dan lelah. Bunyi lift menyadarkan Rose yang sejak tadi menutup matanya. Rose melangkah dengan sangat pelan, ia melupakan makan siangnya tadi karena terhambat oleh meeting dadakan dengan investor dari Rusia, makan malam pun ia belum, yang ada di pikirannya sekarang adalah cepat sampai di kamar, mandi, dan tidur, sudah cukup.

Tangannya meraba saklar lampu di belakang pintu unitnya sampai semua lampu menyala, dan Rose melangkah ke dalam kamarnya. Ia mengerutkan kening di tengah kegelapan kamarnya saat mendapati seorang pria membelakanginya di tepi balkon. "Siapa itu?" tanyanya dengan was-was.

Tak ada jawaban, membuat Rose perlahan mendekat sambil mengangkat tinggi tas kerjanya. Tangannya sudah siap mengayunkan tas namun di cekal oleh sosok pria berbadan tegap itu. Dengan tanpa persetujuannya, Pria itu mencium Rose dengan sedikit kasar. Rose terus meronta, namun tangannya di cekal oleh salah satu tangan pria tersebut, sampai bau parfum yang sangat amat ia kenali mampir ke indera penciumannya , Rose menghentikan aksi protes tersebut dan justru meneteskan air mata.

"I miss you so bad, Baby." pria itu berbisik tepat di depan bibirnya lalu kembali mencium Rose yang semakin deras meluncurkan air mata.

Dengan kesadaran penuh, Rose mendorong pria itu sampai kedua tubuh mereka memiliki jarak. "Kau, kenapa kau disini? Sedang apa kau disini? Bagaimana kau bisa masuk ke kamarku?" tanya Rose beruntun sambil berjalan mundur.

Air matanya belum berhenti menetes dengan mata yang tetap tertuju tajam pada pria di hadapannya. "Kau tidak suka aku disini?"

"Ya! Aku bahkan tidak suka kau ada di hidupku!"

DARK ROSE ✅Where stories live. Discover now