TIGA BELAS

8.1K 597 1
                                    


"Mengapa anda hanya diam, yang mulia?" Tanya Wei Wei yang sejak tadi menunggu jawaban, namun nampaknya kaisar Xiao Nai enggan menjawab pertanyaannya.

Wei Wei tersenyum tipis, walaupun hatinya sedikit kecewa dan rasa penasarannya lebih mendominasi "tak apa jika yang mulia belum ingin menjawab, mungkin terlalu banyak prilaku saya yang buruk sehingga yang mulia sulit memilah kata agar hamba tidak terluka. Bukan?" Kata Wei Wei yang jelas menohok.

"Bu-bukan begitu" ucap kaisar Xiao Nai sedikit terbata.

Kaisar Xiao Nai menggaruk tengkuknya bingung. Apa yang dikatakan permaisurinya tidak sepenuhnya salah, malah semua yang di katakan adalah benar.

"Nanti Zhen jawab. Zhen harus pergi, ada urusan mendesak yang baru Zhen ingat" ucap kaisar Xiao Nai yang melangkah meninggalkan peraduan.

Baru beberapa langkah ia meninggalkan peraduan, tiba-tiba Wei Wei bergumam "yang mulia seharusnya tidak usah khawatir saya akan terluka" gumam Wei Wei yang menghentikan langkah kaisar Xiao Nai "cepat atau lambat ingatan saya akan pulih, dan saat itu pula pastilah akan sama menyakitkannya" lanjut Wei Wei yang kini mulai tidur memungungi kaisar Xiao Nai, saat kaisar Xiao Nai menoleh kebelakang dan menatapnya dengan tatapan sendu.

Kaisar Xiao Nai berbalik dan melanjutkan langkahnya menuju tujuannya yang sebenarnya hanya dusta, ia harus berbohong demi menghindari pertanyaan permaisurinya karna sangat jelas ia belum siap kehilangan cinta dan kasih sayang yang selama ini ia kejar.

.
.
.
.
.

'Apa kau sedih?'

Wei Wei tidak menjawab, Wei Wei lebih memilih bungkam. Ia kesal, marah, bingung, kecewa dan juga merasa senang di saat bersamaan. Mengapa ia masih ada di tempat ini? Lelah ia mencari jawaban, namun tak ada satupun yang mampu meluruskan ketidak masuk akalan yang ia hadapi.

Wei Wei menghela nafas berat "Aku hanya merasa bahwa semua orang nampak menutupi semua kesalahan dan keburukanku" kata Wei Wei yang mulai bercerita pada wanita yang wajahnya masih nampak samar. Wanita itu masih wanita yang sama, wanita yang selalu datang dalam mimpinya dan menjadi bunga tidurnya.

"Aku tahu mereka berusaha untuk tidak melukai hatiku, tapi" ucap Wei Wei menggantung "tapi, cepat atau lambat aku pasti akan mengetahuinya" lanjut Wei Wei.

Wanita itu hanya menyimak tanpa ingin menyela atau memotong setiap cerita Wei Wei, bahka saking penasarannya dengan cerita Wei Wei wanita itu duduk tepat di samping Wei Wei.

Angin malam berhembus pelan, malam ini mereka berdua di temani oleh sinar rembulan serta hamparan bintang di langit. Suasana sejuk dan tenang mendamaikan hati mereka, saat ini mereka berada di padang rumput yang luas dengan satu buah pohon ceri yang tumbuh di tengah-tengah hamparan rumput hijaun nan lebat.

"Aku sudah bertanya kepada dayang-dayangku, bahkan aku bertanya pada yang mulia kaisar namun tak satupun dari mereka ingin menjawab. Mereka bahkan mengalihkan topik perbicaraan apa bila aku mengungkit masa laluku, padahal aku hanya ingin tahu. Walaupun jelas ini bukan tubuhku" ucap Wei Wei sendu

"Aku hanya ingin mengenal tubuh dan pemilik tubuh ini, namun rasanya semua sangat sulit. Telebih tak ada satupun jawaban yang membawaku menuju titik terang, aku merasa takut dan juga bingun karna sampai sekarang aku terdampar disini dengan tidak tahu apa-apa" lanjut Wei Wei.

'Pasti sangat berat' ucap wanita itu menyesal 'maaf!' Gumamnya lirih dengan nada penuh rasa bersalah.

Walaupun ucapannya sangat pelan, namun Wei Wei masih bisa menangkap ucapan wanita itu dari jarak mereka.

Wei wei mengernyit dalam, ia jekas tidak salah mendengar. Namun yang menjadi pertanyaan dalam benak Wei Wei, mengapa wanita yang selalu menjadi bunga tidurnya meminta maaf?

"Ohiya, apa lagi yang ingin kau sampaikan?" Tanya Wei Wei  mengalihkan rasa penasarannya.

Wanita itupun mulai tersadar akan tujuannya mendatangi Wei Wei 'mungkin semuanya akan semakin berat, terlebih orang yang harus kau hindari jaraknya semakin dekat denganmu'

'Aku mungkin selalu mengingatkan dan memperingatimu untuk selalu waspada dan hati-hati, namun kali ini akan sangat serius terlebih kalian kini berada di tempat dan atap yang sama' kata wanita itu mengutarakan maksudnya.

"Apakah aku akan kembali celaka?" Tanya Wei Wei "terakhir kau memperingatiku, aku nyaris dibunuh oleh para pembunuh bayaran" lanjutnya.

'Aku tidak bisa menjamin, aku takut bahaya yang akan datang menghampirimu lebih dari itu' jawabnya.

Wei Wei mendesah.

'Maaf!' Untuk kedua kalinya wanita itu mengucapkan kata maaf seakan ia memiliki kesalahan pada Wei Wei, Wei Wei jelas penasaran dan ingin bertanya namun belum sempat ia bertanya wanita itu telah pergi.

.
.
.
.
.

Wei Wei bangun dari tidurnya saat merasakan perutnya terasa sakit karna belum makan sejak tadi, padahal hari telah beranjak malam.

"Astaga berapa lama aku tidur?" Gumam Wei Wei

"Awwhh!" Adu Wei Wei yang mengelus perutnya yang terasa nyeri dan amat sakit.

Di masanya Wei Wei memiliki penyakit maag, apabila ia telat makan makan maagnya akan kambuh. Wei Wei pikir penyakit maagnya akan hilang apabila ia berada di masa lalu, nyatanya sama seperti dengan keahlian lainnya yang ia miliki maagnya tetap saja masih ada dan tidak hilang sama sekali.

Wei Wei duduk dan bersandar di kepala peraduan, perutnya terasa di aduk-aduk, ulu hatinya terasa perih serta mual mulai melandanya. Wajah Wei Wei mulai pucat pasih, keringat dingin tak berhenti membasahi pelipisnya.

Wei Wei sungguh tak sanggup menahannya lagi, matanya mulai berkunang-kunang, kepalanya berdenyut sakit seakan baru saja dihantam palu besar, kini pandangannya mulai berat. Sebelum ia kehilangan kesadaran ia melihat seseorang berpakaian hitam menghampirinya, setelah itu semuanya gelap.

.
.
.
.
.
.
.

TBC

The Empress : Liu Wei Wei (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang