DUA PULUH EMPAT

6.9K 515 1
                                    


SEMBURAN goresan jingga mulai memenuhi langit kerajaan Yun, suara kicauan burung yang terbang ke ufuk barat mulai saling bersahutan.

Wei Wei sejak dari tadi menunggu hari berganti menjadi malam, rasa penasaraannya yang besar membawa jiwanya melayang entah kemana.

Hari ini tidak seperti dirinya yang biasanya, Wei Wei nampak murung dan pendiam. Hal itu jelas tidaklah lepas dari pengamatan kaisar Xiao Nai dari kejauhan, ada rasa tidak suka, sedih, takut dan kecewa yang mendominasi dalam benak kaisar Xiao Nai.

Kaisar Xiao Nai mulai menghampiri Wei Wei, saat hari mulai senja. Ia melangkah ringan dan berusaha setenang mungkin, walaupun jujur amarah mulai bergejolak dalam dirinya.

Entah mengapa emosi kaisar Xiao Nai yang melihat perubahan permaisurinya merasa geram, ingin rasanya ia meluapkan semua keluh kesalnya pada permaisurinya akan sikapnya dulu dan sikapnya yang seperti ini.

Namun disisi lain, hati kaisar Xiao Nai merasa sakit melihat permaisurinya yang termenung dan menjadi pendiam.

"Permaisuri~~"

Wei Wei menoleh kebelakang dan mendapati kaisar Xiao Nai lah yang memanggilnya. Wei Wei tersenyum kepada kaisar Xiao Nai, bukan sebuah senyum tulus seperti biasanya. Senyum Wei Wei kali ini nampak dipaksakan, dan dari pancara matanya tersimpan kesedihan dan beban.

"Ada apa permaisuri, tidak biasanya kau menjadi pendiam seperti ini?" Tanya kaisar Xiao Nai yang kini duduk di samping Wei Wei.

Wei Wei menoleh menatap kaisar Xiao Nai yang duduk di sampingnya.

"Jika kau memiliki masalah atau beban yang menganjal, jangan malu untuk berbagi pada Zhen" kata Kaisar Xiao Nai.

"Hamba tidak apa-apa yang mulia" jawab Wei Wei yang membuat kaisar Xiao Nai menoleh dan menatap wajah cantiknya.

Kaisar Xiao Nai menyusuri mata bulat permaisurinya, mencari kejujuran atau kebohongan dari pancaran mata permaisurinya karna kaisar Xiao Nai percaya mata tidak pernah berbohong dan setelah lama menatap dalam pancaran mata permaisurinya, kaisar Xiao Nai menghela nafas berat sebab apa yang ia lihat adalah kebohonga.

"Permaisuri, Zhen amat sangat percaya padamu. Apakah kau tidak mempercayai Zhen sehingga kau tidak ingin berbagi masalah dan bebanmu?"

"Jangan berpura-pura baik-baik saja di hadapan Zhen, padahal kau merasakan hal sebaliknya"

"Jangan membohongi Zhen, permaisuri. Karna Zhen tau dari pancaran matamu" jelas kaisar Xiao Nai

Kaisar Xiao Nai kembali menghela nafas berat.

"Kau boleh memukul Zhen, memarahi Zhen, memaki Zhen, tapi jangan siksa Zhen dengan perubahan sikapmu yang menjadi pendiam seperti ini. Zhen mohon" lanjut kaisar Xiao Nai sendu.

Wei Wei yang melihat itu merasakan pukulan yang amat keras didadanya, ucapan kaisar Xiao Nai membuatnya sakit dan juga terharu. Reflek Wei Wei menarik tubuh kaisar Xiao Nai dan memeluknya.

"Maaf, membuat anda khawatir" ucap Wei Wei

Kaisar Xiao Nai yang sempat terkejut, kini mulai membalas pelukan pertama yang di berikan permaisurinya.

"Maaf, belum mampu berbagi beban dan masalahku kepada anda yang mulia" ucapnya lagi

"Untuk saat ini, biarkan hamba yang menyelesaikannya sendiri. Namun jika hamba mulai merasa tak mampu, hamba akan meminta bantuan anda" lanjut Wei Wei dengan suara lembutnya.

Kaisar Xiao Nai mengangguk mengerti " Baiklah" ucapnya lalu dielusnya rambut panjang Wei Wei dan sekali-sekali mencium pucak kepalanya.

.
.
.
.
.

Mungkin karna perasaan yang belum pernah ia rasakan didunianya, sehingga ada rasa sakit yang seakan menyayat hati Wei Wei.

Wei Wei akui, ia telah merasa nyaman tinggal di masa lalu. Bahkan Wei Wei akui, ia telah jatuh cinta pada kaisar Xiao Nai entah sejak kapan.

Pria diawal kedatangannya dimasa lalu ini, sangatlah menyebalkan. Namun seiring berjalannya waktu, rasa itupun tumbuh tanpa bisa Wei Wei cegah.

Hal inilah yang membuat Wei Wei banyak termenung hari ini. Semilir angin malam kini menemaninya di gasebo taman teratai, taman yang menghubungkan antara istana Naga dan istana Pheonix.

Wei Wei mendesah, sangat sulit baginya untuk memilih. Haruskah ia tetap tinggal dan menerima segala hal yang belum pernah ia alami? Sudah siapkah ia berada ditempat yang selalu mengancam nyawanya ini? Ataukah haruskah ia menyelesaikan alasannya berada disini, sehingga ia mampu kembali pulang dan harus merelakan perasaannya? Apakah yang harus Wei Wei pilih?

.
.
.
.
.

Malam semakin larut, Wei Wei masih betah menunggu di taman teratai yang merupakan tempat pertemuan yang dijanjikan oleh pengirim surat misterius melalui anak panah yang melukai lengan kirinya.

Wei Wei tak memberitahu kaisar Xiao Nai, tentang kepergiannya malam ini. Ia hanya pergi sendirian tanpa memberitahu siapapun.

Wei Wei telah memutuskan pilihannya, walaupun amat berat. Yah berat, karna ia harus mengorbankan perasaannya.

"Tak masalah, ini sudah pilihan yang terbaik!"

"Kau harus kuat Wei Wei, rasa sakit ini akan hilang seiring waktu berjalan" lanjut Wei Wei yang memukul dadanya yang tiba-tiba sesak.

"Kau sudah datang rupanya!"

Wei Wei menoleh kebelakang, ia memandang wanita yang dibalut pakaian dari sutra kualitas terbaik dengan tatapan datar dan dingin.

.
.
.
.
.
.
.

TBC

The Empress : Liu Wei Wei (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang